AFTER MARRIAGE
Tangannya terus menggusar wajahnya yang sudah mulai frustasi. Di setiap detik waktu yang berjalan, seakan akan menjadi ancaman untuknya. Dia berharap esok dan lusa masih bisa menghirup udara segar dan merasakan hangatnya sinar mentari di pagi hari.
Degup jantungnya tak beraturan. Napasnya terasa tercekik seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Mengesah panjang, berharap dia akan sedikit lebih lega namun kecemasan dan kepanikan semakin menyelimuti hatinya.
" Shit! Sudah ku katakan kita tidak bisa melakukannya seperti ini!" Nada suaranya sedikit meninggi, wajahnya kembali berpaling merasa muak dengan situasi seperti saat ini.
" Sampai kapan huh? Sampai kapan kita akan menundanya? Ingat ini permintaan terakhirnya dan kita harus mewujudkannya." Jawaban yang tak kalah sengit membuat pria tadi kembali mengesah lelah.
" Okey. Aku tau ini permintaan terakhirnya, tapi nggak gini caranya."
" Terus bagaimana?" Sahut pria berkemeja biru muda.
" Kita bisa memintanya dengan cara baik-baik." Balas pria berkemeja maroon.
" Kau pikir dia akan menyetujuinya? Kurasa tidak!" Ucapan Zain memang benar, mana mau gadis itu setuju untuk menikah dengan orang yang tidak dikenalnya. Tapi cara yang mereka lakukan saat inipun salah. Salah besar.
" Tapi kita tidak perlu menculiknya," ucapnya penuh penyesalan.
" Damian," Pria itu menoleh menatap pada Zain yang tengah menatapnya juga " Kita bukan menculiknya, tapi membawanya pulang."
" Terserah. Aku akan pergi ke kamarnya untuk memastikan apakah dia sudah bangun atau belum." Damian atau lebih sering disapa Mian, pria itu memutuskan untuk bangkit lalu melangkah pergi dari ruangan itu. Zain menjatuhkan punggungnya pada sandaran sofa, mengesah pelan dengan kepala yang menatap lurus ke langit-langit ruangan itu " Maafkan kami Azka, cara kami memang salah. Tapi hanya ini jalan satu satunya untuk mewujudkan keinginan terakhirmu."
Zain bangkit untuk menyusul Mian, tapi langkahnya terhenti saat seseorang memanggil namanya " Ada apa?"
" Nona mengamuk, Tuan diminta untuk segera kesana oleh Tuan Mian." Tanpa basa basi Zain segera berlari menuju kamar gadis itu yang terdapat dilantai dua.
" NGGAK. NGGAK MAU. POKOKNYA AYA NGGAK MAU!" Teriakan histeris langsung menusuk gendang telinga Zain. Dengan cepat dia membuka pintu kamar itu lalu masuk ikut bergabung dengan Mian yang berusaha menenangkan Aya.
" Ay," gadis itu menoleh cepat. Hiasannya mulai luntur karena air matanya. Bola matanya yang indah menjadi bendungan, menampung cairan bening seperti kristal.
" Kalian jahat." Kalimat itulah yang mampu dia lontarkan. Bagaimana bisa mereka berbuat sejauh ini? Membawanya ke tanah kelahirannya. Bahkan dengan kabar bahwa mereka akan menikahkan dirinya dengan pria yang sama sekali tidak dikenalnya.
" Maafkan ka Mian, ini semua demi kebaikanmu."
" Kebaikanku?" Aya menyeka air matanya, hidungnya memerah dan berair " Justru ini penjara untukku. Aku tidak mau menikah!"
" Tapi Azka yang memintanya!" Ucap Zain memberitahu " Kakakmu yang menginginkan semua ini terjadi Aya!"
" Kak Azka?" Tanya Aya tak percaya " Dimana dia huh? Hiks. Dimana dia? Hiks. Sudah sebulan dia tidak menghubungiku bahkan tidak membalas pesanku, tapi sekarang dia ingin menikahkan ku. Hiks dengan pria asing? Apa dia sudah gila?"
"Sssttt. Tenangkan dirimu Ay," Mian membawa Aya kedalam pelukannya. Hatinya terluka saat melihat cairan bening itu jatuh dari sudut mata Aya. Baginya Aya sudah seperti adiknya sendiri.
" Dimana pria brengsek itu. Hiks. Dimana dia?" Aya terus berontak, air matanya masih jatuh membasahi pipinya.
Zain ikut terpukul. Apa dia mampu? Apa Mian juga mampu? Mampu untuk memberitahu Aya bahwa Azka sudah tiada. Pria itu sudah menghembuskan napas terakhirnya sebulan yang lalu.
" Dengarkan kakak, tenangkan dirimu, Ay!" Zian mengusap surai hitam milik Aya lalu ikut duduk bergabung dengan Mian dan Aya.
Mata Mian dan Zain saling beradu, seolah-olah tengah berkomunikasi mengenai tentang memberitahu kebenaran tentang kakaknya Azka yang sudah tiada. Awalnya mereka ingin memberitahu Aya, namun Azka berpesan untuk tidak memberitahu tentang kematiannya pada adiknya itu. Dengan alasan karena adiknya tengah sibuk kuliah dan tidak ingin membuatnya sedih.
Namun pada akhirnya mereka tak lagi mampu untuk menutupi kebenaran itu. Terlalu menyiksa bagi mereka untuk terus menutupinya. Wajah lucu dan mengemaskan Aya, adik dari sahabat mereka Azka terlalu polos untuk di bodohi.
Azka dan Aya adik kakak yang tinggal terpisah. Aya hidup di NewYork karena sedang menempuh pendidikannya. Sedangkan Azka ditanah Air mengurus pekerjaannya dengan Zain dan Mian.
