"Jadilah istri Tuan Roger agar hutang paman menjadi lunas!"
Nazura tidak mampu menolak perintah sang paman untuk menikah dengan orang yang bahkan sama sekali belum pernah ia temui. Namun, meskipun berat tetap ia lakukan untuk membalas jasa sang paman yang sudah membesarkan.
Setelah pernikahan itu terjadi, ternyata kehidupan Nazura tidaklah lebih baik. Justru kesabarannya terus diuji.
Lantas, bagaimana kisah Nazura selanjutnya? Akankah gadis itu menemukan kebahagiaan?
Simak Kisahnya di sini.
Jangan lupa dukung karena dukungan kalian sangat berarti ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GPH 12
Sejak pagi Nazura merasa heran dengan sikap Devi yang tidak seperti biasanya. Gadis itu seolah sedang menjaga jarak darinya. Tiap kali Nazura bertanya, Devi hanya membalas dengan anggukan atau gelengan saja. Membuat Nazura benar-benar merasa heran. Ia berusaha mengingat apakah ada kesalahan yang diperbuat tanpa disadari, tetapi seingatnya ia tidak berbuat salah karena hubungan mereka pun dari kemarin masih baik-baik saja.
"Ini uang satu juta yang akan kamu pinjam." Devi menyerahkah sepuluh lembar uang seratus ribuan kepada Nazura dan langsung pergi begitu saja.
"Tunggu, Dev!" teriak Nazura lantang. Menghentikan langkah Devi yang hampir sampai di samping motornya.
"Aku tidak jadi meminjamnya," kata Nazura pelan. Memberikan kembali uang tersebut kepada Devi.
"Kenapa? Bukankah kamu membutuhkannya?" tanya Devi tanpa berniat menerima kembali uang tersebut.
"Aku lupa kalau punya uang simpanan. Nanti aku pakai uang itu saja." Padahal Nazura sama sekali tidak memiliki uang simpanan. Ia sengaja berbicara seperti itu karena tidak enak hati setelah melihat respon Devi yang tidak bersahabat ketika memberikan pinjaman tadi.
"Kalau kamu butuh, kamu pakai saja dulu. Uang simpanan itu biar tetap kamu simpan saja. Barangkali ada kebutuhan mendadak nantinya," kata Devi.
"Tidak perlu, Dev. Terima kasih banyak. Em, Dev, aku mau bertanya padamu. Apa aku ada salah denganmu? Kenapa aku merasa hari ini kamu menjauhiku?" tanya Nazura pada akhirnya. Benar-benar tidak bisa memendam kegelisahan hatinya.
Devi tidak menjawab. Hanya mengendikkan kedua bahu. Hal itu pun semakin membuat Nazura curiga kepadanya. Ia merasa yakin kalau ada yang disembunyikan oleh sahabatnya.
"Kalau aku ada salah denganmu maka katakan sejujurnya apa kesalahanku, Dev. Jangan sembunyikan apa pun karena kupikir kita ini sahabat yang baik," ujar Nazura. Namun, ucapan itu justru membuat sudut bibir Devi tertarik. Ia tersenyum miring.
"Asal kamu tahu, Na. Aku selalu menganggap kamu sebagai sahabat terbaikku, tapi sepertinya tidak untukku. Aku baru menyadari kalau aku ini bukanlah sahabat baikmu," ucap Devi setengah menyindir.
"Kenapa kamu bilang begitu, Dev. Kamu ini sahabat baikku. Bukankah kamu sudah tahu kalau hanya kamu satu-satunya sahabat yang kupunya." Nazura menimpali ucapan Devi tanpa melepaskan tatapan dari gadis itu.
"Na, mana mungkin aku sahabat baikkmu kalau kamu saja masih menyembunyikan sesuatu dariku."
"Aku tidak menyembunyikan apa pun, Dev."
"Kamu yakin, Na?" tanya Devi begitu menuntut. Namun, Nazura hanya mengangguk cepat dan ia melupakan satu hal kalau ada sebuah kebenaran yang masih disembunyikan. "Baiklah. Mungkin aku tidak boleh tahu soal pernikahanmu dengan pria tampan yang beberapa kali membeli sepatu di toko ini."
Nazura menutup rapat bibirnya. Merasa terkejut ketika mendengar ucapan Devi. "Da-dari mana kamu tahu, Dev?" tanya Nazura terbata.
"Kamu tidak perlu tahu dari mana aku mengetahuinya, tapi intinya aku kecewa padamu. Ternyata kamu sudah berbohong kepadaku selama ini." Devi memakai helm tanpa peduli kepada Nazura yang sudah memasang wajah memelas dan meminta Devi agar tidak pergi dari sana.
"Aku mohon, biar aku ceritakan semuanya, tapi jangan pergi, Dev." Nazura memegang motor Devi untuk menahan agar gadis itu tidak pergi.
Melihat sahabatnya yang begitu memohon membuat Devi menjadi tidak tega meskipun gadis itu sedang merasa sangat kecewa. Pada akhirnya, mereka pun duduk berdua di sebuah taman dan Nazura mulai menceritakan semuanya tanpa ada yang ditutupi sama sekali. Bercerita tentang dirinya yang dijadikan penebus hutang oleh sang paman.
"Kurang ajar sekali! Mereka benar-benar tidak ada otak!" omel Devi ketika Nazura baru saja selesai bercerita. "Lalu kenapa tidak kamu jual saja rumah peninggalan orang tuamu. Bukankah itu cukup untuk membayar hutangmu?"
Nazura menggeleng mendengar pertanyaan sahabatnya. "Sampai kapan pun aku tidak akan menjualnya. Banyak kenangan di sana dan aku tidak akan melepaskan begitu saja. Lagi pula, sampai sekarang Tuan Roger masih memperlakukanku dengan baik."
"Tapi, Na. Aku khawatir kamu akan terluka suatu saat nanti. Aku tidak mau terjadi apa pun kepadamu," ujar Devi. Sudut bibir Nazura tertarik, ia tersenyum ketika merasakan betapa perhatiannya sang sahabat kepadanya.
"Berdoalah, semoga aku selalu baik-baik saja." Nazura mengusap pundak sahabatnya.
"Baiklah, sekarang apa aku boleh bertanya satu hal padamu?" Devi terlihat ragu-ragu.
"Apa?" tanya Nazura setelah cukup lama menunggu dan Devi hanya diam saja.
"Na ... katakan yang sejujurnya. Apa kamu sudah pernah ber-anu ria dengan pria tampan itu?"
"Anu ria apa, Dev? Berbicaralah yang jelas." Nazura mulai sedikit kesal.
"Malam pertama, bercumbu mesra, beradu des*han dan—"
"Otakmu, Dev!" Nazura menonyor sahabatnya karena kesal dengan mulut gadis itu yang begitu ceplas-ceplos.
suka nih peran cewe begini