Nalea, putri bungsu keluarga Hersa, ternyata tertukar. Ia dibesarkan di lingkungan yang keras dan kelam. Setelah 20 tahun, Nalea bersumpah untuk meninggalkan kehidupan lamanya dan berniat menjadi putri keluarga yang baik.
Namun, kepulangan Nalea nyatanya disambut dingin. Di bawah pengaruh sang putri palsu. Keluarga Hersa terus memandang Nalea sebagai anak liar yang tidak berpendidikan. Hingga akhirnya, ia tewas di tangan keluarganya sendiri.
Namun, Tuhan berbelas kasih. Nalea terlahir kembali tepat di hari saat dia menginjakkan kakinya di keluarga Hersa.Suara hatinya mengubah takdir dan membantunya merebut satu persatu yang seharusnya menjadi miliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Zavian menghela napas berat. “Laporan keuangan menunjukkan, dana besar dialokasikan ke PT Makmur Abadi. Kita tertipu scam investasi, Pa. Mereka bahkan tidak punya kantor fisik.”
Ivander menatap Azlan dengan tajam.
“Azlan! Bagian keuangan ada di bawah kendalimu. Jelaskan! Kenapa kau tidak melakukan due diligence sebelum menyetujui investasi sebesar itu?”
Azlan menunduk, keringat dingin membasahi pelipisnya. Investasi ke PT Makmur Abadi itu disarankan langsung oleh Sisilia, yang mengatakan itu adalah tips dari teman-teman sosialitanya. Azlan menyetujui tanpa proses screening demi menyenangkan Sisilia.
“Maaf, Pa,” Azlan menjawab lirih, memilih untuk menanggung sendiri kesalahan Sisilia. Ia tidak mau Sisilia terseret dalam masalah ini, apalagi Sisilia sedang sakit-sakitan belakangan ini. “Saya, saya yang bertanggung jawab. Saya terlalu percaya pada data awal tanpa memeriksa lebih detail.”
“Tidak memeriksa lebih detail?” Ivander tertawa sinis, tawa putus asa. “Saham kita terus merosot setelah kehilangan tender penting dan kegagalan ini! Kita terjebak, Azlan! Jika terus begini, Grup Hersa akan pailit!”
Zavian berusaha menenangkan. “Kita masih bisa mengendalikan kerugian, Pa. Yang lebih penting sekarang, ada PT Great Global yang terus merongrong saham kita di pasar. Mereka membeli dalam jumlah besar dan terstruktur.”
“PT Great Global?” Ivander mengusap wajahnya frustasi. “Sial! Mereka seperti predator yang mencium darah!”
Mobil mewah Ivander memasuki pekarangan rumah. Begitu berhenti, Ivander langsung membanting pintu mobil dengan keras. Suara debuman itu menunjukkan betapa hancurnya suasana hati sang kepala keluarga.
Di taman samping, Nalea sedang menyiram mawar dengan hati-hati. Ia berpakaian sederhana, terlihat tenang dan damai, jauh dari citra 'liar' dua tahun lalu. Nalea melihat ekspresi Ivander, dan ia memilih diam, pura-pura tidak menyadari kedatangan Papa-nya.
Tak lama kemudian, mobil Azlan dan Zavian menyusul. Mereka turun dengan wajah murung dan lelah.
Zavian melihat Nalea. Ia berjalan mendekati adiknya, meski langkahnya berat. Dalam dua tahun ini, Zavian adalah satu-satunya anggota keluarga yang secara konsisten menunjukkan perhatian pada Nalea.
“Lea,” sapa Zavian pelan.
Ia mengelus kepala Nalea dengan lembut, sebuah kebiasaan baru yang tak terucapkan. Lalu ia menyerahkan sebuah bingkisan kecil. “Ini, Kakak membelikan kue red velvet favoritmu.”
Nalea mendongak, matanya yang tajam menatap Zavian yang kelelahan. “Terima kasih, Kak Vian. Kakak terlihat sangat lelah. Ada apa?”
Zavian menggeleng. “Tidak apa-apa, urusan kantor saja. Istirahatlah, Lea.”
Zavian segera menyusul Papa-nya masuk ke rumah. Azlan hanya melirik Nalea, lalu buru-buru masuk tanpa bicara, wajahnya dipenuhi rasa bersalah.
Setelah memastikan pintu tertutup, Nalea menyimpan bingkisan kue itu. Ia menoleh ke semak-semak mawar. Nalea memberikan kode siulan pendek dengan irama tertentu.
Beberapa detik kemudian, seorang wanita muda yang berpakaian seperti nanny pribadi tetapi dengan mata yang cerdas dan waspada muncul di hadapan Nalea.