Hari itu tiba. Hari yang merenggut sosok kakak dari adiknya. Sebelum menutup mata, Azka meminta pada mereka untuk tidak memberitahukan kabar dirinya jika sudah tiada nanti. Dan satu lagi Azka menginginkan Aya menikah dengan laki-laki yang sudah mereka anggap seperti keluarga sendiri. Seorang CEO muda yang umurnya tidak jauh berbeda dengan sang kakak.
" Ay, Azka sudah tidak ada. Dia sudah tenang bersama orang tua kalian."
JLEB
Rongga dada Aya menyempit secara tiba-tiba. Nafasnya tercekat dengan paru-paru yang kembang kempis. Kepalanya menggeleng pelan, bendungan itu kembali tumpah membuat jalur di pipinya " B-bohong. Hiks. Kalian b-bohongin Aya kan?"
" Hiks. Dimana kak Azka, dimana dia?" Aya menangkup wajahnya dengan kedua tangan, tangisannya terdengar samar karena bekapan dari tangannya " Kalian Bohong. Hiks. Kak Azka masih hidup dia pasti baik-baik aja!"
" Kak, kak Azka!" Panggil Raya histeris " Kamu dimana kak, tolong cepat keluar. Hiks!" Mian kembali merangkuh tubuh rapuh itu. Melihat Aya menangis seperti itu membuatnya merasa bersalah pada Azka sahabatnya.
" Aya akan menikah dengan pria pilihan kakak. Tapi tolong. Hiks. Tolong tunjukkan diri kakak. Hiks."
" KA AZKA!!" Aya meraung berusaha melepaskan kungkungan dari Mian. Namun tenaganya tak sebanding dengan pria itu sehingga dia hanya bisa pasrah dalam pelukannya.
" Aya harap ini cuma mimpi buruk. Aya ingin bangun dari mimpi ini. Hiks. Tolong, siapapun bangunkan Aya dari mimpi buruk ini. Hiks." Zain mengambil alih tangan Aya lalu menggenggamnya erat. Sorot matanya tersirat akan sebuah kecemasan dan penyesalan.
" Maafin kami Ay, kami menutupi semuanya darimu," ucapnya penuh penyesalan.
" Kalian memang tidak punya hati. Hiks" Aya menarik tangannya kasar sorot matanya berubah menjadi benci. Dia menghapus air matanya kasar lalu menatap bergantian pada kedua pria itu " Aku sudah menganggap kalian seperti kakak ku sendiri. Hiks. Tapi apa yang kalian lakukan huh? Apa kalian bahagia melihatku menderita seperti ini? Hiks. Bahkan kalian tidak memberikan ku kesempatan untuk melihat kak Azka untuk yang terakhir kalinya. Hiks. Kalian jahat. Aku benci kalian!"
" AYA!" Pekik Zain dan Mian. Keduanya terlihat waspada saat Aya memecahkan vase bunga lalu mengarahkan pecahan itu pada lengannya sendiri.
" Jangan bodoh Ay. Azka akan sedih jika melihatmu seperti ini." Ucap Mian berusaha membujuk.
" Tapi aku lebih terluka saat ini. Hiks. Dia meninggalkanku sendiri, di dunia yang kejam ini. Untuk apa aku tetap disini huh? Lebih baik aku menyusulnya."
" TIDAK!" Cegah keduanya " Kamu masih memiliki kita Ay, kamu adalah adik kami!" Hati Aya mulai goyah, dia kembali menangis mengingat kenangan bersama mereka. Zain dan Mian kedua pria yang selalu ikut Azka saat mengunjunginya. Mereka menyayanginya dengan tulus sama halnya dengan kasih sayang yang diberikan oleh Azka padanya.
Aya terperosok. Jatuh diatas lantai, kedua tangannya kembali menangkup wajahnya tak kuat menghadapi kenyataan yang sangat menyakitkan untuknya.
Kepalanya mendongak saat seseorang mencengkram dagunya. Aya membuka matanya dan melihat seorang pria asing tepat berada di depannya " Jangan mengulur waktu. Cepat bersiap siap karena aku tak suka dengan kata menunggu!"
" Siapa kamu?"
" Calon suamimu!" Ucapnya datar namun terdengar mengintimidasi.
" Aku tidak mau menikah denganmu!"
" Ck. Akupun. Tapi ini permintaan terakhir kakak mu. Maka dari itu cepat bersiap dan jangan memperlakukanku dengan penampilan buruk mu ini!"
Sungguh. Apa ini serius? Kakaknya menginginkan Aya menikah dengan pria seperti ini? " Lepaskan aku. Maka kau akan bebas dari permintaan kakakku!" Pria itu semakin kuat mencengkram pipi Aya, membuat Mian dan Zain memisahkan keduanya.
" Jika bukan karena kakak mu dan janjiku padanya, aku pun tak sudi menikah dengan gadis cengeng sepertimu. Jika kau berusaha kabur," Pria itu melirik tajam pada Aya lalu tersenyum sinis padanya " Sampai ujung dunia pun aku akan mengejar mu Kanaya!" Mian segera menghadang tubuh Aya saat gadis itu ingin menerjang pria yang mengaku calon suaminya. Setelah pria itu benar benar pergi, Aya kembali menangis menumpahkan rasa sesaknya melalui air mata.
" Aya tidak mau menikah dengannya. Hiks. Tolong lakukan sesuatu," pintanya Putus asa.
" Maaf kami tidak bisa berbuat apa apa!" Tangisan Aya semakin menjadi. Entah seberapa banyak stok air mata yang dimilikinya, cairan bening itu terus keluar dari sudut matanya. Sungguh miris. Kenapa harus dia? Dia tidak pernah membayangkan jika kisah sepahit ini akan menerjang hidupnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments