NovelToon NovelToon
TERJERAT BERONDONG LIAR

TERJERAT BERONDONG LIAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Konflik etika / Cinta Terlarang / Beda Usia / Identitas Tersembunyi / Saling selingkuh
Popularitas:21.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Lima belas tahun menikah, Ghea memergoki suaminya berselingkuh dengan sekretarisnya. Lebih menyakitkan lagi, di belakangnya sang suami menyebutnya sebagai wanita mandul dan tak becus melayani suami. Hatinya hancur tak bersisa.

Dalam badai emosi, Ghea pergi ke klub malam dan bertemu Leon—pria muda, tampan, dan penuh pesona. Dalam keputusasaan, ia membuat kesepakatan gila: satu miliar rupiah jika Leon bisa menghamilinya. Tapi saat mereka sampai di hotel, Ghea tersadar—ia hampir melakukan hal yang sama bejatnya dengan suaminya.

Ia ingin membatalkan semuanya. Namun Leon menolak. Baginya, kesepakatan tetaplah kesepakatan.

Sejak saat itu, Leon terus mengejar Ghea, menyeretnya ke dalam hubungan yang rumit dan penuh gejolak.

Antara dendam, godaan, dan rasa bersalah, Ghea terjebak. Dan yang paling menakutkan bukanlah skandal yang mengintainya, melainkan perasaannya sendiri pada sang berondong liar.

Mampukah Ghea lepas dari berondong liar yang tak hanya mengusik tubuhnya, tapi juga hatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Hati Lebih Jujur

Ghea melangkah mundur.

"Sudah cukup," katanya pendek.

Tapi Leon tiba-tiba menarik pergelangan tangannya—lembut, tapi tegas—dan dalam satu gerakan, mengangkat tubuh Ghea ke atas kap mobil.

"Leon!" teriaknya, tubuhnya nyaris kehilangan keseimbangan.

"Tenang," ujar Leon, duduk santai di sebelahnya. "Aku tak akan menjatuhkanmu... kalau itu yang kau khawatirkan. Setidaknya, belum sekarang."

Ia menoleh, menatap Ghea tajam, suaranya rendah namun menusuk.

"Tapi suatu hari nanti... aku akan menjatuhkanmu di atas ranjangku—dan membuatmu meneriakkan namaku."

"Brengsek!" desis Ghea, wajahnya memerah, entah karena marah... atau karena degup jantungnya yang tak terkendali.

Pria itu bersandar ke kaca mobil, menatap langit. Seolah tak baru saja membuat jantung seseorang jungkir balik.

Dalam hati Ghea menggerutu.

"Kenapa omongan orang ini tambah mesum gini? Menyebalkan!"

"Jangan cemberut begitu, Honey. Kau makin manis saat kesal."

Leon terkekeh, kembali menatap langit. Lalu suaranya merendah, nyaris seperti gumaman.

"Aku takut tak bisa menahan diri untuk menerkammu."

"Brengsek," ulang Ghea. Tapi suaranya terdengar lebih lirih daripada tadi.

Ada bara yang menyala di nadanya. Bara yang tak bisa dipadamkan hanya dengan tatapan sinis.

"Berhenti bicara sembarangan!" desisnya, mencoba tetap ketus.

Tapi jantungnya tak peduli.

Ia berdetak—keras dan kacau—setiap kali mata hitam pria itu menatapnya, seolah menelanjangi isi pikirannya.

Leon duduk kembali di sampingnya.

Kali ini lebih dekat.

Terlalu dekat.

Matanya menatap laut.

Lalu ia berkata,

"Aku pernah berkata, aku akan membahagiakanmu seumur hidupku."

Suaranya menurun—seperti mengucapkan janji pada dirinya sendiri, bukan pada siapa pun yang mendengarnya.

Ghea membeku.

Kalimat itu...

"Kenapa terdengar... familiar?"

Ia memejamkan mata.

Mencoba meraba serpihan kenangan yang terasa seperti mimpi usang.

Ada suara anak kecil. Ada tangis.

Ada seseorang yang berkata—

Tapi suara itu menguap.

Tak sampai ke permukaan.

Ghea membuka mata. Bingung.

Terluka oleh ingatan yang nyaris muncul tapi lenyap begitu saja.

"Kau bicara seperti kita sudah lama kenal," ucap Ghea datar.

"Apa memang benar?"

Leon tak menjawab. Ia hanya menatap laut.

