Aizha Adreena Hayva harus bertarung dengan hidupnya bahkan sebelum ia cukup dewasa, berhenti sekolah, mencari pekerjaan dan merawat adiknya karena orantuanya meninggal di malam yang sunyi dan tenang, bahkan ia tak menyadari apapun. bertahun-tahun sejak kejadian itu, tak ada hal apapun yang bisa dia jadikan jawaban atas meninggalnya mereka. ditengah hidupnya yang melelahkan dan patah hatinya karena sang pacar selingkuh, ia terlibat dalam one night stand. pertemuan dengan pria asing itu membawanya pada jawaban yang ia cari-cari namun tidak menjadi akhir yang ia inginkan.
selamat menikmati kehidupan berat Aizha!!
(karya comeback setelah sekian lama, please dont copy my story!)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Fhadillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
Kini mereka berdua telah turun dan duduk di dalam mobil Caiden. Mereka mengambil banyak foto diatas sana dan merasa cukup puas tentang itu. tanpa Aizha sadari di dalam saku celana kanan Caiden ada sesuatu, sesuatu yang bisa menentukan hidup dan mati gadis itu dan Aizha tidak tau apapun, merasa nyaman dan aman berada di samping pria itu. Aizha bahkan mulai terlelap tidur, merasa begitu lelah setelah semalaman bergadang demi sunrise itu.
Tentu saja gadis itu sangat mempermudah pekerjaan Caiden, pria itu tidak menemukan hambatan sedikitpun sejauh ini. Caiden mengeluarkan sebuah jarum suntikan dari saku celananya dan langsung menusukan jarum tersebut ke bahu kanan gadis itu tanpa berhati-hati atau bersusah payah, dia bahkan melakukan hal itu sambil mengemudi. Napas Aizha tercekat untuk sepersekian detik lalu dia kembali bernapas dengan pelan. Kali ini tanda tangannya berbentuk beda, jenis dan dosis yang berbeda untuk pekerjaan terakhir dirinya.
Sang asisten telah menyiapkan sebuah kamar di penginapan yang tak jauh dari gunung itu, Caiden mengendarai mobilnya kesana. Dia mengendong Aizha seperti pasangan pengantin, orang-orang tak akan curiga, hanya berpikir gadisnya hanya tertidur saja dan mereka terlihat cukup romantis. Caiden berdiri di depan resepsionis menyebutkan namanya dan wanita itu menyerahkan kunci kamar namun melihat kedua tangan Caiden terlalu sibuk dengan tubuh Aizha dan tasnya, wanita itu mengajukan diri untuk mengantar mereka ke kamar dan membantu dirinya untuk membuka pintu. Setelah mereka masuk ke dalam kamar itu, pintu kamar tertutup kembali, Caiden membaringkan tubuh gadis itu di atas tempat tidur.
Rambut panjang bergelombang gadis itu terurai menutup wajahnya, obat tidur yang digunakan Caiden hanya akan bertahan selama paling lama 3 jam. Caiden berdiri menjulang di depan gadis yang tak sadarkan diri itu, rambutnya, tubuhnya, aromanya, terasa nyaman bagi Caiden namun inilah pekerjaannya, hal terakhir yang harus di lakukan. Caiden berjalan menjauh dari ranjang tersebut, membuka ranselnya dan mengeluarkan pistol berjenis Colt M1911A1, memasang magazin yang berisi 3 peluru berjenis 45 ACP, tidak lupa juga dirinya memasang peredam. Caiden berjalan mendekati jendela kaca besar kamar itu, menutup gorden untuk menghalangi pandangan luar, memastikan pintu kamar telah terkunci dengan benar.
Tidak perlu khawatir pada CCTV karena asistennya pasti telah memanipulasi kamera tersebut. Kini Caiden kembali berdiri di depan tubuh Aizha yang masih terbaring dengan rambut menutupi wajahnya, tangan kanannya memegang erat pistol tersebut. Caiden menatap gadis itu, tangan kanannya kini terangkat tepat kearah kepala gadis itu, tangan Caiden sangat mantap dan tak bergetar sedikitpun seolah hal itu telah sangat terbiasa bagi dirinya. Ujung pistol Caiden bergerak untuk menyentuh Aizha, menyingkirkan rambut gadis itu dari wajahnya dan ekspresi Caiden masih datar. Kue perayaan…
Caiden tiba-tiba merasakan sesuatu, suatu peraasaan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, perasaan yang tiba-tiba muncul seolah baru saja keluar dari kotak yang dikunci rapat. Berdiri di hadapan tubuh gadis itu, menodongkan pistol kearahnya yang tak berdaya terasa begitu salah, seperti tengah menghadapi kematian anjing kecilnya saat ia berusia 15 tahun, menangisi makhluk itu dengan sia-sia. Jujur saja, ini bukan pertama kalinya Caiden membunuh seseorang yang lemah, gadis lemah yang tak berdaya yang bahkan tak mampu melawan balik, namun kali ini sungguh terasa begitu salah baginya. Gadis itu, gadis dengan rambut cokelat bergelombang itu, gadis yang berusaha tetap kuat untuk bertahan hidup dan betapa besar keinginannya untuk memberi kesempatan kepada sang adik merasakan dunia, sisi lebih baik dari duniayang dingin ini.
Caiden yang kini tengah dirasuki oleh keraguan dalam dirinya, keraguan yang tak pernah ada selama ia bekerja sebagai pembunuh bayaran selama lebih dari 20 tahun, keraguan yang tak ia rasakan saat ia berhadapan dengan berbagai jenis korbannya memilih duduk diatas ranjang tepat di samping tubuh gadis itu, menatap pistol di genggamannya. Caiden mendongak menatap CCTV, bertanya-tanya apa asistennya bisa melihat dirinya saat ini? dan apa si anonim yang menginginkan gadis ini mati juga dapat melihat dirinya? ia yakin mereka pasti sedang binggung sekarang, seharusnya ini sudah selesai dari 15 menit yang lalu, seharusnya dirinya kini tengah berkendara kembali ke tempatnya, ke tempat persembunyiannya, menjalani kehidupannya yang *normal* mengelola pabrik senjata.
Saat Caiden hanyut dalam pemikirannya yang ajak, suara ponsel terdengar nyaring menggema ke seluruh area kamar itu. Caiden berpikir mungkin si anonim telah menghubunginya untuk mengancam dirinya namun yang berdering adalah ponsel Aizha yang sedari tadi berada bersamanya, Caiden selalu membawa ponsel korban untuk di musnahkan.
Panggilan tak terjawab dari Nuka lalu satu pesan masuk.
^^^Nuka:^^^
^^^kapan kakak akan pulang?^^^
^^^Pemandangannya cantik, aku akan cepat besar dan kakak harus membawaku kesana^^^
“Sialan, Kini kamu berhutang nyawa padaku and you can’t runaway from me!!” Caiden memasukan kembali pistolnya, untuk alasan apapun kue perayaan hanya akan menjadi miliknya dan dia tak akan menyerahkan gadis ini pada siapapun. Caiden mengangkat tubuh Aizha ke bahunya lalu membawa gadis itu kembali ke mobilnya, mengembalikan kunci kamar pada wanita yang berada di resepsionis itu, wanita itu walaupun menunjukan ekspresi kaget dan binggung tetap tak mengatakan apapun pada kepergian Caiden.
Caiden kini mempertanyakan dirinya, mempertanyakan keputusannya saat ini dan hal lain yang perlu Caiden pikirkan adalah kemana mereka harus pergi saat ini.
Setelah beberapa lama berkendara, Aizha yang berada di sampingnya mulai mengeliat dan perlahan membuka matanya, gadis itu sadar lebih cepat dari dugaan Caiden.
“kita kembali?” tanya Aizha dan Caiden hanya mengangguk.
“sudah berapa lama kamu berkendara? Mau bergantian?! Kamu terlihat lelah” kata Aizha sambil memperbaiki posisinya dan merasa cukup pusing namun mencoba menahannya. Caiden memperhatikan Aizha beberapa kali untuk menilai keadaannya dan akhirnya setuju, dirinya butuh merokok dengan lebih baik untuk menyingkirkan kabut di kepalanya, sejujurnya dia penasaran apa konsekuensi yang akan diberikan oleh si anonim sialan itu jika ia tidak bisa menyelesaikan tugasnya, siapa orang ini dan seberapa berpengaruh dirinya. namun orang itu tentu tak akan berhenti semudah itu, dia akan mencari orang lain untuk membunuh gadis ini dan mungkin bahkan dirinya juga.
