NovelToon NovelToon
Kisah Nyata - Harga Sebuah Kesetiaan

Kisah Nyata - Harga Sebuah Kesetiaan

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah Karena Anak / Beda Usia / Kontras Takdir / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Sad ending / Janda
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

HARGA SEBUAH KESETIAAN
100% diambil dari kisah nyata
Dewanga hanya ingin diterima. Setelah ditolak berkali-kali karena miskin, ia menikahi Tini—janda delapan tahun lebih tua—dengan harapan menemukan pelabuhan. Yang ia dapat adalah badai tanpa henti. Enam tahun pernikahan menjadi neraka: bentakan setiap hari, hinaan di meja makan, ancaman diusir dari rumah yang bukan miliknya.
Ia terperangkap. Ingin pergi, tapi Aini—putri kecilnya—adalah satu-satunya cahaya dalam kegelapan. Ketika cinta berubah menjadi penjara, dan kesetiaan menjadi racun, Dewanga harus memilih: bertahan hingga hancur, atau berani menyelamatkan dirinya dan anaknya.
Sebuah kisah yang memilukan tentang cinta yang salah, kesetiaan yang keliru, dan keberanian untuk memilih hidup.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17: Penerimaan yang Dirindukan

Dua bulan berlalu sejak Dewanga dan Tini sering bertemu.

Hubungan mereka berubah—dari pedagang dan pembeli, menjadi teman, lalu menjadi... sesuatu yang lebih.

***

Malam Minggu, setelah pasar malam tutup, Dewanga dan Tini duduk di warung kopi pinggir jalan.

Dua gelas teh manis di atas meja. Lampu warung remang-remang. Suara jangkrik bersahutan di malam yang sepi.

"Mas Dewa... boleh aku tanya sesuatu?" Tini menatap Dewanga dengan mata yang serius.

"Boleh, Bu. Tanya aja."

Tini ragu sebentar. Lalu ia bertanya pelan. "Mas... pernah punya pacar?"

Dewanga terdiam. Pertanyaan itu menusuk—membuka luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.

"Pernah," jawabnya pelan. "Tapi... gak jadi."

"Kenapa?"

Dewanga menarik napas panjang. "Karena aku miskin. Kerja gak jelas. Gak ada masa depan. Kata-kata yang sama terus. Udah tiga kali aku ditolak, Bu. Semua karena alasan yang sama."

Tini terdiam. Ia meraih tangan Dewanga di atas meja—genggamannya lembut tapi erat.

"Mas... orang-orang yang nolak Mas itu... mereka buta. Mereka gak liat hati Mas. Mereka cuma liat uang."

Dewanga menatap tangan Tini yang menggenggam tangannya. Hangat. Tulus—atau setidaknya, terasa tulus.

"Bu Tini... aku capek, Bu. Capek direndahin. Capek dibilang gak berguna. Capek kerja keras tapi tetep dianggap sampah."

Tini menggenggam lebih erat. "Mas bukan sampah. Mas berharga. Mas kerja halal. Mas jujur. Mas baik sama orang lain. Itu... itu lebih berharga dari uang."

Air mata Dewanga hampir keluar, tapi ia menahannya. "Tapi kenyataannya... gak ada yang mau nerima aku apa adanya, Bu."

Tini menatapnya dalam-dalam. Lalu ia berbisik pelan—suara yang penuh dengan sesuatu yang Dewanga rindukan selama ini.

"Aku mau, Mas."

Dewanga terdiam. Jantungnya berdegup kencang.

"Aku mau nerima Mas apa adanya. Aku gak peduli Mas kerja apa. Aku gak peduli Mas punya uang banyak atau gak. Yang penting... Mas baik. Mas tulus. Mas sayang sama orang lain."

Dewanga menatap Tini dengan mata berkaca-kaca. "Bu... serius?"

"Serius, Mas. Aku udah liat Mas selama dua bulan ini. Aku tau Mas orang kayak apa. Dan aku... aku mulai sayang sama Mas."

Hening.

Hanya suara angin malam dan jangkrik yang terdengar.

Dewanga tidak tahu harus bilang apa. Hatinya bergejolak—antara bahagia, takut, dan ragu.

"Bu Tini... tapi... Ibu janda. Punya anak. Usianya lebih tua dari aku. Orang-orang pasti bakal ngomongin."

Tini menggeleng. "Aku gak peduli omongan orang, Mas. Yang penting... hati kita. Aku cuma mau orang yang tulus. Orang yang sayang sama Eka. Orang yang gak bakal ninggalin aku kayak Fiko."

Dewanga menatap Tini lama. Di mata wanita itu, ia melihat sesuatu yang selama ini ia cari.

Penerimaan.

Seseorang yang mau menerima dia apa adanya. Tidak peduli dia miskin. Tidak peduli dia cuma pedagang gorengan. Tidak peduli dia tidak punya apa-apa.

"Mas Dewa..." Tini meremas tangan Dewanga lembut. "Aku gak maksa. Kalau Mas gak mau, aku ngerti. Tapi... aku cuma mau Mas tau... aku sayang sama Mas."

Dewanga menutup mata. Dadanya sesak. Pikirannya kacau.

Tapi hatinya berteriak satu hal:

*Akhirnya. Akhirnya ada yang mau nerima aku.*

Ia membuka mata. Menatap Tini dengan tatapan yang penuh keputusan.

"Bu Tini... aku juga... aku juga sayang sama Ibu."

Tini tersenyum—senyum yang lebar, penuh kemenangan yang terselubung.

Ia memeluk Dewanga erat. "Terima kasih, Mas. Terima kasih udah mau nerima aku dan Eka."

Dewanga membalas pelukan itu. Menutup mata. Merasakan kehangatan yang sudah lama hilang dari hidupnya.

Tapi ia tidak tahu.

Bahwa kehangatan itu palsu.

Bahwa pelukan itu adalah jebakan.

Bahwa keputusan malam ini—keputusan yang ia buat karena lelah dihina dunia—akan menjadi awal dari neraka panjang yang tidak pernah ia bayangkan.

***

Malam itu, di bawah langit gelap tanpa bintang, Dewanga dan Tini resmi berpacaran.

Dan di suatu tempat, takdir sedang tersenyum getir—karena ia tahu, cinta yang lahir dari rasa kasihan dan keputusasaan...

Tidak akan pernah berakhir bahagia.

**[Bab 17 Selesai - 698 kata]**

1
Chanikya Fathima Endrajat
umur adeknya 20, dewa 22, telah bekerja 5 th sejak umur 17. wkt dewa kls 9, adiknya msh SD. setidaknya selisih umur mereka 3 th.
Seroja_layu
Astagfirullah nyebut Bu Nyebut
Dri Andri: nyata nya gitu kak
total 1 replies
Chanikya Fathima Endrajat
umur dewangga membingungkan, ketika ingin melamar anis umurnya br 19th, ketika falshback 10th yll, dewa sdh kls 9 (SMP) tdk mungkin umurnya wkt itu 9th kan thor
Dri Andri: ya saya salah maaf yaa...
karena kisah nya kisah nyata jadi saking takut salah pada alur intinya
alur di minta sama
peran, tempat di minta di random
maaf ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!