Matanya menyimpan terlalu banyak rahasia untuk bisa dibaca malam ini.

"Dulu aku merelakanmu," lanjut Leon pelan.

"Melihatmu bahagia sudah cukup bagiku. Tapi melihatmu disakiti? Aku tak rela."

Ghea menunduk.

Jantungnya berdetak tak menentu, seperti dihantam ombak dari dalam.

"Kau menyembunyikan banyak hal dariku. Bertingkah semaumu..."

"Kenapa..." suaranya nyaris tak terdengar.

"Kenapa aku tak bisa membencimu?"

Leon tertawa kecil. Lalu mendekat.

Napasnya menyapu telinga Ghea—hangat, menusuk, tak diundang tapi tak bisa ditolak.

"Mungkin karena hatimu lebih jujur dari otakmu," bisiknya.

"Dan itu satu-satunya bagian dari dirimu yang tak bisa berbohong padaku. Yang mengenaliku."

Ghea memejamkan mata sesaat.

Ombak berdebur. Angin bersenandung.

Tapi dalam hatinya, hanya suara lelaki itu yang menggema.

Dan entah sejak kapan...

Ia tak ingin suaranya berhenti.

"Berapa usiamu sekarang?" tanya Ghea, memecah keheningan.

Leon meliriknya. "Dua puluh lima. Kenapa?"

"Bahkan usia kita jauh berbeda. Aku sepuluh tahun lebih tua darimu. Aku tak pernah merasa bertemu denganmu sebelumnya."

"Kau bahkan pernah memegang tanganku... mengusap kepalaku."

Ghea menoleh, mencoba mengenali pria di sampingnya di bawah sinar bulan.

"Aku benar-benar tak ingat pernah bertemu denganmu."

"Kau benar-benar melupakanku. Janjiku padamu."

Nada suaranya terdengar kecewa, senyumnya pahit.

Tiba-tiba Leon menoleh dengan seringai tipis.

"Ada tanda lahir berwarna merah di paha kananmu. Bagian dalam."

Mata Ghea membulat.

Hanya orang tuanya dan David yang tahu tentang tanda itu.

"Kau... kau penguntit? Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku?" tuduhnya, menatap Leon tajam.

Leon meraih pinggang Ghea. Kuat, menguasai, tapi tak menyakitkan.

Tangan satunya menyentuh wajah Ghea, jemarinya lembut namun mengintimidasi.

Meski hanya diterangi cahaya purnama, Ghea bisa melihat tatapan itu—tajam, dominan, dan menggetarkan.

"Aku ingin hatimu. Tubuhmu. Jiwa dan ragamu."

Ghea mendorong dada Leon. Tak sanggup melawan.

Intimidasi itu tidak menakutkan, tapi... menggetarkan.

Beberapa menit berikutnya berlalu dalam diam.

Tak ada kata.

Hanya deburan ombak dan desir angin yang menyelinap masuk di antara napas mereka.

Malam terasa panjang.

Tapi bagi Ghea, waktu seolah membeku di samping pria itu.

Saat akhirnya ia bersuara, suaranya serak—hampir tenggelam oleh suara laut.

"Antar aku pulang, Leon."

Leon menatapnya sejenak, seolah ingin memastikan Ghea benar-benar menginginkannya. Lalu tanpa kata, ia mengangguk.

"Aku bisa sendiri," tolak Ghea saat Leon membantunya turun dari kap mobil.

"Jangan keras kepala."

Leon membukakan pintu bagian penumpang, dan membiarkan Ghea masuk lebih dulu.

Mereka melaju dalam keheningan. Lampu jalan berkelebat lembut di kaca jendela, menciptakan bayang-bayang di wajah Ghea yang lelah.

Tak lama, kepala Ghea miring pelan, bersandar ke jendela.

Tertidur.

Leon melirik.

Mulutnya tersenyum miring. Tapi matanya tak sepenuhnya main-main.

“Bisa tidur setelah kucium?” gumamnya rendah, geli sendiri.

Ia menghela napas, lalu menepi perlahan.

Tangannya meraih pengatur kursi penumpang, menurunkan sandaran hingga Ghea lebih nyaman. Ia menatap wanita itu sebentar, lalu memutar arah mobil—menuju jalan berbeda dari seharusnya.

Villa pinggir pantai itu sunyi.

Hanya ada cahaya remang dari taman kecil dan suara ombak di kejauhan.

