NovelToon NovelToon
The Cleaner

The Cleaner

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Mafia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:29
Nilai: 5
Nama Author: Adrina salsabila Alkhadafi

Di Chicago modern, kekuasaan bukan lagi soal siapa yang paling banyak menembak. Tapi siapa yang paling bersih menutupinya.
​Kenalan dengan Luca Rossi, si Cleaner. Dia bukan tukang bersih-bersih biasa, tapi Consigliere dingin yang jadi otak di balik organisasi mafia Moretti. Dinding kantornya rapi, suit-nya mahal, tapi tangannya berlumur semua dirty work Keluarga—dari pembukuan yang dimanipulasi sampai menghilangkan jejak kejahatan.
​Masalahnya, kini Keluarga Moretti di ambang collapse. Bos lama sekarat. Kekuasaan jatuh ke tangan Marco, si pewaris baru yang psikopat, ceroboh, dan hobi bikin drama. Marco melanggar semua aturan, dan Luca tahu: kalau dia diam, seluruh empire mereka hancur. Dengan bantuan Sofia, istri Bos yang terlihat polos tapi menyimpan banyak kartu, Luca memutuskan satu hal brutal: Ia harus mengkhianati bos barunya sendiri.
​Di tengah rencana kotornya, Luca bertemu Isabella. Dia cantik, pintar, dan vibe-nya langsung nyambung sama Luca yang kaku. Luca akhirnya merasakan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11: THE AMBUSH

​Maybach hitam itu melesat membelah kegelapan pinggiran kota Chicago, tidak lagi membawa seorang Consigliere yang rapi, melainkan seorang predator yang terfokus. Kecepatan Vito melanggar semua aturan lalu lintas; itu adalah kesetiaan yang tak terucapkan.

​Di kursi belakang, Luca Rossi menanggalkan sarung tangan kulitnya yang mahal dan menggantinya dengan yang berbahan Kevlar. Pistol berperedam yang ia bawa terasa dingin dan familiar di tangannya—alat yang ia harap tidak akan pernah ia sentuh lagi. Ia telah menghabiskan bertahun-tahun untuk memastikan tangannya tetap bersih. Sekarang, ia akan mengotori tangannya demi membersihkan masa depan. Ironi yang tajam.

​"Marco mengirim tiga mobil, Vito," kata Luca, suaranya rendah dan kaku. "Tiga mobil untuk satu Kapo tua. Dia tidak ingin peringatan. Dia ingin pembersihan."

​Vito, melalui spion, mengangguk. "Mereka akan sampai di sana dalam sepuluh menit. Kita punya lima menit untuk bergerak, Pak Luca."

​Monolog internal Luca adalah satu-satunya suara selain deru mesin. Aku benci ini. Aku benci darah dan kekacauan yang ditinggalkannya. Tapi aku membenci Marco yang mengubah organisasi ini menjadi tempat jagal yang bodoh. Pengkhianatan Isabella terasa jauh, hampir tidak nyata, dibandingkan ancaman beton yang kini bergerak di jalanan. Cinta adalah ilusi yang menyakitkan. Kekerasan adalah fakta yang tak terhindarkan.

​Luca memikirkan flash drive yang ia berikan pada Vincenzo Rota. Data politik. Itu adalah bom waktu. Tapi Vincenzo harus hidup untuk meledakkannya.

​"Belok di persimpangan Ogden. Kita akan memotong mereka di bawah jembatan layang tua," perintah Luca.

​Mereka tiba di lokasi: jembatan layang yang gelap, dikelilingi oleh bangunan gudang yang ditinggalkan dan pagar rantai yang rusak. Tempat yang sempurna untuk pembunuhan yang tidak akan ditemukan hingga es mencair.

​Luca keluar dari mobil. Udara dingin Chicago langsung menusuk kulitnya, membawa bau karat dan polusi. Pistol berperedam itu terangkat, terasa seperti perpanjangan tangannya. Ia tidak bergerak berdasarkan amarah; ia bergerak berdasarkan perhitungan kinetik.

​"Vito, jaga mobil. Panggil aku jika kau melihat lampu depan mobil ketiga," perintah Luca. Marco terlalu sombong untuk mengirim hanya dua mobil. Mobil ketiga selalu menjadi cleaner yang datang terakhir untuk membereskan mayat.

​Luca menyelinap di antara tumpukan beton yang retak. Dia bisa mendengar suara mesin yang mendekat. Dua mobil hitam, SUV standar Moretti, melaju cepat tanpa lampu. Mereka yakin dengan keunggulan jumlah mereka.

​Luca mengambil dua koin pecahan dari sakunya. Itu bukan kebetulan; ia selalu membawa benda-benda logam kecil.

​Mobil pertama meluncur ke posisi. Luca menunggu hingga mobil kedua mendekat, memposisikan dirinya di antara kedua mobil tersebut. Dia melempar satu koin ke jendela samping mobil pertama, menciptakan suara ping yang keras.

​Sopir mobil pertama, terkejut, mengerem mendadak dan memutar setir, mengira ada batu besar.

​Di saat yang sama, Luca melompat dan melempar koin kedua ke kaca depan mobil kedua. Sopir itu juga mengerem.

​Kekacauan tercipta. Mobil pertama dan kedua kini saling berhadapan, bingung, lampu sorot mereka menyala secara tidak sengaja. Para pria di dalamnya mulai keluar, membawa senjata, berteriak dalam kegelapan. Mereka mencari Kapo tua, bukan hantu.

​"Apa-apaan ini?! Cari di sana!" teriak salah satu pria.

​Luca menggunakan celah kebingungan itu. Dia bergerak di bayangan mobil kedua. Pria bersenjata di mobil kedua adalah yang paling berbahaya.

