NovelToon NovelToon
Magang Di Hati Bos Muda

Magang Di Hati Bos Muda

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Keluarga / Teen School/College / CEO / Romansa
Popularitas:10
Nilai: 5
Nama Author: Mrs. Fmz

Satu kesalahan di lantai lima puluh memaksa Kirana menyerahkan kebebasannya. Demi menyelamatkan pekerjaan ayahnya, gadis berseragam putih-abu-abu itu harus tunduk pada perintah Arkan, sang pemimpin perusahaan yang sangat angkuh.
​"Mulai malam ini, kamu adalah milik saya," bisik Arkan dengan nada yang dingin.
​Terjebak dalam kontrak pelayan pribadi, Kirana perlahan menemukan rahasia gelap tentang utang nyawa yang mengikat keluarga mereka. Di balik kemewahan menara tinggi, sebuah permainan takdir yang berbahaya baru saja dimulai. Antara benci yang mendalam dan getaran yang tak terduga, Kirana harus memilih antara harga diri atau mengikuti kata hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11: Bayangan di Balik Jendela

Arkananta mencengkeram bahu Kirana dengan sangat kuat hingga gadis itu merintih kesakitan di tengah hiruk pikuk suara sirine kepolisian. Kabar mengenai hilangnya Pak Baskoro dari ruang perawatan intensif seolah menjadi petir yang menyambar di tengah badai yang belum juga mereda. Kirana menatap surat wasiat di tangannya dengan pandangan yang kosong, sementara air mata terus membasahi kertas tua yang sudah mulai rapuh tersebut.

"Lepaskan saya, Tuan, atau haruskah saya memanggil Anda dengan sebutan kakak?" suara Kirana terdengar sangat getir dan penuh dengan racun kemarahan.

Arkananta tidak bergeming, matanya justru menyisir setiap sudut taman yang gelap dengan kewaspadaan yang sangat tinggi. Ia menarik Kirana masuk kembali ke dalam rumah utama yang sebagian dindingnya sudah hangus menghitam akibat ledakan tadi. Para petugas kepolisian mulai memasang garis kuning di sekeliling area tersebut, namun Arkananta tidak memedulikan prosedur hukum yang sedang berjalan di rumahnya.

"Jangan pernah menyebut kata itu lagi jika kamu masih ingin melihat matahari terbit besok pagi, Kirana," ancam Arkananta dengan suara yang sangat rendah.

Kirana tersenyum sinis di tengah tangisnya, ia merasa tidak ada lagi ancaman yang bisa membuatnya takut setelah mengetahui kenyataan yang sangat menjijikkan ini. Ia merasa telah dijadikan boneka permainan oleh seorang pria yang seharusnya melindunginya sebagai darah daging yang sama. Langkah kaki mereka bergema di lorong rumah yang sunyi, menciptakan irama yang sangat mencekam dan penuh dengan ketegangan.

"Anda takut jika rahasia ini terbongkar dan posisi Anda di perusahaan akan terancam oleh kehadiran saya?" tanya Kirana dengan nada bicara yang sangat menantang.

Arkananta menghentikan langkahnya secara mendadak tepat di depan sebuah cermin besar yang bingkainya terbuat dari emas murni. Ia menatap pantulan dirinya dan Kirana dengan tatapan yang sangat sulit untuk diartikan oleh siapa pun. Rahangnya yang sangat tegas tampak bergerak-gerak karena menahan amarah yang sudah meledak-ledak di dalam dadanya yang sesak.

"Perusahaan ini tidak ada artinya dibandingkan dengan nyawa yang sudah hilang karena ambisi paman saya yang gila itu," jawab Arkananta sambil memukul cermin tersebut hingga retak.

Kirana tersentak saat melihat serpihan kaca mulai berjatuhan ke atas lantai marmer yang sangat bersih dan berkilauan tersebut. Ia melihat darah segar mulai menetes dari kepalan tangan Arkananta, namun pria itu seolah tidak merasakan rasa sakit sedikit pun. Keheningan yang tercipta di antara mereka terasa sangat menyiksa, seolah waktu sedang berhenti berputar untuk meratapi kemalangan mereka berdua.

"Lalu kenapa Anda menyembunyikan saya di sini sebagai pelayan murahan?" tanya Kirana sambil menunjuk ke arah seragam sekolah mewahnya yang sudah sangat kotor.