Dua pelayan berdiri di teras depan, nyaris terkejut saat mobil hitam itu berhenti. Pelayan pria dan wanita—keduanya langsung menunduk ketika melihat Leon turun dengan seorang wanita dalam gendongannya.

Ghea masih tertidur, wajahnya tenang seperti kanvas kosong setelah badai.

“Ingat wajahnya,” bisik Leon dingin.

“Dia Nyonya kalian. Hormati dan layani dia seperti nyawa kalian tergantung padanya.”

Keduanya mengangguk cepat, menunduk dalam, suaranya lirih takut membangunkan Ghea.

“Baik, Tuan…”

Langkah Leon mantap, membelah lorong villa yang sunyi. Bau laut dan kayu tua menyambut, tapi semua lenyap di balik kehadiran wanita yang ia peluk erat.

Di kamar luas menghadap laut, ia menurunkan Ghea ke ranjang.

Hati-hati. Seolah takut menyentuh mimpi.

Ia berjongkok, melepas sepatunya perlahan, lalu menarik selimut hingga menutupi tubuh mungil yang tertidur itu.

Kecupan hangat jatuh di kening Ghea.

Lalu tangan besar itu menyibak sedikit rambut dari wajahnya, membelai lembut seperti seseorang yang tahu: ini bukan sekadar tamu.

Ini… sesuatu yang lebih.

Leon tersenyum.

Senyum yang hanya dimiliki oleh satu atau dua orang di hidupnya.

Dan kini, satu di antaranya adalah wanita yang bahkan belum tahu ke mana sebenarnya ia dibawa.

 -----

Mentari mengintip dari celah tirai yang tertiup angin.

Cahaya pagi menyusup perlahan, membelai wajah Ghea dengan hangat.

Ia menggeliat pelan, tubuhnya terasa ringan.

Aneh. Nyaman.

“Tidurku… nyenyak sekali.”

Ghea bergumam dalam hati, masih enggan membuka mata.

Tapi saat ia mencoba bergerak, ia menyadari satu hal yang ganjil.

Pipinya menempel pada sesuatu yang hangat.

Kokoh. Stabil.

Bukan bantal.

Dan jelas… bukan kasur.

Rasa nyaman itu mendadak berubah menjadi tanda tanya, terutama saat hidungnya mencium aroma samar parfum maskulin dan suara detak jantung terdengar jelas di telinganya.

Hangatnya... dada?

Telanjang?

Kesadaran menyusup seperti badai.

David.

Bayangan David menggeliat di benaknya.

David—dan Tessa.

Desahan. Suara kursi. Luka yang belum mengering.

Ghea sontak tersentak. Jijik.

Pahit.

Tangannya bersiap mendorong tubuh itu menjauh.

Tapi saat telapak tangannya menyentuh permukaan dada itu, ia terhenti.

Ini bukan tubuh David.

Dada ini lebih lebar. Lebih padat.

Ototnya terasa nyata di balik kulit hangat itu.

Perlahan, Ghea membuka mata.

Pandangan pertama yang ia tangkap adalah garis rahang yang familiar.

Lalu dagu kokoh.

Dan ketika matanya naik—menemukan sepasang mata yang sudah terbuka lebih dulu dan menatapnya penuh makna—

Leon.

Pria itu terbaring santai, satu tangan melingkar di pinggangnya.

“Pagi, Honey...”

Suara Leon dalam dan berat, serak karena baru bangun.

Ghea membeku.

Jantungnya berdetak seperti genderang perang.

“Kau…” suaranya tercekat.

“Kita tidak—aku tidak—”

Leon menyeringai kecil, tapi tak mengejek.

“Tenang. Kita tak melakukan apa-apa yang bisa kau sesali.”

Ia menatap Ghea dalam.

“Kecuali kau menyesal tidur di pelukanku semalaman."

Ghea ingin menepis lengannya.

Ingin berdiri. Ingin marah.

Tapi tubuhnya… malah kaku.

Tak bergerak.

Karena satu hal.

Ia tak ingat kapan dirinya merasa setenang ini saat bangun tidur. Namun ketenangan itu tak berlangsung lama saat suara berat itu kembali terdengar.

"Honey, dia bangun. Gimana nih?" Tanpa aba-aba, Leon menarik tangan Ghea dan menempelkannya di satu bagian tubuhnya yang berdenyut.

Ghea membulatkan matanya. "Leon! Mesum!"

