Guang Lian, jenius fraksi ortodoks, dikhianati keluarganya sendiri dan dibunuh sebelum mencapai puncaknya. Di tempat lain, Mo Long hidup sebagai “sampah klan”—dirundung, dipukul, dan diperlakukan seperti tak bernilai. Saat keduanya kehilangan hidup… nasib menyatukan mereka. Arwah Guang Lian bangkit dalam tubuh Mo Long, memadukan kecerdasan iblis dan luka batin yang tak terhitung. Dari dua tragedi, lahirlah satu sosok: Iblis Surgawi—makhluk yang tak lagi mengenal belas kasihan. Dengan tiga inti kekuatan langka dan tekad membalas semua yang telah merampas hidupnya, ia akan menulis kembali Jianghu dengan darah pengkhianat. Mereka menghancurkan dua kehidupan. Kini satu iblis akan membalas semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11: BISIKAN PENGKHIANAT
PLAK!
“Arghh—ampun, Nyonya! A-ampun!”
Teriakan Min Mao menggema di dalam paviliun yang remang dan berbau dupa menyengat. Suara tamparan berulang kali terdengar, diiringi rintihan perih yang menyayat hati. Wajah gadis muda berambut pendek itu kini memerah dan bengkak, bibirnya pecah hingga darah segar menetes mengotori lantai kayu yang dipoles mengkilap.
Di hadapannya, Lady Mo Hua berdiri dengan napas memburu. Jubah sutranya yang mewah berwarna merah darah berkibar tiap kali tangannya terangkat, lalu mendarat keras tanpa ampun di pipi pelayan itu.
Di sudut ruangan, seorang pengawal bayangan bersenjata tombak hanya berdiri tegak, menonton tanpa ekspresi, matanya sedingin es.
“Bagaimana bisa... Bagaimana bisa sampah cacat itu menguasai Qi-nya lagi?!” Suara Mo Hua melengking tinggi, penuh histeria dan ketakutan yang disamarkan amarah. “Kau bilang kau sudah membereskan makanannya!”
“Aku tidak tahu apa-apa, Nyonya!” Min Mao terisak, suaranya pecah di antara sedu sedan. “Sungguh… setiap hari aku selalu memasukkan Bubuk Peluruh Dantian ke dalam masakannya sesuai perintah Nyonya. Dia selalu memakannya lahap, aku bersumpah demi nyawaku!”
“Pengkhianat!”
BUAGH!
Mo Hua menendang dada Min Mao hingga gadis itu terpental menghantam kaki meja. “Sekarang kau membantunya, hah?! Setelah semua emas yang kuberikan untuk keluargamu?! Kau pikir aku bodoh?!”
“A-ampun, Nyonya! Aku tidak berkhianat!” Min Mao merangkak kembali, bersujud sambil gemetar hebat. “Aku juga terkejut! Entah bagaimana, setelah dia menghadap Patriark… tiba-tiba dia berubah. Dia bisa memulihkan dantiannya. Itu pasti ada hubungannya dengan Patriark… bukan karena racun itu gagal!”
Wajah Mo Hua mengeras, namun tendangannya berhenti. Ia menjambak rambut Min Mao kasar, memaksa gadis itu menatap matanya yang nyalang.
“Patriark tidak peduli lagi pada bocah itu!” Mo Hua mendesis tepat di depan wajah Min Mao. “Dia punya Mo Feng. Anakku yang berbakat. Satu-satunya harapan klan ini! Mo Long hanyalah noda yang harus dihapus!”
Suara berat pengawal di sudut ruangan akhirnya memecah ketegangan. “Nyonya… jika Mo Long benar-benar lolos ujian kelayakan pendekar hari ini, dan masuk ke Akademi Kultus Iblis… Patriark pasti akan mulai meliriknya lagi. Posisi Tuan Muda Mo Feng sebagai pewaris tunggal bisa terancam.”
Mo Hua melepaskan jambakannya dengan kasar. Ia berdiri tegak, merapikan jubahnya. Matanya menyipit, merah menahan emosi.
“Kau pikir aku tidak tahu itu?!” teriaknya. Qi hitam tipis mulai bergetar di sekeliling tubuhnya, membuat udara di ruangan itu terasa berat menyesakkan. Ia kembali menatap Min Mao yang tersungkur.
