"Aku insecure sama kamu. kamu itu sempurna banget sampai-sampai aku bingung gimana caranya supaya bisa jadi imam yang baik buat kamu."
~Alvanza Utama Raja
🍃🍃🍃
Ketika air dan minyak dipersatukan, hasilnya pasti menolak keduanya bersatu. Seperti Alvan dan Ana, jika keduanya dipersatukan, hasilnya pasti berbeda dan tidak sesuai harapan. Karena yang satu awam dan yang satu tengah mendalami agamanya.
Namun, masih ada air sabun yang menyatukan air dan minyak untuk bisa disatukan. Begitu juga dengan Alvan dan Ana, jika Allah menghendaki keduanya bersatu, orang lain bisa apa?
🍃🍃🍃
"Jika kamu bersyukur mendapatkan Ana, berarti Ana yang harus sabar menghadapi kamu. Sebab, Allah menyatukan dua insan yang berbeda dan saling melengkapi."
~Aranaima Salsabilla
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufalifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jalan berdua
Sangat pagi-pagi sekali Ana diminta Ida untuk bersiap-siap, karena katanya akan dijemput Alvan untuk cari perlengkapan sebelum hari H.
Ana nurut -nurut saja selagi semua dipandu dan diarahkan oleh Ida. Ana hanya akan menjalankan sesuai yang diperintah Ida.
"Hari ini nak Alvan akan ajak kamu. Segera persiapkan dari sekarang ya. kemungkinan tidak ada acara pesta pernikahan karena dari keluarga hanya mendatangkan penghulu dan dua saksi." Ujar Ida
Ana mengangguk patuh. "Ana selalu ikut аpa kata Ibu. Selagi itu berdampak baik untuk Ana, Ana akan lakukan"
Ana segera bersiap-siap sebelum Alvan menjemputnya. la tidak menyangka akan menikah di umur sembilan belas tahun. Sangat jauh dari prediksinya yang mau menikah diumur dua puluh dua tahun. Namun, Apalah daya kalau sang jodoh sudah ada didepan mata.
Mendengar suara klakson, Ana langsung membuka tirai dan melihat siapa yang datang. Ternyata Alvan datang disaat Ana belum sepenuhnya siap.
"Ana, Cepat keluar. Nak Alvan udah nunggu di bawah." Ujar Ida dari luar kamar Ana
"Iya, sebentar lagi Ana keluar."
Ana menatap dirinya di cermin besar. Gamis hitam memang pas ditubuhnya dan cocok ia gunakan hendak pergi tanpa takut insecure kalah outfit. Dirasa benar-benar siap, Ana segera keluar dan turun kebawah untuk menemui Alvan.
Alvan tersenyum bahagia ketika melihat calon istrinya yang bisa secantik ini. Alvan sangat suka melihat Ana yang selalu berpenampilan tertutup.
"Udah siap, na?" Tanya Alvan
"Sudah."
"Jam Sebelas siang nanti harus sudah sampai rumah. Nak Alvan akan Abah bimbing sampai malam, dan Ana tidak akan Abah perbolehkan keluar selama bimbingan Abah pada nak Alvan berlangsung." Ujar Ahmad memberitahu putri dan menantunya
Alvan menoleh kearah jam ditangannya. Yang benar saja jam sebelas harus sudah sampai rumah? Empat jam keluar dapat apa?
Ana mengangguk patuh, la segera berpamitan pada Ahmad dan Ida Serta adik kecilnya yang lucu. "Hati-hati, jangan sampai ngebut dijalan."
"Iya, Bah." Balas Ana
"Kalau gitu kami berdua pamit, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
🍃🍃🍃
Sesampainya di butik Alvan dan Ana disambut hangat Oleh karyawan butik. Tanpa basa basi, keduanya langsung pilih gaun putih untuk acara akad besok.
"Coba kamu pakai ini." Ujar Alvan dengan menunjuk gaun putih yang begitu cantik dan mewah.
"Itu terlalu mewah, pilih yang sederhana saja asalkan pas di tubuh." Balas Ana
Alvan memandang Ana sedikit tak suka. "Kamu nggak mau berpenampilan lebih cantik untuk lelaki yang nantinya sah menjadi suamimu?"
Ana menunduk, tak berani lagi angkat bicara sedang. Sedangkan Alvan bergerak untuk membenarkan ucapannya. "Ralat, Maksudnya nggak mau pakai ini di depan sang Suami nanti? Yakin seratus persen kalau istri Alvan nanti cantik sekali." Lanjutnya, Membuat Ana langsung mengalihkan pandangannya ke arah samping. Kini, pipinya sudah Seperti tomat.
Menunggu respon yang terlalu lama. Akhirnya Alvan mengiyakan jalan pikirannya. "Mbak, ambil yang ini." Ujarnya yang langsung di angguki karyawan butik.
