Aluna gadis yatim piatu berusia 21 tahun, menjalani hidupnya dengan damai sebagai karyawan toko buku. Namun hidupnya berubah setelah suatu malam saat hujan deras, ia tanpa sengaja menyaksikan sesuatu yang tidak seharusnya. Di sebuah gang kecil ia melihat sosok pria berpakaian serba hitam bernama Darren seorang CEO berusia 35 tahun yang telah melenyapkan seorang pengkhianat. Bukannya melenyapkan Aluna yang menjadi saksi kekejiannya, Darren justru membiarkannya hidup bahkan mengantarnya pulang.
Tatapan penuh ketakutan Aluna dibalik mata polos yang jernih menyalakan api obsesi dalam diri Darren, baginya sejak malam itu Aluna adalah miliknya. Tak ada yang boleh menyentuh dan menyakitinya. Darren tak ragu melenyapkan semua yang pernah menyakiti Aluna, entah itu saat sekarang ataupun dari masa lalunya.
Ketika Aluna perlahan menyadari siapa Darren, akankah ia lari atau terjatuh dalam pesona gelap Darren ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mantan Perawat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.11
© Restoran Mewah : Manipulasi Halus Darren & Kepolosan Aluna ©
Darren melangkah keluar dari toko buku dengan tenang, jemarinya masih menggenggam pergelangan tangan Aluna yang kecil. Gadis itu hanya bisa menunduk, mengikuti langkahnya tanpa banyak bicara.
Begitu sampai di trotoar, Darren berhenti, menoleh ke arahnya. "Aku butuh nomor pemilik toko."
Aluna mengangkat kepala dengan bingung. "Hah?"
Darren memasukkan satu tangan ke saku celana, sikapnya santai tapi penuh dominasi. "Toko ini harus tutup sementara. Aku ingin berbicara langsung dengan pemiliknya."
Aluna mengangguk cepat, lalu mengeluarkan ponselnya dengan tangan gemetar. "E-eh... ini, aku cari dulu..." Jemarinya yang mungil mengetik di layar, mencari kontak sang pemilik toko.
Darren memperhatikannya dengan tatapan tajam, seolah menikmati ekspresi gugup gadis itu. Setelah menemukannya, Aluna menunjukkan layar ponselnya. "I-ini, kak... tapi kak Darren mau aku yang menelponkan, atau....."
Darren dengan santai mengambil ponselnya dari tangan Aluna tanpa permisi, membuat gadis itu terlonjak kecil."Aku sendiri yang bicara."
Tanpa menunggu jawaban, Darren langsung menekan tombol panggil.
- Di Ujung Telepon -
"Hallo, dengan pemilik toko buku?"
"Oh, ya, saya sendiri. Ini dengan siapa?" Suara seorang pria tua terdengar dari seberang.
Darren tersenyum tipis sebelum menyebutkan namanya dengan tenang.
"Darren Arvanindra."
Hening sejenak.
Pemilik toko terdengar sedikit tersedak di seberang. "D-Darren Arvanindra? Maksud anda... CEO Arvan Corporation?"
Aluna, yang mendengar nama lengkap itu, langsung membeku. Matanya melebar,menatap Darren dengan tidak percaya. CEO Arvan Corporation? Darren yang berdiri di depannya sekarang... adalah CEO perusahaan raksasa itu?
Darren melirik sekilas ke arah Aluna, menangkap ekspresi kagetnya, tapi dia memilih untuk mengabaikannya dan melanjutkan pembicaraan dengan tenang.
"Ya," jawabnya singkat. "Toko anda mengalami insiden tidak menyenangkan hari ini. Saya sarankan untuk menutup sementara."
"Insiden? Apa yang terjadi?" Pemilik toko terdengar khawatir.
Darren menatap Aluna yang masih terpaku. Dengan suara tenang tapi penuh kendali, ia berkata, "Bisa kita bicara langsung? Saya akan menjelaskannya. Saya akan membawa karyawan anda juga."