“Apa emas dan perak yang kuberikan tak cukup bagimu? Atau kau sudah tak peduli pada nasib ayah dan adikmu di gubuk pinggiran hutan itu? Kau tahu aku bisa melenyapkan mereka malam ini juga!”
Tangan Mo Hua terangkat, kali ini dilapisi Qi Bayangan hitam pekat yang tajam, siap memenggal leher Min Mao.
“J-jangan, Nyonya! Jangan sentuh keluargaku!” Min Mao menjerit histeris, wajahnya penuh air mata, darah, dan ingus. “Mo Long… dia tak akan bisa lolos ujian! Aku… aku sudah mempersiapkan rencana cadangan!”
Gerakan tangan Mo Hua terhenti di udara. Tatapannya tajam menusuk. “Apa yang kau persiapkan?”
Min Mao menelan ludah yang terasa seperti pasir. Ia merangkak mendekat, lalu berbisik dengan suara gemetar. “Bekal perjalanannya… aku sudah menukarnya dengan ‘bumbu’ khusus. Bukan racun mematikan yang mudah dideteksi, tapi racun Herba Peluruh Qi. Qi miliknya akan luruh dan tak akan keluar selama berminggu-minggu, bahkan bisa permanen!.”
Mata Mo Hua sedikit melebar, alisnya terangkat. Sesaat hening, lalu bibirnya melengkung menjadi senyum lebar penuh kelicikan yang mengerikan.
“Hmph… menarik. Racun yang tak terlihat.”
Ia menepuk pipi bengkak Min Mao pelan, seolah sedang membelai anjing peliharaan. “Baiklah. Tapi ingat—jika rencanamu gagal, dan bocah itu lolos… kepala adikmu yang akan kuantar ke kamarmu.”
Min Mao terisak, menunduk dalam-dalam hingga keningnya menyentuh lantai. Di matanya yang tersembunyi, terselip ketakutan yang amat sangat, namun juga rasa bersalah yang perlahan membunuh jiwanya.
Sementara itu, di alun-alun Kota Long Ya.
Sorak sorai menggema di lapangan luas. Ratusan bendera hitam-merah berlambang Kultus Iblis berkibar gagah di setiap sisi arena, membelah angin musim gugur. Suasananya menekan, seolah setiap sudut dijaga oleh mata iblis yang tak kasat mata.
Ratusan penonton—pendekar, pedagang, hingga bangsawan—memenuhi tribun kayu yang dibangun melingkar, berdesakan ingin menyaksikan lahirnya generasi baru pendekar.
Mo Long berjalan tenang di samping Hu Wei, membelah kerumunan peserta lain. Jubah hitamnya berkibar pelan, langkahnya mantap dan berirama, kontras dengan peserta lain yang tampak gugup.
Di kejauhan, seorang pemuda—teman minum Mo Feng—menatap Mo Long lekat-lekat. Ia terbelalak, arak di tangannya nyaris tumpah.
'Tidak mungkin… itu Mo Long?' gumam batinnya. 'Terakhir aku melihatnya, tubuhnya kurus kering, wajahnya pucat seperti mayat hidup. Sekarang… tinggi, tegap, dan tatapan matanya… astaga, matanya seperti binatang buas yang siap menerkam.'
Tenggorokannya tercekat. Ia hampir berlari memberi tahu Mo Feng, tapi langkahnya terhenti oleh rasa takut. 'Jika aku salah orang… atau jika aku membawa kabar buruk saat Mo Feng sedang fokus, bisa-bisa aku yang akan dihajarnya.' Ia menggertakkan gigi, lalu memilih diam di kerumunan.
Mo Long berhenti di depan meja pendaftaran. Seorang petugas tua berjubah hitam menunduk sibuk menulis, lalu mengangkat kepalanya dengan malas. “Nama dan asal?”
“Mo Long. Klan Naga Bayangan.”
Ia meletakkan lempengan giok hitam identitas klan ke atas meja.
Petugas itu menyipitkan mata, mengamati wajah Mo Long lama sekali, lalu beralih ke catatan lama. “Kau…” suaranya serak, penuh nada meremehkan. “Kau Mo Long yang sudah gagal tiga kali berturut-turut itu, kan? Si ‘Sampah Klan Mo’?”