"Kata Abah Ahmad, diamnya perempuan itu 'iya'. Berarti kamu jawab iya dengan diam." Ujar Alvan
Keduanya berjalan menuju kasir untuk membayar setelan keduanya untuk acara akad besok. Ana menelan ludahnya ketika melihat harga gaun putih yang akan ia kenakan besok. Dan Alvan langsung membayar cash.
Astaghfirullah! Gaun tadi dua belas juta? Batin Ana kaget sendiri
"Alvan." panggil ana sebelum keduanya melangkah pergi.
"Iya?"
"Itu kemahalan."
"Nggak, sayang. Itu cocok kok sama kamu, bahkan masih belum ada apa-apanya untuk berlian cantik Seperti kamu." Balas Alvan sengaja menggombal, tak sabar melihat reaksi Ana nantinya
Lagi dan lagi Ana mengalihkan pandangan. Tak mau memperlihatkan wajah semu merahnya pada Alvan. Sedangkan Alvan tertawa melihat Ana yang begitu malu.
Alvan berjalan mendahului Ana menuju parkiran. Membuka pintu mobil untuk Ana dan memperlakukannya bak tuan putri. Ana yang lebih memilih menunduk karena masih malu karena ketauan baper.
"Sekarang maunya kemana?" Tanya Avan
"Nggak tau."
"ya udah, berarti langsung ke KUA."
"Ekh?!"
"Bercanda, sayang. Yasudah sekarang berarti ikut aku."
Mobil melaju menuju jalan yang sangar asing menurut Ana. Sepuluh tahun tak menginjak kotanya, Ana merasa sangat takjub akan perubahannya.
Berhenti disebuah bangunan yang hampir selesai, Ana bertanya-tanya dalam hati. Sebuah bangunan rumah yang besarnya dua kali lipat dari rumahnya.
"Assalamu'alaikum, Pak Alvan. Selamat siang." Ucap salah satu orang yang bekerja membangun bangunan yang dipastikan adalah punya Alvan.
"Waalaikumsalam, selamat siang." Balas Alvan tak kalah ramah. "Kira-kira bulan depan sudah bisa ditempati ?" Tanyanya
"Bisa, pak. Bahkan sepertinya dua minggu lagi bisa ditempati. Rumahnya tinggal menentukan cat tembok. Empat puluh pekerja sudah sangat cukup untuk menyelesaikan semuanya."
Alvan mengangguk. "Oke kalau gitu, saya mulai beli perabot. Tolong tata sekalian ya pak?"
"Baik, pak."
Alvan menggiring Ana untuk kembali masuk kedalam mobil. Membawanya mampir ke pasar modern mall. Dimana ada sebuah pasar yang menjual berbagai jenis makanan dalam mall.
"Yang tadi itu rumah siapa?" Tanya Ana membuka suara
"Kita." Jawab Alvan dengan memilih berbagai Jenis kue basah. "Kamu pilih aja mana yang kamu suka habis itu kita langsung pulang."
Ana mengangguk. Ia sedari tadi melirik donat yang beraneka jenis dan rasa. Namun niat untuk membelinya langsung ia urungkan karena harga donatnya terlalu mahal. Masa iya harga satuan donatnya seratus ribu? Mana kecil pula!
"Kanapa, na?" Tanya Alvan
"Nggak papa. Yaudah, langsung pulang."
"Nggak mau beli? kurang suka? atau mau yang lebih mahal? Aku bawa kamu kesini karena jajanan pasar disini murah murah. Maaf ya, cuma bisa bawa kesini. calon suami kamu lagi kismin, sayang." Ujar Alvan merasa bersalah. Seharusnya tadi la menyiapkan uang lebih banyak.
Apa katanya? Murah- Murah? justru Ana pengen pulang aja karena donat disini mahal-mahal. Bahan seratus ribu udah bisa buat banyak donat. Batin Ana
"Bang Satu kotak isi berapa donat?"
"Sepuluh."
"Yaudah, beli lima kotak ya, bang." Ujar Alvan dengan menyodorkan lembaran uang berwarna merah segepok. Sedangkan Ana hanya bisa pasrah.
🍃🍃🍃
"Sekarang ambil air wudhu. Kira sholat jamaah Dzuhur di rumah." Ujar Ahmad
"Ibu nggak sholat, bah."
"Ana juga nggak sholat, bah."
Alvan menatap kedua perempuan didepannya secara bergantian. "Kok semua nggak sholat. Yaudah, Alvan juga nggak sholat, bah." Ujarnya ikut menatap Ahmad
Ahmad menatap tajam ke arah Alvan. lalu setelahnya Ahmad keluar dari rumah. Sedangkan Alvan langsung menyusul ke arah Ahmad.
"Alvan bercanda, Abah."
Sedangkan Ana langsung masuk kedalam kamar. Mematuhi perintah Ahmad yang melarang dirinya untuk keluar sampai bimbingan Ahmad pada Alvan selesai.