NovelToon NovelToon
Cerita Kita

Cerita Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Idola sekolah
Popularitas:636
Nilai: 5
Nama Author: cilicilian

kisah cinta anak remaja yang penuh dengan kejutan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cilicilian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Galau

"Dara, Dara, Dara… Kamu bikin aku gila!" Andra menggeram, suaranya lebih seperti erangan ketimbang kata-kata yang terucap. Ia mengusak rambutnya dengan frustasi, jari-jarinya mencengkeram rambutnya dengan keras. Kamarnya berantakan, mencerminkan kekacauan di dalam hatinya.

Kegelisahan menyerang Andra. Ia berguling-guling di atas kasurnya, tubuhnya tak tenang. Pikirannya penuh dengan Dara, dengan sikap Dara yang sulit dibaca, dengan hubungan Dara dan bersama pria tadi yang tampak sangat dekat. Ia merasakan sebuah kecemburuan yang menggila, sebuah rasa kehilangan yang tak bisa ia jelaskan. Semua itu membuatnya frustasi.

Ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Ia berhenti berguling, napasnya terengah-engah. "Andra, bangun! Makan malam!" suara ibu Andra terdengar dari luar kamar. Suaranya lembut, namun tegas.

Andra bangun dari tempat tidurnya, memperbaiki sedikit penampilannya sebelum membuka pintu. "Andra lagi males makan, Mom," ujarnya, suaranya lemah, menunjukkan keengganannya untuk makan.

Ibunya tersenyum, "Mommy udah masak makanan kesukaan kamu, loh, Ndra. Masa nggak mau makan?" Ibunya mencoba untuk membujuknya, namun Andra masih tampak lesu.

"Andra lagi galau, Mom. Jadi lagi nggak nafsu makan," jawab Andra, jujur mengenai perasaannya. Ia tak bisa menutupi rasa kecewanya dan perasaan yang kompleks yang ia rasakan.

Ibunya mengusap rambut Andra dengan lembut, "Alah, anak bujang Mommy bisa-bisanya galau. Cepet turun makan. Papah udah nunggu di bawah. Jangan galau mulu," ujarnya, nada suaranya menunjukkan kehangatan dan kesabaran. Ia memahami perasaan putranya, namun ia juga ingin Andra untuk tetap kuat dan tidak terlalu larut dalam kesedihan. Kemudian, ia berlalu meninggalkan Andra yang masih tersisa dalam lamunan dan kecemasan akan Dara.

Setelah kepergian ibunya, keheningan menyelimuti kamar Andra. Ia memandangi bayangannya di cermin, melihat rambutnya yang berantakan dan pakaiannya yang kusut. Bayangan itu seakan mencerminkan keadaan hatinya yang juga berantakan dan kusut. Ia menghela napas panjang, kemudian mulai merapikan rambutnya dan mengatur pakaiannya. Ia ingin menunjukkan penampilan yang baik di hadapan orang tuanya, meskipun hatinya masih penuh dengan kekacauan.

Ia turun ke ruang makan, langkah kakinya agak lambat, menunjukkan bahwa perasaannya masih belum tenang. Kedua orang tuanya sudah duduk di meja makan, suasana tampak tenang dan nyaman. Namun, Andra merasakan sesuatu yang kurang.

Matanya mencari-cari keberadaan seseorang yang tak nampak batang hidungnya di ruang makan. "Kak Lea mana Mom?" tanya Andra, ia terbiasa makan malam bersama keluarganya, dan ketidakhadiran Kakak perempuannya itu membuat suasana ruang makan menjadi terasa kurang.

Ayahnya menjawab, "Dia masih di kantor, Papah." Suaranya tenang, memberi tahu Andra tentang Lea yang masih bekerja di kantornya.

"Kok Papah nggak nemenin Kak Lea sih?" Andra bertanya lagi, Andra merasakan kekhawatiran pada kakak perempuannya itu.

Ayahnya tersenyum sedikit, "Nggak mau. Katanya mau dijemput sama pacarnya." Jawaban ayahnya membuat Andra terkejut.

Ia tak pernah menduga bahwa Kak Lea sudah memiliki pacar. Ia merasa sedikit heran dan penasaran dengan hal ini. Ia ingin mengetahui lebih banyak tentang pacar kakaknya. Pikirannya kembali tertuju pada Dara dan Pria tadi, ia.membandingkan situasinya dengan kakaknya.

"Lah, siapa pacar Kak Lea? Emang ada yang mau sama perempuan aneh kaya Kak Lea?" tanya Andra, suaranya menunjukkan ketidakpercayaannya. Ia mengenal kakaknya dengan baik, dan ia menganggap kakaknya adalah orang yang unik dan sedikit aneh. Pertanyaan itu keluar secara spontan, menunjukkan rasa kebingungan dan keheranannya.

Ibunya menatap Andra dengan tatapan yang menunjukkan kekesalan dan cinta campur aduk. "Mulutnya, Ndra!" ujarnya, nada suaranya menunjukkan kekesalannya pada perkataan Andra. Namun, ia juga memahami bahwa Andra hanya bercanda.

Andra tersenyum kecil, "Hehe, iya, Mom." Ia mencoba untuk menghilangkan suasana tegang yang tercipta karena perkataannya. Ia tahu ibunya sangat menyayangi kakaknya.