Mo Long tetap diam, wajahnya tanpa reaksi, tenang seperti permukaan danau.
Petugas itu tiba-tiba tertawa kasar, membuat beberapa orang menoleh. “Hahaha! Benar rupanya! Aku kira kau sudah kapok atau mati bunuh diri. Tiga kali gagal, bocah. Untuk apa kau masih mencoba? Hanya buang-buang waktu kami.”
Hu Wei yang berdiri di belakangnya langsung gusar. Tangannya sudah mencengkeram gagang pedang, urat di lehernya menonjol. Namun sebelum pedang itu terhunus, Mo Long mengangkat tangan kirinya, menahan dada Hu Wei.
Mo Long menatap petugas itu datar, lalu dengan gerakan halus menyelipkan sekeping emas murni di bawah lempengan gioknya.
“Catat saja namaku.” Suaranya tidak keras, tapi dingin dan menusuk, membuat tawa petugas itu tercekat di tenggorokan. Bibir Mo Long melengkung samar. “Lihat saja… kali ini tintamu akan menulis sejarah yang berbeda.”
Petugas itu mendengus, namun kilau emas membuatnya bungkam. Ia mencatat nama Mo Long dengan tangan sedikit gemetar, entah karena tersinggung atau karena aura intimidasi yang mendadak muncul dari pemuda di depannya.
Mo Long dan Hu Wei berjalan menuju area tunggu peserta. Dari sana, Mo Long memperhatikan ujian yang sedang berlangsung dengan mata analitis.
Ada tiga tahap ujian neraka:
Arena Pertama: Keseimbangan & Pertahanan.
Peserta berdiri di lingkaran sempit, dikelilingi empat gawang kayu. Balok-balok kayu ulin seberat kerbau tergantung dan berayun acak, menghantam dari segala arah. Peserta harus bertahan tanpa boleh keluar lingkaran atau jatuh.
Arena Kedua: Refleks & Hindaran.
Ratusan meriam bambu kecil menembakkan bola tanah liat keras secepat panah. Peserta harus menari di tengah hujan peluru itu. Satu hantaman telak bisa mematahkan tulang rusuk.
Arena Ketiga: Pertarungan.
Ujian paling brutal. Bertahan hidup melawan Penguji Kultus Iblis selama satu dupa (sekitar 5 menit). Tidak boleh keluar arena, tidak boleh pingsan. Bagi yang lemah, satu dupa terasa lebih lama dari satu abad.
Mo Long mengamati dengan tenang. Fragmen ingatan tubuh lamanya kembali—rasa sakit saat tulang rusuknya patah di tes ketiga tahun lalu. Kebencian dan rasa malu pemilik tubuh asli bergejolak di dadanya.
'Tenanglah,' batin Mo Long pada jiwanya sendiri. 'Hari ini kita bayar lunas semuanya.'
“Tuan, lihat. Tuan Muda Mo Feng maju.” Bisik Hu Wei tegang.
Sorak sorai penonton pecah, seakan menyambut pahlawan perang. Mo Feng melangkah masuk arena dengan dagu terangkat.
Di Arena Pertama, balok-balok besar berayun keras mengincar kepalanya. Tapi tubuh Mo Feng tenang. Dengan satu kali hentakan kaki, Qi hitam pekat meledak dari tubuhnya, membuat balok-balok seberat ratusan kilo itu terpental balik seolah menabrak dinding besi.
Di Arena Kedua, bola-bola tanah liat hancur menjadi debu sebelum menyentuh kulitnya, tergerus oleh aura pelindungnya yang tajam.
Dan di Arena Ketiga… ia tidak hanya bertahan. Ia menghajar sang Penguji habis-habisan sampai dua penguji lain harus melompat masuk untuk menyelamatkan rekan mereka.
“Cukup! Lulus! Nilai Sempurna!” Teriak wasit panik.
Penonton tercengang beberapa detik, disusul gemuruh tepuk tangan.
“Hebat! Itu Mo Feng, Monster dari Klan Naga Bayangan!” “Dia pasti akan jadi legenda Kultus Iblis!”
Mo Feng keluar dari arena dengan senyum angkuh, menyeka sedikit debu di bahunya seolah itu hal yang mudah.
Tak lama kemudian, giliran tiga pria gempal yang kemarin mengusir Mo Long di kedai dipanggil.
