Karena cinta kah seseorang akan memasuki gerbang pernikahan? Ah, itu hanya sebuah dongeng yang indah untuk diriku yang telah memendam rasa cinta padamu. Ketulusan ku untuk menikahi mu telah engkau balas dengan sebuah pengkhianatan.
Aku yang telah lama mengenalmu, melindungi mu, menjagamu dengan ketulusanku harus menerima kenyataan pahit ini.
Kamu yang lama aku sayangi telah menjadikan ketulusanku untuk menutupi sebuah aib yang tak mampu aku terima. Dan mengapa aku baru tahu setelah kata SAH di hadapan penghulu.
"Sudah berapa bulan?"
"Tiga bulan."
Dada ini terasa dihantam beban yang sangat berat. Mengapa engkau begitu tega.
"Kakak, Kalau engkau berat menerimaku, baiklah aku akan pulang."
"Tunggulah sampai anak itu lahir."
"Terima kasih, Kak."
Namun mengapa dirimu harus pergi di saat aku telah memaafkan mu. Dan engkau meninggalkanku dengan seorang bayi mungil nan cantik, Ayudia Wardhana.
Apa yang mesti ku perbuat, aku bukan manusia sempurna....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11: Noda Lipstik
Bagi Dika memberikan perhatian lebih untuk putri semata wayangnya adalah sesuatu yang sangat penting dari apapun , termasuk kliennya. Ia beruntung, kliennya tidak mempersalahkan kehadiran Ayu di tengah-tengah mereka.
Dengan mengajaknya dalam aktifitas adalah salah satu bentuk kasih sayangnya kepada putrinya.Hatinya sering teriris melihat keadaan putrinya. Sejak lahir sudah ditinggal mamanya menghadap pada yang kuasa.
Terkadang terlintas dalam pikirannya untuk mencari ibu untuk putrinya, tapi sayang bayangan Lea seakan masih menghantuinya. Mengubur semua keinginan untuk membuka pintu hatinya. Bukannya tak tertarik, namun bekas luka yang pernah Lea torehkan sulit hilang, meski ia sudah memaafkan.
Biarkanlah semua berjalan apa adanya dulu. Dia ingin menikmati kebersamaan bersama Ayudia. Ia tak ingin memikirkan lainnya, apalagi wanita.
Sekarang lebih baik, dirinya konsentrasi dengan pekerjaannya. Tak hanya perusahaannya yang diurusnya namun juga perusahaan papa Wisnu yang dipercayakan padanya.
Alunan irama metal dari lagu berjudul ‘Bukit Berbunga’ mengalun menghentak dari benda pipih miliknya, mengusiknya pendengarannya. Ia pun segera meletakkan bolpoinnya.
Ia pun tersenyum senang, melihat nama siapa yang terpampang di layar handphone-nya. Tante Sofia, adik papa Wisnu. Dia adalah bibi satu-satunya yang Lea punya.
Selama ini mereka jarang sekali bertemu, karena dia tinggal di Sidney mengikuti suaminya yang merupakan orang asli dari sana.
“Tante Sofia, apa kabar?” sapanya.
“Baik. Mana Ayu?”
“Masih sekolah, Tante.”
“Aku kangen sama dia. Bisa ajak Ayu ke sini. Aku sekarang ada di rumah utama. Sepi banget di sini.”
“Ooo… Tante sekarang di Indonesia. Boleh Tante. Pulang sekolah nanti aku mampir.”
“Oke, aku tunggu. Awas kalau tak datang.”
“Insyaallah.”
“Assalamu alaikum…”
“Waalaikumsalam…”
Saat istirahat siang, Dika pun berangkat menjemput Ayudia. Pekerjaan yang akhir-akhir ini tak bisa dia wakilkan pada orang lain. Bukan karena keamanan namun hanya karena Ayu ingin bermanja-manja.
Ayunda tak mau diantar atau dijemput oleh sopir. Dia hanya mau dijemput olehnya saja. Dia akan bertahan tak mau pulang kalau bukan dirinya yang datang.
Entah apa alasannya dia bersikap demikian. Yang jelas dia pernah marah pada saat pulang sekolah mendapatkan dirinya bersama seorang wanita yang cantik dan seksi di ruangannya. Sejak saat itu ia minta antar jemput ke sekolah tidak dengan sopirnya melainkan Dika sendiri.
Mengantar dan menjemput Ayu sepulang sekolah belumlah seberapa dibandingkan dibanding dengan noda lipstik yang dia torehkan di kemejanya sebelum turun dari mobil, saat mengantarnya ke sekolah.
“Ayu, kemeja papa jadi kotor kan.”
Ameena perlu diskorsing nih, karena sudah memperkenalkan lipstik pada Ayu. Membuat dia harus membawa kemeja cadangan untuk datang ke kantor.
“Biarkan saja. Biar nggak ada wanita yang mendekati papa lagi.”
Semua orang pasti akan tertawa mendengar alasannya, termasuk dirinya. Tapi dalam hatinya, ia merasa bangga. Ayu telah menempatkan dirinya sebagai papa yang berhak menerima cinta pertamanya. Bukankah begitu?
Senyum Dika mengembang sempurna dengan mata yang berbinar cerah, melihat putri kecilnya berlari menghampirinya begitu mobilnya berhenti di depan pintu gerbang.
“Mrs. Habibah. Papa sudah datang.”
