NovelToon NovelToon
Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Cinta pada Pandangan Pertama / Keluarga / Cinta Murni / Romansa / Tamat
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Sang_Imajinasi

Berawal dari sebuah gulir tak sengaja di layar ponsel, takdir mempertemukan dua jiwa dari dua dunia yang berbeda. Akbar, seorang pemuda Minang berusia 24 tahun dari Padang, menemukan ketenangan dalam hidupnya yang teratur hingga sebuah senyuman tulus dari foto Erencya, seorang siswi SMA keturunan Tionghoa-Buddha berusia 18 tahun dari Jambi, menghentikan dunianya.

Terpisahkan jarak ratusan kilometer, cinta mereka bersemi di dunia maya. Melalui pesan-pesan larut malam dan panggilan video yang hangat, mereka menemukan belahan jiwa. Sebuah cinta yang murni, polos, dan tak pernah mempersoalkan perbedaan keyakinan yang membentang di antara mereka. Bagi Akbar dan Erencya, cinta adalah bahasa universal yang mereka pahami dengan hati.

Namun, saat cinta itu mulai beranjak ke dunia nyata, mereka dihadapkan pada tembok tertinggi dan terkokoh: restu keluarga. Tradisi dan keyakinan yang telah mengakar kuat menjadi jurang pemisah yang menyakitkan. Keluarga Erencya memberikan sebuah pilihan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Bulan Oktober dan November berlalu seperti dalam sebuah montase yang kabur bagi Akbar dan Erencya, diwarnai oleh perjuangan sunyi dan penantian yang mendebarkan. Janji untuk bertemu di bulan Desember telah mengubah segalanya. Itu bukan lagi sekadar angan-angan, melainkan sebuah proyek raksasa yang menuntut pengorbanan, energi, dan fokus penuh dari mereka berdua.

Bagi Akbar, dunia menyempit menjadi tiga hal: skripsi, warung ibunya, dan kafe tempatnya bekerja paruh waktu. Jadwalnya menjadi neraka yang ia rancang sendiri. Ia akan bangun sebelum Subuh, menunaikan salat, lalu membantu ibunya menyiapkan masakan untuk warung. Pagi hingga sore hari ia habiskan di perpustakaan kampus, memeras otaknya untuk menyelesaikan bab demi bab skripsinya. Dan ketika teman-temannya pulang untuk beristirahat, Akbar akan bergegas menuju sebuah kafe di pusat kota, di mana ia akan bekerja sebagai barista dan pramusaji hingga kafe itu tutup lewat tengah malam.

Ada malam-malam di mana ia pulang dengan tubuh begitu lelah hingga sendi-sendinya terasa ngilu. Matanya perih karena kurang tidur, dan punggungnya sakit karena berdiri berjam-jam. Ia akan duduk di depan laptopnya, menatap barisan kalimat skripsinya yang seakan mengejek kelelahannya. Di saat-saat seperti itulah, notifikasi pesan dari Erencya terasa seperti oase di tengah gurun.

Erencya: Kakak lagi apa? Jangan lupa makan malam ya. Aku tahu Kakak pasti capek banget. Semangat terus! Aku di sini nungguin Kakak.

Pesan-pesan sederhana seperti itu adalah bahan bakarnya. Ia menyimpan sebuah amplop cokelat tebal di laci mejanya, bertuliskan "Untuk Jambi". Setiap kali menerima upah dari kafe, sebagian besar akan langsung ia masukkan ke dalam amplop itu. Melihat amplop itu semakin tebal dari minggu ke minggu memberinya kekuatan untuk terus maju.

Ibunya memperhatikan perubahan drastis pada putranya. Ia melihat lingkaran hitam di bawah mata Akbar yang semakin pekat, juga bahunya yang tampak lebih kurus. Suatu malam, saat Akbar baru saja pulang dan sedang melepas sepatunya yang usang, ibunya menghampirinya dengan segelas teh hangat.

"Duduk dulu, Bar," kata ibunya lembut. "Ibu lihat kamu bekerja terlalu keras akhir-akhir ini. Skripsi, bantu Ibu, kerja di kafe sampai larut. Apa tidak bisa salah satunya dikurangi dulu?"

Akbar menerima teh itu dengan tangan gemetar karena lelah. "Tidak apa-apa, Bu. Sebentar lagi juga selesai. Ada keperluan penting, jadi harus kumpul uang lebih."

Ibunya duduk di sampingnya, menatapnya dengan tatapan penuh kasih sayang. "Apa ini ada hubungannya dengan 'teman jauh' dari Jambi itu?"

Akbar terdiam, lalu mengangguk pelan. "Akbar... Akbar mau menemuinya, Bu. Di liburan semester nanti."

Ibunya tersenyum tipis, sebuah senyum yang menyimpan kekhawatiran sekaligus kebanggaan. "Ibu tidak melarang. Ibu senang kamu punya semangat. Tapi ingat pesan Ibu, jangan sampai kesehatanmu jadi korban. Uang bisa dicari, tapi badan yang sehat itu anugerah paling besar. Jangan memaksakan diri, ya?"