“Grace,” panggil Nalea, nadanya langsung berubah dingin dan berwibawa. “Katakan apa yang terjadi.”
Grace mengangguk hormat. “Seperti yang Anda duga, Nona. Grup Hersa terancam pailit. Mereka baru saja terkena skandal investasi bodong yang merugikan hampir lima puluh persen modal perusahaan.”
Nalea mengepalkan tangan yang memegang selang air. “Investasi bodong. Siapa yang menyetujui ini?”
“Tuan Azlan, Nona. Tetapi ada indikasi kuat bahwa Sisilia yang memberikan saran itu.” Grace merinci. “Dan yang lebih penting, PT Great Global terus merongrong saham Grup Hersa. Mereka membeli saham secara agresif dan terstruktur. Hampir menguasai seluruhnya.”
Dada Nalea bergemuruh. “PT Great Global… milik Keluarga Mahaka?”
Grace mengangguk. “Ya, Nona. Keluarga Mahaka. Dan kita tahu siapa yang kini memegang kendali penuh atas perusahaan itu.”
Nalea Shara menegakkan tubuhnya, matanya memancarkan kembali kilatan tajam yang telah lama terkubur. Ia tahu persis siapa yang dimaksud Grace. Setahun yang lalu, media underground dan media massa ramai mengabarkan bahwa Kayzo Renand, Ketua Krayrock, secara resmi diakui oleh Keluarga Mahaka sebagai Tuan Muda Pertama dan akan menjadi ahli waris tunggal.
Nalea tersenyum dingin, senyum yang sama yang ia berikan sebelum menghancurkan musuh-musuhnya di masa lalu.
“Kayzo Renand,” desis Nalea. Nama itu terdengar seperti ancaman di bibirnya.
Ia menggenggam tangannya erat-erat, urat-urat di lengannya menegang.
“Apa kau ingin menghancurkan keluargaku, Tikus Bau! Aku tidak akan tinggal diam!” Nalea menggeram pelan.
Grace menatap Nalea dengan cemas. “Apa rencana Anda, Nona? Jika ini terus berlanjut, Hersa akan hancur total dalam hitungan minggu.”
Nalea menoleh, matanya dipenuhi tekad membara. “Aku tidak akan membiarkan Kayzo Renand menghancurkan mereka. Bukan karena aku peduli pada Papa yang menamparku, atau Mamah yang membenciku. Tapi karena aku adalah Nalea Hersa. Harga diri Ratu Gangster tidak akan membiarkan mantan musuhnya melakukan apa pun yang dia mau.”
...*******...
Malam semakin larut di kediaman Hersa. Ketegangan memenuhi udara rumah mewah itu, terasa seperti badai yang tertahan. Nalea memegang dua kartu ATM di tangannya. Ia tahu, uang ini mungkin tidak cukup untuk menyelamatkan Grup Hersa, tetapi ini adalah satu-satunya yang ia miliki.
Meskipun rasa ragu menyelimuti, dan memori tamparan Ivander masih membekas, Nalea memantapkan langkahnya. Ia berjalan menuju ruang kerja Ivander di lantai dasar.
Nalea mengangkat tangan, ragu-ragu sejenak, lalu memberanikan diri mengetuk pintu kayu mahoni itu. Ketukan pelan, tetapi jelas terdengar.
Dari dalam, terdengar suara Ivander yang serak dan kasar.
“Masuk!”
Nalea membuka pintu perlahan dan melangkah masuk. Ruangan itu terlihat sangat kacau. Meja kerja Ivander dipenuhi kertas-kertas berserakan, dan Ivander sendiri tampak hancur. Rambutnya berantakan, kantung matanya cekung dan hitam, dan aura putus asa menyelimuti dirinya.
Ivander mendongak, melihat Nalea. Tatapannya dingin dan dipenuhi kelelahan.
“Ada perlu apa?” tanyanya, nadanya datar dan tak acuh.
Nalea berjalan mendekat ke meja kerja, tubuhnya sedikit gemetar, tetapi ia berusaha menjaga ketenangan. Tanpa banyak bicara, Nalea meletakkan dua kartu ATM di atas meja, di samping tumpukan dokumen kerugian.
Ivander melihat kartu-kartu itu, lalu menatap Nalea dengan ekspresi muak.
“Aku tak butuh uang harammu!” dengus Ivander, tangannya menggeser kartu-kartu itu menjauh seolah benda itu membawa penyakit.
mana ada darah manusia lebih rendah derajatnya daripada seekor anjingg🥹🥹🤬🤬🤬