Arkananta berbalik dan menatap Kirana dengan mata yang memerah karena perpaduan antara kelelahan yang luar biasa dan rasa bersalah yang mendalam. Ia mendekati Kirana hingga gadis itu terpojok ke dinding dingin yang dilapisi oleh kain sutra berwarna perak. Napas Arkananta yang hangat menerpa kulit wajah Kirana, namun kali ini terasa sangat menyesakkan dada dan penuh dengan keputusasaan.

"Karena di luar sana, ada ribuan orang yang ingin membunuhmu hanya karena kamu memiliki nama belakang Dirgantara," bisik Arkananta dengan nada suara yang sangat parau.

Kirana terpaku diam, mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari bibir pria yang penuh dengan tipu daya tersebut. Ia teringat akan pria bertopeng yang hampir saja menyembelih lehernya jika peluru Arkananta tidak datang tepat pada waktunya. Namun, rasa tidak percaya sudah terlanjur meracuni setiap sudut pikiran Kirana hingga ia tidak bisa lagi membedakan mana kebenaran dan mana kebohongan.

"Saya ingin bertemu dengan ayah saya, atau siapa pun pria yang Anda culik dari rumah sakit itu," tuntut Kirana dengan sapaan yang sangat tegas.

Arkananta mengambil telepon genggamnya dan segera menghubungi kepala pengawal pribadinya dengan gerakan yang sangat terburu-buru. Ia memerintahkan untuk melacak keberadaan ambulans liar yang diduga telah membawa lari Pak Baskoro dari area rumah sakit pusat. Wajah Arkananta tampak sangat pucat saat mendengar laporan bahwa sinyal pelacak pada tubuh Pak Baskoro telah dimatikan secara paksa.

"Mereka membawanya ke gudang tua di pinggiran kota, kita harus berangkat sekarang juga jika tidak ingin terlambat," ujar Arkananta sambil menarik tangan Kirana.

Kirana mengikuti langkah Arkananta menuju garasi rahasia yang terletak di bawah bangunan utama rumah mewah tersebut. Di sana berderet mobil-mobil hitam yang sudah dilengkapi dengan lapisan baja tahan peluru untuk keperluan darurat yang mendesak. Arkananta segera memacu mobilnya keluar dari rumah tersebut, menembus blokade polisi yang mencoba menghentikan langkah mereka dengan sangat paksa.

Di sepanjang perjalanan, Kirana hanya menatap keluar jendela dengan pandangan yang sangat nanar dan penuh dengan sisa trauma yang mendalam. Ia menggenggam surat wasiat ibunya dengan sangat erat seolah benda itu adalah satu-satunya pegangan hidup yang ia miliki saat ini. Jalanan kota yang sangat sepi di tengah malam membuat suasana di dalam mobil terasa semakin mencekam dan penuh dengan kecurigaan.

"Tuan, apakah benar ibu saya dibunuh oleh keluarga Anda?" tanya Kirana secara tiba-tiba tanpa menoleh ke arah Arkananta.

Arkananta mencengkeram kemudi mobilnya hingga buku-buku jarinya memutih pasi karena menahan gejolak emosi yang sangat hebat. Ia tidak segera menjawab pertanyaan tersebut, hanya suara deru mesin mobil yang terdengar sangat kencang memecah kesunyian malam yang dingin. Pertanyaan Kirana seolah membuka luka lama yang sudah berusaha ia tutup rapat-rapat selama belasan-tahun lamanya.

"Ibumu adalah wanita paling baik yang pernah saya kenal, dan saya bersumpah akan membalaskan setiap tetes darahnya," jawab Arkananta dengan nada yang sangat dingin.

Kirana memejamkan matanya, merasakan kepedihan yang luar biasa merayap ke seluruh bagian tubuhnya yang sudah sangat lemas. Ia tidak tahu siapa yang harus ia benci dan siapa yang harus ia percayai di tengah badai pengkhianatan yang sangat besar ini. Mobil mereka terus melaju kencang menembus kegelapan malam, menuju sebuah tempat yang mungkin akan menjadi saksi bisu pertumpahan darah berikutnya.

Saat mereka hampir sampai di gudang tua yang dimaksud, Arkananta tiba-tiba menginjak rem dengan sangat mendadak hingga ban mobil berdecit nyaring. Di depan mereka, sebuah bayangan hitam terlihat berdiri tepat di tengah jalan sambil memegang sebuah benda yang tampak sangat berbahaya. Cahaya lampu mobil menyorot tajam ke arah bayangan tersebut, menampakkan sosok yang sangat tidak terduga bagi Kirana dan Arkananta.

"Ayah?" teriak Kirana saat melihat Pak Baskoro berdiri tegak dengan sebuah senapan laras panjang yang diarahkan tepat ke arah kaca depan mobil mereka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!