​Luca menyentuh punggung pria terdekat. Sebelum pria itu bisa bereaksi, Luca menusukkan ujung pistol berperedamnya ke tulang rusuk pria itu—sebuah pukulan yang sangat cepat dan menyakitkan—dan menarik pelatuk. Suara thwup yang diredam. Tidak ada teriakan. Pria itu jatuh, dadanya sudah tidak berdetak.

​Pria kedua di mobil itu berbalik. Luca sudah ada di depannya. Tidak ada waktu untuk menembak dua kali. Luca menjatuhkan pistol, menarik pisau lipat kecil yang diselipkan di pergelangan tangannya. Ini adalah gerakan lama, gerakan dari masa lalu yang ia kubur dalam-dalam. Pisau itu menghujam tepat di tempat yang mematikan, cepat dan bersih.

​Dua orang mati. Tanpa suara.

​Luca memungut pistolnya, dadanya terengah. Darah. Keringat. Kekacauan. Dia membenci betapa alaminya rasanya.

​Para pria dari mobil pertama, mendengar keributan, bergegas menghampiri. Luca menahan napas, menyembunyikan dirinya di balik tumpukan pallet kayu.

​Tiga pria bersenjata muncul. "Siapa di sana?! Keluarlah!"

​Luca tidak keluar. Dia tahu Marco telah membayar mereka mahal. Jika mereka hidup, mereka akan melapor. Luca harus membersihkan semua saksi.

​Dia mengarahkan pistol berperedam ke ban mobil pertama. Tiga tembakan cepat. Ban itu meledak dengan suara keras yang memekakkan telinga.

​Para pria itu panik. Mereka menembak ke arah suara ban, mengosongkan magasin mereka ke kegelapan. Luca menggunakan chaos sebagai penutup. Dia mengarahkan tembakan beruntun yang presisi. Tidak ke kepala, tetapi ke titik-titik vital. Mereka jatuh satu per satu, terkejut karena serangan itu datang dari bayangan yang sunyi.

​Lima orang mati. Dalam waktu kurang dari dua menit.

​Luca berdiri di tengah genangan air minyak dan darah. Napasnya teratur, tetapi di dalam, hatinya terasa seperti batu yang retak. Ini adalah harga dari kepemimpinan yang gagal.

​Ponsel Luca bergetar. Vito. "Mobil ketiga baru saja tiba, Pak Luca. Saya sudah mengarahkan mereka ke gudang lama seperti yang Anda suruh."

​Luca mengangguk ke kegelapan. Ia bergegas kembali ke Maybach. "Ambil Kapo Vincenzo sekarang, Vito. Mereka sudah membersihkan area itu."

​Lima belas menit kemudian, Vincenzo Rota, pucat dan gemetar, duduk di belakang Luca di Maybach yang kini bergerak lambat.

​"Tuhan memberkatimu, Luca. Mereka akan membunuhku. Marco... dia sudah menjadi monster."

​Luca menatapnya di spion. Tidak ada simpati. Hanya urgensi. "Dia adalah monster karena dia mengira dia bisa membunuh sesuka hati, Vincenzo. Sekarang, giliranmu. Aku memberimu data politik Don. Aku sudah membersihkan jalanmu."

​"Apa yang harus aku lakukan?"

​"Kamu akan memobilisasi Kapo lainnya. Tunjukkan pada mereka data itu. Tunjukkan bahwa Marco tidak hanya mengorbankan uang, tapi dia mengorbankan keselamatan kita dengan menarik Federal. Tunjukkan bahwa membunuhnya adalah tindakan defensif untuk melindungi Keluarga. Kamu adalah Bos sekarang, Vincenzo. Setidaknya, sampai aku selesai membersihkan."

​Vincenzo memegang pistol yang diberikan Luca, perlahan, matanya menemukan kembali api lama. "Aku mengerti. Marco akan jatuh dalam waktu dua puluh empat jam."

​Luca membuang pistol berperedam dan pisau lipatnya ke Sungai Chicago. Dia telah melintasi garis. Tangannya kotor, dan dia tidak bisa membersihkannya dengan data lagi.

​Tepat saat mereka berbalik arah menuju pusat kota, ponsel Luca berdering. Panggilan terenkripsi dari nomor yang hanya digunakan Marco untuk urusan kotor.

​Luca menjawab, suaranya tenang. "Ya, Marco."

​"Luca! Kau yang melakukannya! Di mana anjing tua itu?! Di mana Vincenzo?! Aku tahu itu kau! Kau mengkhianatiku!" Suara Marco pecah, campuran teror dan kemarahan.

​"Aku melakukan apa yang perlu dilakukan, Tuan Marco," kata Luca, tanpa emosi. "Aku membersihkan kekacauanmu sebelum FBI membersihkan kita semua. Kau membunuh Gino dan istrinya. Kau melanggar Kode. Kau membuat pilihan. Dan aku membuat pilihan yang sama."

​"Kau mati, Luca! Kau dan perempuan sundal Sofia itu! Kalian semua akan mati!"

​Luca mengakhiri panggilan itu. Tidak ada lagi dialog. Hanya deklarasi perang terakhir.

​Luca bersandar di kursi Maybach. Dia telah menghadapi Marco dan memenangkan duel fisiknya. Tapi harga yang ia bayar adalah jiwanya sendiri. Dia telah menumpahkan darah, dan darah itu terasa lebih nyata daripada ciuman Isabella yang penuh dusta.

​Dia adalah Cleaner. Dan malam ini, dia telah membersihkan jalannya menuju takhta yang tidak ia inginkan. .

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!