Pria berambut pendek maju pertama dengan percaya diri. Saat balok-balok besar berayun, ia mencoba mengerahkan Qi pelindung.
Namun… wajahnya berubah panik.
“A-apa ini… Kenapa?!” teriaknya. “Kenapa Qi-ku tidak mau keluar?!”
BUKK!
Balok kayu menghantam telak dadanya. Terdengar bunyi retakan tulang. Ia terlempar seperti layang-layang putus, jatuh tersungkur keluar lingkaran, muntah darah.
Penonton tertawa keras. “Hahaha! Badannya saja besar, isinya kosong!”
“Qi-ku… hilang! Perutku sakit sekali!” rintihnya sambil memegangi perut.
Dua temannya yang lain juga mengalami nasib serupa. Pria botak bahkan jatuh pingsan di tahap kedua setelah dihujani bola tanah liat karena kakinya mendadak lemas tak bertenaga. Pria rambut merah bertahan sedikit lebih lama, tapi akhirnya dihempaskan keluar dengan memalukan di tahap ketiga, tanpa bisa mengeluarkan satu jurus pun.
Di antara sorakan ejekan penonton, Hu Wei menatap aneh. “Aneh sekali… mereka bertiga pendekar Ranah Ahli, tapi kenapa seperti orang awam yang kehabisan tenaga?”
Mo Long tersenyum tipis, matanya dingin. “Itu karena makanan yang mereka rampas semalam. Bekal dari Min Mao.”
Hu Wei melotot. “Apa?! Tuan… meracuni bekal itu?”
Mo Long menggeleng pelan. “Bukan aku. Ingat saat aku mencium bekal itu di kedai? Ada aroma samar Herba Peluruh Qi. Seseorang di klan ingin aku gagal hari ini. Sayangnya, tiga orang bodoh itu yang menggantikan nasibku.”
Hu Wei ternganga. Otaknya berputar cepat menghubungkan fakta. Wajahnya berubah gelap.
“Apa mungkin… Min Mao?” bisiknya ragu.
Mo Long menoleh, menatap Hu Wei tajam. “Kau tampaknya punya dugaan yang sama. Katakan.”
Hu Wei menghela napas berat, menunduk hormat. “Sebenarnya… saya baru ingat. Sebelum menjadi pelayan pribadi Tuan, Min Mao dilatih di unit ‘Bunga Beracun’ milik Lady Mo Hua. Unit itu dibubarkan, tapi… kesetiaan mereka biasanya abadi. Saya tidak ingin menuduh tanpa bukti, tapi racun ini…”
“Sudah cukup,” potong Mo Long. Matanya berkilat berbahaya. “Dugaanku benar. Wanita ular itu masih belum puas.”
Tiba-tiba—
WUSHH!
Sebuah niat membunuh tajam melesat ke arah mereka. Sebuah tangan terbungkus Qi hitam menerjang ke arah wajah Hu Wei.
KRAK!
Serangan itu tertahan. Bukan oleh Hu Wei, tapi oleh lengan Mo Long yang bergerak secepat kilat menangkisnya.
Gelombang kejut menyebar, membuat debu di sekitar kaki mereka berhamburan.
Hu Wei terlonjak kaget. Saat ia menoleh, dilihatnya Mo Feng berdiri dengan posisi menyerang yang tertahan, senyum menyeringai di wajahnya berubah menjadi sedikit terkejut.
“Aku melihatmu dari kejauhan, Hu Wei.” Suara Mo Feng merendah, tajam. “Kukira untuk apa kau datang kemari. Rupanya… hanya untuk mengawal aib keluarga Mo.”
Teman-teman Mo Feng di belakangnya terkekeh meremehkan.
Mo Long menurunkan tangannya perlahan, ekspresinya datar namun tatapannya menantang.
Mo Feng menarik tangannya, mengibas-ngibaskannya seolah baru menyentuh kotoran. Matanya menyapu tubuh Mo Long dari atas ke bawah.
“Hm. Kau rupanya berubah sedikit, Adikku. Tinggi, tegap… bahkan kau membawa pedang. Menarik. Tapi sayang… sampah tetaplah sampah meski dibungkus sutra.”
Tanpa aba-aba, kakinya menghentak tanah.