"Iya, Bu. Terima kasih," jawab Akbar, hatinya menghangat. Dukungan diam-diam dari ibunya adalah segalanya.

Sementara itu di Jambi, Erencya menjalani perjuangannya sendiri, sebuah perjuangan batin yang tak kalah berat. Ia merasa bersalah. Setiap kali Akbar bercerita betapa lelahnya ia, Erencya merasa seperti parasit yang hanya bisa menyemangati dari kejauhan. Ia hidup dalam kenyamanan, sementara pria yang ia sayangi berjuang mati-matian hanya untuk bisa menemuinya.

Suatu sore, saat ia dan Lusi sedang berjalan-jalan di mal, melewati etalase butik-butik mahal, perasaan bersalah itu mencapai puncaknya.

"Ren, lihat deh, tas itu lucu banget!" seru Lusi sambil menunjuk sebuah tas tangan keluaran terbaru. "Kamu kan dapat uang jajan lebih, beli gih!"

Erencya menatap tas itu, lalu menggeleng pelan. "Nggak, ah. Lagi nggak mau beli apa-apa."

"Lho, tumben?" Lusi menatapnya heran.

Di tengah keramaian mal, Erencya menarik Lusi ke sebuah bangku. "Lus, aku nggak tahan lagi. Aku merasa jahat banget. Kak Akbar kerja banting tulang buat nabung ke sini, sementara aku di sini bisa beli apa pun yang aku mau. Rasanya nggak adil."

Lusi terdiam, memahami dilema sahabatnya. "Terus kamu mau gimana? Mau kirim uang ke dia? Dia pasti nggak akan mau, Ren. Harga dirinya bisa tersinggung."

"Aku tahu," desah Erencya. "Makanya, aku sudah putuskan. Mulai sekarang, aku mau nabung juga. Aku mau potong setengah uang jajanku. Nanti kalau Kak Akbar di sini, aku yang akan traktir semuanya. Setidaknya, itu yang bisa aku lakukan. Uang tabungan ini jadi 'dana rahasia' kita."

Lusi tersenyum kagum. "Itu ide yang bagus banget, Ren. Kamu dewasa juga ternyata."

Selain menabung, Erencya dan Lusi mulai menjalankan misi mereka: mempersiapkan alibi. Mereka mulai sering menyebut-nyebut rencana "proyek fotografi akhir semester" di depan orang tua Erencya.

"Iya, Ma, jadi nanti pas liburan kita mau keliling Jambi buat ambil foto-foto bagus. Tugas dari guru kesenian," kata Erencya suatu malam di meja makan.

"Nanti Lusi juga ikut, Tante. Kita mungkin akan sibuk beberapa hari," timpal Lusi saat ia sedang main ke rumah Erencya, menjalankan perannya dengan sempurna.

Papanya tampak tidak curiga. "Bagus itu, kegiatan positif. Asal kalian hati-hati di jalan."

Meski kebohongan itu berjalan lancar, ada secuil rasa bersalah yang mengganjal di hati Erencya setiap kali ia menatap wajah orang tuanya yang penuh kepercayaan.

Hubungan mereka diuji oleh jarak dan kelelahan, namun justru semakin kuat. Panggilan video mereka bukan lagi hanya berisi rayuan atau canda tawa. Kini ada diskusi tentang kemajuan tabungan Akbar, ada laporan Erencya tentang alibi mereka yang semakin matang. Mereka telah menjadi sebuah tim, berjuang bersama untuk satu tujuan yang sama.

Akhirnya, di minggu pertama bulan Desember, momen yang ditunggu-tunggu itu tiba. Malam itu, Akbar baru saja menerima gaji terakhirnya dari kafe sebelum ia memutuskan untuk berhenti agar bisa fokus pada persiapan perjalanannya. Ia segera pulang, tidak menghiraukan rasa lelahnya. Dengan tangan gemetar karena antisipasi, ia membuka laptopnya, mentransfer semua uang dari 'Amplop Jambi' ke rekening banknya. Jumlahnya pas. Bahkan ada sedikit sisa.

Ia membuka kembali situs maskapai penerbangan itu. Ia menemukan penerbangan yang sempurna, yang akan tiba di Jambi pada hari Jumat, tanggal 19 Desember. Tanpa ragu, ia mengisi semua data yang diperlukan. Nama lengkapnya, nomor teleponnya. Lalu, ia berhenti sejenak saat harus mengisi kontak darurat. Dengan senyum, ia mengetikkan nama Erencya dan nomor teleponnya.

Jantungnya berdebar kencang saat kursornya melayang di atas tombol "Konfirmasi Pembayaran". Ini adalah titik di mana tidak ada lagi jalan untuk kembali. Dengan satu tarikan napas panjang, ia mengkliknya.