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
naifa Al Adlin
sepertinya leon ini anak yg hilang itu, kemudian di tolong ghea. nah dia ingin balas budi kayaknya,, iya g thor🤭lanjut deh thor daripada penisirin🤣🤣
Anonim
Ternyata Vika yang di depan Ghea.
Vika ini terlalu curiga sama Leon yang akan menghancurkan Ghea lebih dalam daripada David - sepertinya kok tidak.
Ghea bersama Leon merasa hidup - merasa utuh dan sepertinya Leon benar mencintai Ghea dan pingin membantu Ghea mengembalikan haknya sebagai pewaris perusahaan tinggalan orang tuanya yang sekarang dikuasai si pecundang David.
Tapi baik juga kalau Vika mau menyelidiki siapa Leon dan apa maksud Leon mendekati Ghea.
Anonim
suka dengan perlakuan Leon terhadap Ghea sayangnya Ghea walaupun dalam hati kecilnya suka kalau ketemu Leon tapi secara verbal marah - gemas kali terhadap Leon.
W a d uuuuuhhhh siapa dia yang menjadikan Ghea membeku - tangannya mencengkeram tali tas.
Leon senang ini terbukti malah tersenyum wkwkwk
nuraeinieni
setuju tuh usulan vika,kalian harus cari tau siapa leon,,tp di saat kalian tau,pasti kaget,tau kenyataannya leon seorang ceo dan kaya raya.
nuraeinieni
emang tuh si leon seperti jailangkung
nuraeinieni
jangan2 itu david yg datang?tdk apa apalah ghea,biar david tau kalau kau sangat berharga,bahkan bisa dapat yg lebih baik dari david
abimasta
saya sudah jantungan duluan kirain david yg tiba2 berdiri di deoan ghea
Siti Jumiati
sebagai sahabat yang baik vika gk rela sahabatnya hancur.

tapi tenang saja Vika, Leon orangnya baik dia yang akan menghancurkan David bersama selingkuhannya.
Anitha Ramto
nah betul Ghea..perkataan Vika harus mencari tahu siapa Leon sebenarnya dan apantujuannya,walawpun Leon kelihatannya tulus dan membuat kamu nyaman tetap saja kamu harus nyelidiki Leon lebih jauh sebelum badai datang
Siti Jumiati
so sweet banget Leon... siapa ya kira2 orang itu...
Dek Sri
apakah Ghea dan Vika akan tahu siapa Leon sebenarnya
Fadillah Ahmad
Lah Bukankah Leon iru Si Varndra Ya Kak Nana? Aduh Aku Bingung nih Kak...
Fadillah Ahmad
Mana Yang Lebih Kaya Kak Nana,antara Nugroho Group,Mahwndra Group dan Mahardika Group Kak Nana? Siapa yang Lebih Berkuasa kak Nana di Dunia Bianis kak? 😁😁😁
🌠Naπa Kiarra🍁: Masih Rayyan, Kak.
total 1 replies
Fadillah Ahmad
Mahardika Group,Hruf O nya Kurang Kak Nana... 🙏🙏🙏😁😁😁
Fadillah Ahmad
Kak Nana,aku suka sekali jika tokoh utamanya Wanita kak,maksudnya adapah aku lebih suka Ceritanya dari Sudut Pandang Si Wanita kak,misalnya Seperti Ghea ini. Kisah hidupnya,bagaimana ia menjalani hidup,jatuh bangunnya ia dari keterpurukkan,aku lebih suka tokoh utama Wanita Sih kak,atau misalnya nanti Kisah Adiknya Zayn,Si Zoeya,aku lebih Suka kakak,mengambil dari Sudut Pandangnya Zoeya kak. Begitu Maksud aku kak Nana,ketwrikatan Emosionalnya lebih tinggi kak Nana. 🙏🙏🙏
Fadillah Ahmad
Waw,baru Pertama Kali Aku Membaca Novel Kak Nana Menggunakan PROLOG,biasanya nggk pernah... 😁😁😁
Fadillah Ahmad
Akhirnya Novel Kak Nana Yang Baru Telah Di Kontrak,ini yang aku tunggu dari kemarin Kak... 😁😁😁
Yuni Setyawan
Tessa ka,atau David kah?
Yuni Setyawan
Diajari siapa sih km?kq jadi pintar bgt jawabnya,mematahkan tuduhan David hingga dia akan merasa terpojok sendri 😂😂😂
abimasta
ada david kah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!