“Berlututlah!”
Tendangan sapuan penuh Qi hitam melesat ke arah lutut Mo Long, berniat mematahkan kakinya di tempat.
BRAKK!
Kaki Mo Long terangkat, dilapisi Qi Bayangan yang lebih pekat. Kedua tulang kering beradu keras. Qi mereka meledak, menciptakan angin yang mendorong orang-orang di sekitar mereka mundur.
Sorak-sorai penonton terhenti. Semua mata tertuju pada keributan di tribun peserta.
“Tidak mungkin! Mo Long… menahan tendangan Mo Feng?!” seru salah satu teman Mo Feng dengan mata melotot.
Mo Feng tertegun. Kakinya terasa nyeri, seolah baru saja menendang tiang besi. Matanya melebar tak percaya. “K-Kau… bisa gunakan Qi Bayangan?! Dan level ini… Ranah Guru?!”
Hu Wei yang sudah siap mencabut pedang berbisik cepat, “Tuan, Pengawas Ujian melihat kita! Jangan buat masalah di sini!”
Mo Feng mendengus, egonya terusik hebat. Qi gelap bergetar di tangannya, bersiap mengeluarkan teknik pembunuh. ‘Anak haram ini… harus kuhancurkan sekarang juga!’
Tapi tiba-tiba beberapa pengawal Balai Hukum berlari menghampiri dengan tombak terhunus.
“Berhenti! Siapa pun yang berani bertarung di luar arena akan didiskualifikasi dan ditahan!”
Mo Long segera mengangkat kedua tangannya, tersenyum tenang dan polos. “Maafkan kami, Tuan Pengawal. Hanya bercanda antar saudara. Kakakku yang hebat ini sedang memberiku semangat sebelum aku maju.”
Mo Feng menggeram, rahangnya mengeras menahan amarah, tapi ia terpaksa mengangguk kaku saat pengawal menatapnya tajam.
Saat Balai Hukum mundur, Mo Long mencondongkan tubuh ke arah Mo Feng. Suaranya pelan, hanya untuk telinga kakaknya, namun penuh bisa.
“Ayo bertaruh, Kakak.”
Mo Feng menatapnya benci. “Bertaruh apa, Sampah?”
“Jika aku bukan hanya lolos, tapi menyelesaikan ujian lebih cepat darimu…” Mo Long menunjuk Hu Wei, “Izinkan pengawalku ini memukul wajahmu satu kali. Tapi jika aku gagal atau lebih lambat, kau dan teman-temanmu boleh menghajarku dan Hu Wei sampai mati di sini.”
Suasana hening mencekam. Hu Wei terpaku, wajahnya pucat pasi. ‘Tuan?! Apa kau gila?! Mo Feng mendapat nilai sempurna!’
Mo Feng terdiam sesaat, lalu tertawa keras, tawa yang penuh penghinaan. “Hahaha! Menarik! Kau menggali kuburanmu sendiri, Mo Long! Aku terima! Bersiaplah mati!”
Ia berbalik dan berjalan pergi, menabrak bahu Hu Wei dengan kasar.
Hu Wei panik, mendekat cepat ke telinga Mo Long. “Tuan! Kenapa kau menyeret namaku?! Mo Feng itu monster! Nilainya sempurna! Bagaimana mungkin Tuan bisa lebih cepat darinya?!”
Mo Long tersenyum samar, matanya menatap arena ujian dengan keyakinan mutlak.
“Daripada menitipkan pukulan padaku… lebih memuaskan jika kau sendiri yang menghajarnya, kan?”
“T-tapi Tuan—”
Suara lantang wasit dari tengah arena memotong protes Hu Wei.
“PESERTA BERIKUTNYA! MO LONG DARI KLAN NAGA BAYANGAN!”
Semua mata menoleh. Ribuan pasang mata menatap sosok berjubah hitam itu. Mo Long berjalan maju, langkahnya mantap membelah keraguan. Sorakan ejekan, desahan terkejut, dan tatapan benci Mo Feng mengiringi langkahnya.
Dari belakang, Hu Wei mengepalkan tangan, keringat dingin membasahi punggungnya. Ia hanya bisa berteriak dengan sisa keyakinannya.
“Tuan! Tunjukkan pada mereka! Kau harus berhasil!”
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