Selama Aizha berkendara, gadis itu menyalakan radio agar mobil mereka tak begitu sepi sedangkan Caiden hanya merokok sambil menatap keluar jendela yang terbuka lebar. Semua hal ini, semua yang terjadi dari di penginapan itu benar-benar diluar rencana dan dugaan Caiden, dirinya bahkan tak menyangka akan melakukan hal-hal ini, duduk sambil merokok di samping gadis yang seharusnya kini telah mati, tergeletak di kamar penginapan dengan berlumuran darah di seluruh tubuhnya dan besok akan masuk berita.
Tak akan ada berita, tak ada ranjang dengan mayat berlumuran darah, hanya ada dirinya yang terancam akan dihabisi oleh psikopat yang tak ia kenal. Apa yang akan dikatakan oleh asistennya sekarang? Pria itu selalu punya kata-kata motivasi yang bagus. Caiden takut? Entahlah, dia hanya merasa tertantang dan penasaran namun tidak menutup kemungkinan nyawanya kini terancam dan dapat dibunuh kapanpun.
Mudah saja untuk kembali melanjutkan rencana yang gagal itu, jalanan hutan ini cukup sepi dan bahkan Caiden tak peduli jika ada CCTV yang terpasang di jalan ini, dia bisa mengeluarkan pistolnya kembali kapan saja dan langsung menembak kepala gadis itu dan itu bahkan tidak akan begitu sulit, keluar dari mobil mencari mobil lain lalu pergi kembali ke tempatnya, mandi dan beristirahat dan semua selesai, sangat selesai.
“aku lapar” kata Aizha menyeret pikiran Caiden kembali ke kenyataan.
“ayo cari tempat makan, aku juga… cukup lapar” Caiden melempar rokoknya yang telah pendek ke jalanan dan kembali menutup jendela.
Cukup lama sampai mereka dapat menemukan rumah makan sederhana, tempat ini benar-benar terasingkan dan di hutan. Mereka terpaksa makan di sana. Tidak seperti saat mereka datang malam kemarin, Caiden terlihat lebih dingin dan pendiam sampai beberapa detik Aizha khawatir ada makhluk lain yang merasuki dirinya.
...☠️☠️☠️...
“Kita akan menjemput Nuka dan tinggal di tempatku untuk beberapa saat” akhirnya Caiden mengatakan sesuatu dalam kalimat yang panjang namun itu bukan sesuatu yang Aizha harapkan ia dengar.
“apa? Kenapa?” Aizha secara otomatis melirik Caiden sekilas lalu kembali fokus pada jalanan.
“I can’t tell you, tapi harus, demi keselamatanmu”
“apa? Itu tidak masuk akal dan lagian Nuka harus bersekolah” Aizha bersikeras menolak.
“aku lelah, jangan buat semua hal ini sia-sia” Caiden membentak membuat Aizha kaget, gadis itu dengan spontan mengerem dengan mendadak membuat ban mobil depan berdecit.
“maafkan aku, setidaknya dengarkan aku” Caiden menyesal, merasa buruk sekaligus lelah, tidak seperti yang ia bayangkan, menghadapi gadis ini ternyata tidak semudah itu.
Kini mereka kembali berganti posisi, Caiden kembali memegang stir dan Aizha hanya diam saja. Aizha sama sekali tidak dapat memahami situasi mereka saat ini, mereka hanya pergi sehari, mendaki gunung dengan damai lalu langsung berkendara kembali pulang dan sekarang pria itu mengatakan ada yang mengejar dirinya dan mereka sedang dalam bahaya?! Dan Aizha terlibat pada semua ketidakjelasan itu hanya karena dirinya bersama pria itu?! sekeras apapun Aizha memikirkannya, tak ada yang masuk akal untuknya saat ini.
Jika kita melihat sikap Caiden, pria itu bukan tipe orang yang akan berbohong atau melakukan lelucon seserius itu, walaupun dirinya banyak misteri dan terkesan menutup-nutupi, Aizha yakin pria itu tidak sedang bercanda saat ini.