Beberapa detik kemudian, sebuah email masuk. E-Ticket Confirmation.

Akbar merasa seluruh kelelahannya selama dua bulan terakhir terangkat seketika. Ia berhasil. Perjuangannya tidak sia-sia. Dengan tangan yang masih sedikit gemetar, ia mengambil tangkapan layar dari e-tiket itu dan mengirimkannya kepada Erencya melalui chat.

Akbar: Aku datang, Ren. Tiketnya sudah di tangan. Sampai bertemu tanggal 19 Desember.

Di Jambi, ponsel Erencya berbunyi di tengah keheningan malam. Ia membuka pesan itu dan matanya terpaku pada gambar tiket pesawat dengan nama Akbar tercetak jelas di sana. Tangis haru langsung pecah. Ia tidak bisa menahannya. Semua penantian, semua kebohongan kecil, semua rasa bersalah dan harapan, semuanya meluap menjadi air mata kebahagiaan.

Ia segera melakukan panggilan video. Wajah Akbar muncul di layar, sama-sama berkaca-kaca, dengan senyum paling lebar yang pernah Erencya lihat. Mereka tidak berbicara. Mereka hanya saling menatap, membiarkan gambar tiket di layar ponsel mereka menjadi saksi. Perjuangan itu nyata. Pengorbanan itu nyata. Dan pertemuan mereka, kini juga menjadi sebuah kenyataan yang pasti. Janji di bulan Desember itu akan segera ditepati.

1
👣Sandaria🦋
masa iya kisah cinta anak SMA bisa bikin aku baper begini, Kak? konyol banget rasanya bagi aku yg udah emak-emak ini. tapi iya kenyataannya kisah cinta Akbar-Erencya memang bikin aku sebaper itu. hiks hiks hwaaaa...😭😭😭😆
👣Sandaria🦋
jadi ini beneran kisah nyata, Kak? kalaupun nanti berakhir sedih. keknya ini kisah cinta paling epik yg pernah kubaca. padahal baru awalnya lho😀
Sang_Imajinasi: hihi, gpp kok nangis, aku aja baca nangis 😭😆
total 1 replies
👣Sandaria🦋
waduh. kata2 Akbar sungguh menyentuh hatiku, Kak. boleh nangis gak nih?!?😭😅
👣Sandaria🦋
kentara sekali ini Akbar yg pegang kendali, Kak. mungkin itu enaknya punya hubungan dengan bocil😅
👣Sandaria🦋
anak SMA punya cowok anak kuliahan pasti senang banget dia, Kak. bisa dibanggakan pada temannya. tapi bagi cowok yg anak kuliahan punya cewek SMA pasti sering diledek temannya. biasanya begitu. malah dikatain pedofill🤦😂
Sang_Imajinasi: tapi muka anak kuliahan baby face kok 🤣🤣🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
iya. siapa tahu sebentar lagi Akbar jadi seorang CEO. kek di nopel-nopel🤦😂
Sang_Imajinasi: hahaha ga sampai ceo2 an 🤣🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
wah. sholeh juga Akbar. tebakanku kalau mereka berjodoh. si cewek yg login🤔🤣
Sang_Imajinasi: iya cewek nya yang login, udh belajar juga sebagian 🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
dunia maya penuh tipu-tipu. hati menginjak otak mah lumayan. yg parahnya yg enggak kebagian otak itu, Thor😂
Sang_Imajinasi: Hahahaha 🤣
total 3 replies
👣Sandaria🦋
aduh! ini lagi. 18 tahun baru kelas 1 SMA, Thor? berapa tahun itu tinggal kelasnya?😭😭😭 atau authornya masuk SD umur 8 th kali..?🤔
👣Sandaria🦋
nama gurun banget ya?😆
👣Sandaria🦋
24 tahun baru nyusun skripsi, Thor? model-model mahasiswa sering nitip absen ini nampaknya🤔😆
Sang_Imajinasi: 🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
aku dulu juga pernah mengalami hal konyol serupa, Thor. terpaku melihat profil aktor-aktor Korea. rasa-rasa bisa kumiliki😭😂
👣Sandaria🦋
mampir, Kak. menarik kayaknya nih. cinta menabrak aturan. Muslim Minang - Budha Tionghoa. kita lihat bagaimana cara authornya menyelesaikan perkara ini. dan seberapa cantik manuvernya. berat lho ini. gas, Kak!😅
Fendri
wah hp yang disita dibalikin ayahnya, jadi bakal hubungin akbar donk
Fendri
kalau dihayati cerita nya jadi sedih juga berasa diposisi mereka 🤭
Sang_Imajinasi: jangan sampai 🤣🤣
total 1 replies
Fendri
lanjut lagi thor jadi penasaran wkkw
Sang_Imajinasi
ON-GOING
Fendri
lanjut thor baguss
Fendri
awal dari segalanya ini
Bayu
bikin happy ending aja thor ini 😅
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!