Ia pun berpamitan dengan salam dan cium tangan pada gurunya.
“Sampai jumpa esok pagi di sekolah,” jawab Mrs. Habibah dengan lambaian tangan dan senyuman.
“Mari Mrs. Assalamualaikum,” kata Dika dengan takzim.
“Walaikum salam,” jawabnya.
“Papa, Ayo!”
Sepertinya Ayu sudah tak sabar, menunggu papa Dika berpamitan pada ibu gurunya. Dia kini sudah di dalam mobil, menunggunya.
“Oke.”
Dika pun menyusulnya, duduk di belakang kemudi. Pelan-pelan ia pun menjalankan mobilnya meninggalkan area sekolah.
Cup ….
Dika pun tersentak. Tiba-tiba sebuah lukisan bibir merah telah tercipta di pipinya.
“Ayu… ”
“Terima kasih telah menjemput Ayu,” ucapnya dengan tawa kecil, mengagumi karya yang baru saja ia torehkan di pipi papanya.
“Tapi tak usah cium-cium pipi Papa juga. Pakai lipstik lagi. Nanti Papa ditertawakan Mbak Ameena atau mbak-mbak yang ada di rumah. Gimana?“
Dika segera mengambil tissue untuk menghapus noda lipstik yang ada di pipinya.
“Lho Papa, kok dihapus sih,” ucapnya dengan muka cemberut.
“Ini tak baik Ayu. Nanti membuat wanita lain berbuat sama pada Papa. Apakah Ayu suka, Papa dikecup wanita selain Ayu?”
“Nggak boleh. Hanya Ayu yang boleh berbuat seperti itu pada Papa,” ucapnya dengan nada kesal.
“Papa hapus ya?”
Namun tanpa dinyana, Ayu pun menghapus noda di pipinya dengan tissue yang sama, yang dipergunakan Dika.
“Nah, itu lebih baik.”
“Tapi janji ya, Papa nggak akan mencari ibu baru untuk Ayu. Ayu hanya ingin mama Lea, meski mama sudah tiada.”
Deg … hatinya terenyuh. Ternyata inilah alasan yang sebenarnya, Ayu berbuat aneh selama ini. Ia tak ingin mama Lea diduakan.
“Oke, Papa janji. Insyaaalllah. Tapi Ayu juga janji tak akan pakai lipstik lagi, apalagi digunakan untuk mengotori baju papa dan tubuh papa.”
“Oke.”
Dika sedikit bisa bernafas lega, mendengar janji yang diucapkan putrinya. Meskipun ia ragu, apakah esok Ayu masih mengingatnya atau tidak.
“Sekarang Ayu ganti baju dulu geh!”
“He…eh.”
Dia segera ke kursi belakang, dimana di sana sudah tersedia baju gantinya yang sudah disiapkan pengasuhnya tadi pagi. Kesibukan Dika yang luar biasa dan keinginan Ayu untuk selalu di dekatnya, menyebabkan Dika selalu meminta pengasuhnya agar menyediakan baju ganti dan peralatan lainnya untuk Ayu di mobilnya.
Tak berapa lama ia telah kembali dengan baju rapi melekat di tubuhnya serta boneka barbie dan segala pernak-perniknya. Saat ini ia benar-benar manis. Dia asyik bermain sendiri tak mengganggu Dika yang sedang konsentrasi mengemudi.
Ayu tampak kaget ketika mobil tidak berhenti di rumahnya melainkan rumah kakek Wisnu.
“Kakek Wisnu datang?” tanya Ayu.
“Bukan, Tante Sofia yang datang.”
“Benarkah?” tanya antusias.
Dia ingin segera turun, ketika mobil itu berhenti. Namun tangannya yang mungil kesulitan membukanya.
“Papa!” Dia menatap Dika dengan kesal.
“Sabar dong, Ayu.” Ia pun segera membukakannya.
Ayu sudah tak sabar lagi ingin menemui Tante Sofia. Mau bilang nenek Sofia, dia masih muda. Meski secara silsilah Ayu adalah cucunya.
“Tante Sofia …” panggilnya. Dia langsung ke dalam rumah sebelum si empu rumah mempersilahkan.
Untung Tante Sofia segera muncul. Dia menyambutnya dengan wajah gembira.
“Ayu, salam dong,” tegur Dika.
“Assalamu alaikum, Tante….”
“Waalaikum salam. Ayu sekarang sudah besar. Tante sampai pangling,” kata Sofia sambil memeluk Ayu erat.
“hehehe….” Ayu hanya membalasnya dengan tawa kecil
“Ayu, ini apa?” tanya Sofia.
Dia mendapatkan noda lipstik di bibir Ayu. Dan dia lebih kaget lagi, ketika mendapatkan sisa-sisa noda lipstik juga ada di pipi Dika.
“Karya Ayu kah ini, Dika?”
“Begitu lah, Tante. Susahnya punya anak perempuan. Wajahku jadi eksperimen,” keluh Dika.
Anak yang digibahin hanya senyum-senyum sambil menunjukkan hasil karya terbaru pada boneka barbienya.
“Cantik kan, Tante,” ucapnya dengan bangga.
mampir juga di karya aku ya🤭
cuman akan aku persingkat.
sayang kalau tak ku teruskan tulisan ini.
biar deh, walaupun tak lulus review.
yang penting selesai dulu.