Bukan Suami Pengganti

Mari aku tunjukan untukmu, sebentuk perjalanan yang melintasi sejuta titian mimpi dan bantalan imajinasi. Berayun dari setiap dahan kehidupan, melompat dan berlari melewati jebakan rindu dan benci.

Di sini, pada pinggiran hati yang cenderung menangisi setiap sisi kenangan bahagia ataupun sedih. Kehilangan atau mendapatkan, semua susunan memori telah membentuk semacam prasasti. Tentang perjalanan ini, tentang engkau dan aku yang datang dan pergi tanpa kata perpisahan yang baik, kecuali senyum yang menusuk perasaan..

Ini jalan kita.

Padang savana yang maha luas, berhias serpihan pelangi di setiap persinggahan. Masih seperti sediakala, saat kita pertama menentukan langkah dengan perasaan berbunga-bunga. Bergandengan tangan menguatkan rasa bahwa kita benar-benar ada.

Namun, hanya bayangan semu masa lalu.

''Bagaimana perasaannya mu malam ini.?''

''Entah lah, mungkin ini jalan yang harus aku tempuh.'' Menatap air danau yang tenang. Langkah kaki mereka berdua membawa nya ke sebuah danau yang indah di malam hari. Dengan bayangan bulan yang berada di atas air.

Alam

Penghapus lelah dan kepenatan, menghibur hati dikala bimbang.

Danau anugrah Tuhan.

Danau pemberi ketenangan.

Pada setiap mata yang memandang.

''Apa kamu yakin, tetap melanjutkan pernikahan ini dengan ku. ?''

''Masih dalam berusaha, karena aku saat ini ada di fase paling terendah, dan membutuhkan perjuangan ektra.''

Dengan wajah yang sendu, menatap lurus di depan sana. Air yang tenang berusaha menenangkan siapa saja yang sedang menatap nya.

''Aku tau, kamu masih meragukan niat baik ku dalam pernikahan ini. Dan aku tidak akan menyakinkan diri mu, Mas. Biar lah waktu yang akan menjawab nanti nya, kita hanya perlu apa yang harus kita lalukan ke depan nya.''

''Bolehkah aku memeluk mu, ?''

''.... ''

''Hmmm maaf, bukan mencari kesempatan dengan ke adaan.'' Tersenyum kaku, kemudian melangkah maju ke pinggiran danau.

Eva menoleh ke arah suami nya, ''Kenapa tidak boleh, '' Lirih nya hampir tak terdengar.

Entah lah, dorongan dari mana hingga Eva berani memeluk suami nya dari belakang. Menyandarkan kepala di punggung sang suami dengan di susul air mata mulai berjatuhan tanpa dia minta.

Semula Arsen yang mendadak dipeluk, hampir kehilangan ke seimbangan tubuh nya.

Arsen yang tidak ingin membuang-buang waktu, ingin cepat balik badan dan memeluk sang istri.

Namun, mendengar isakan kecil dan di susul basah nya baju yang dia kenakan mengurung niat nya.

''Mungkin dia membutuhkan sandaran. '' Pikir Arsen memejamkan kedua mata nya. Menikmati angin malam yang menerpa kulit nya.

Keheningan menyelimuti bumi, tinggal suara daun jatuh menggubah sajak di hamparan gelap.

Terkadang diam adalah teriakan paling keras yang menembus keheningan.

Terkadang, hening adalah cara seseorang mengungkapkan rasa sakit. Sedangkan malam tak pernah gagal membunuh jiwa yang sunyi.

"Bicaralah ketika apa yang kamu bicarakan lebih baik dari pada keheningan.?" Ucap Arsen, menyentuh tangan sang istri yang melingkar di perut nya.

Memutar tubuh nya dan berhadapan langsung dengan sang istri. Yang kini menundukkan kepala nya ke bawah. Dengan pundak yang masih bergetar dalam diam.

Bergerak refleks, tangan Arsen mengangkat dagu Eva untuk menatap ke arah nya.

''Aku harap, ini yang terakhir kamu menangis karena kakak ku, Juan.'' Beritahu Arsen, dengan lembut mengusap bibir bawah dengan ibu jari nya.

Perlahan pasti, Arsen mengikis jarak dengan wajah istri nya, yang kini justru memejamkan ke dua mata dengan sadar atau tanpa sadar.

Sekian detik, Ciuman itu dimulai dengan saling mengunci bibir satu sama lain. Dengan gerakan lembut bibir Arsen dengan Eva saling bersentuhan, membuka mulut secara perlahan, bibir kedua nya saling melakukan permainan lidah.

Hampir sepuluh menit ciuman itu berlangsung, dan mereka berdua baru menyudahi ciuman yang semakin lama semakin menuntut.

Kedua nya saling pandang, setelah pagutan bibir mereka terlepas.

Eva menundukkan kepala nya, melihat rumput di bawah, mengingat barusan terjadi pipi Eva tiba-tiba merona karena malu. Kedua tangan nya saling bertautan, salah tingkah sendiri karena ini baru pertama kali nya dia berciuman.

''Sejak kapan dia bisa berciuman seperti tadi, ?'' Pikir Eva.