Ibunya menyendokkan nasi ke piring Andra, gerakannya lembut namun tegas. "Udah, nih, makan dulu. Kamu perlu isi tenaga, biar nggak galau mulu," ujarnya, nada suaranya menunjukkan sebuah kehangatan yang dicampur dengan sedikit godaan. Sebuah senyum halus tersungging di bibirnya, menunjukkan bahwa ia mengejek Andra yang bisa-bisanya anak seganteng dia bisa terlihat galau karena perempuan.

Andra mengerutkan keningnya, pipinya kemerahan. Ia merasa sedikit tersinggung dengan godaan ibunya. "Mommy!" rengeknya, suaranya menunjukkan rasa protes yang dicampur dengan manja. Ia tak mau dijadikan bahan ejekan ibunya, meskipun ia tahu ibunya hanya bercanda.

Ibunya tersenyum lebih lebar, "Makan aja dulu, daripada galau terus." Ia menaruh sayur dan lauk lainnya di piring Andra. Ia ingin Andra untuk menghilangkan rasa sedihnya dan fokus pada makanan yang sedang di hadapannya.

Mereka bertiga kemudian menikmati makan malam dengan suasana yang lebih rileks dan santai. Meskipun Andra masih merasa sedikit galau, namun ia berusaha untuk tidak menunjukkannya di hadapan orang tuanya. Ia ingin memberikan suasana yang nyaman dan bahagia bagi keluarganya.

Suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring menciptakan suara yang menenangkan, membuat suasana makan malam menjadi lebih hangat dan berkesan.

Sementara orang yang digalaukan oleh Andra sedang berbahagia. Terlihat raut bahagia yang terpancar di wajah Dara. Di kursi penumpang, Dara tersenyum lepas. Cahaya lampu jalan kota menemani perjalanan mereka, mencerminkan kebahagiaan yang memancar dari wajahnya.

Suasana di dalam mobil hangat dan nyaman, berbeda sekali dengan rasa gelisah yang saat ini sedang menyerang Andra. Dara benar-benar menikmati waktu bersama Nino, waktu yang berharga dan tak tergantikan. Ia lupa akan segala masalah dan kecemasan yang menyertainya. Ia hanya fokus pada kebahagiaan yang ia rasakan saat ini.

Mobil terus melaju menuju rumah Dara. Sepanjang jalan, mereka berbincang tentang berbagai hal, dari hal-hal sepele sampai hal-hal yang lebih serius. Mereka saling berbagi cerita, saling mendengarkan, dan saling memberikan dukungan.

Tiba-tiba saja Nino merasa bersalah pada Dara, "Ra, maaf, ya. Gara-gara Abang ada urusan, kamu nggak jadi main ke mall." Suaranya menunjukkan penyesalan yang tulus. Ia merasakan bahwa ia telah mengecewakan Dara.

Dara tersenyum simpul, menunjukkan bahwa ia memahami keadaan Nino. "Nggak papa, Bang. Aku malah berterimakasih banget sama Abang karena Abang udah mau nemenin aku makan sama nonton tadi," jawabnya, suaranya lembut dan menenangkan. Ia menunjukkan bahwa ia tidak marah atau kecewa pada Nino. Ia menikmati waktu yang telah dihabiskan bersama Nino.

Nino menatap Dara, "Lain kali, Abang akan ajak kamu main sepuasnya." ucap Nino.

Dara hanya menganggukan kepalanya. Ia meremat jari-jarinya, merasakan debaran jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Pipinya merah padam, menunjukkan perasaannya yang bercampur aduk. Ia menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan, mencoba untuk menenangkan diri.

Nino, yang peka terhadap perubahan perilaku Dara, mengamati wajah Dara yang merah padam. Ia merasa khawatir, "Ra, kamu sakit?" tanyanya, suaranya menunjukkan kekhawatirannya. Ia ingin memastikan kondisi Dara.

Dara terkejut dengan pertanyaan Nino. "Ee... Ngak, Bang," jawabnya,suaranya sedikit gemetar, menunjukkan kegugupannya. Ia mencoba untuk menutupi perasaannya, namun pipinya masih merah padam.

Kekhawatiran Nino semakin bertambah. Ia menepikan mobilnya di tepi jalan, menghentikan mobil dengan hati-hati. Ia kemudian mengecek suhu badan Dara dengan menyentuh dahi dan pelipis Dara. "Ra, suhu badan kamu normal. Tapi kok muka kamu masih merah kaya gitu?" tanyanya lagi, masih khawatir tentang kondisi Dara.

Dara mencoba untuk terlihat santai, namun jari-jarinya masih meremas satu sama lain dengan kuat. Ia menatap Nino, mencoba untuk menunjukkan ekspresi wajah yang biasa saja, ia mencoba untuk mencari alasan, "Oh, ini, Bang. Aku kepanasan. Kan aku belum mandi," ujarnya, mencoba untuk meyakinkan Nino agar Nino tidak curiga tentang detak jantungnya yang kian berdetak kencang. Ia merasa malu untuk mengakui yang sedang terjadi padanya.

Nino mengamati Dara dengan seksama. Ia melihat kegelisahan yang terpancar dari mata Dara, dan ia merasakan bahwa Dara sedang menutupi sesuatu. Namun, ia tidak ingin mendesak Dara.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!