"Oh! Baik, baik, saya ada di restoran dekat toko. Saya tunggu di sana."
Panggilan berakhir. Darren mengembalikan ponsel ke tangan Aluna, tapi sebelum itu, jemarinya yang panjang dengan cepat mengetik sesuatu di layar.
Begitu Aluna menerimanya kembali, ia terkejut melihat satu kontak baru tersimpan di ponselnya. 'Darren Arvanindra.'
Gadis itu menatapnya dengan bingung. "Kak, ini..."
Darren menarik ponselnya sendiri dari saku dan memutar layar ke arahnya.
'My Baby Chubby❤️'
Aluna hampir tersedak ludahnya sendiri. "K-Kakak... Kakak simpan namaku dengan nama itu?"
Darren tersenyum samar. "Ada masalah?"
"T-tentu saja! Itu aneh..."
Darren mendekatkan wajahnya sedikit, membuat Aluna mundur selangkah. "Aku suka. Dan ini bukan sesuatu yang bisa kau ubah."
Aluna hanya bisa menggigit bibir, pipinya bersemu merah karena kesal, bingung, dan sedikit malu. Tapi dia terlalu takut untuk membantah lebih jauh.
Darren mengulurkan tangan ke arahnya. "Ayo."
Aluna menatap tangan itu ragu. "Ke mana?"
"Restoran."
Aluna ingin menolak, tapi dia ingat pemilik toko menunggu di sana. Akhirnya, dengan berat hati, dia menerima tangan Darren dan membiarkan pria itu membawanya pergi.
© Restoran Mewah : Ketakutan Aluna & Kepuasan Darren ©
Restoran yang mereka masuki jelas bukan tempat biasa. Interiornya elegan dengan meja-meja mahal dan pelayanan kelas atas.
Aluna merasa canggung saat berjalan masuk bersama Darren, apalagi saat semua mata tertuju pada mereka. Beberapa pelanggan tampak terkejut melihat Darren, mungkin mengenalinya sebagai CEO Arvan Corporation.
Pelayan yang berdiri di dekat pintu langsung menunduk hormat. "Selamat siang, Tuan Arvanindra. Anda ingin meja pribadi?"
Darren mengangguk. "Seperti biasa."
Pelayan itu segera mempersilakan mereka ke ruangan VIP. Aluna hanya bisa mengikutinya dengan langkah ragu.
Di dalam ruangan, pemilik toko sudah menunggu. Seorang pria berusia enam puluhan dengan rambut mulai memutih. Begitu melihat Darren, dia langsung berdiri dengan gugup.
"T-Tuan Arvanindra... saya tidak menyangka anda..."
Darren duduk dengan santai, menatap pria itu dengan dingin. "Saya akan langsung ke intinya."
Dia menjelaskan kejadian di toko, bagaimana Aluna hampir dilenyapkan, dan bagaimana Yasmin, seseorang yang bekerja di sana, ternyata dalang dari semua itu.
Pemilik toko mendengarkan dengan mata membesar, sesekali melirik Aluna yang duduk diam dengan kepala tertunduk.
"Jadi, Yasmin selama ini..." gumamnya.
Darren mengetukkan jarinya ke meja. " Yasmin sudah diserahkan ke kantor polisi,saya sudah meminta dua teman saya untuk membawanya tadi."
Tentu saja Darren berdusta tentang kantor polisi,yang dia maksud bukan kantor polisi sungguhan seperti pada umumnya.Melainkan penjara bawah tanah yang ada di markasnya,lebih mirip neraka kecil,tempat membungkam seseorang tanpa ada satupun yang bisa mendengar suara-suara jeritan menyakitkan di luar sana.Atau...,lebih tepatnya nafas seseorang berakhir disana.
Pemilik toko mengangguk cepat. "T-tentu saja! Saya tidak menyangka Yasmin seperti itu... saya sangat berterima kasih pada Anda, Tuan Arvanindra."
Darren tersenyum tipis. "Jangan berterima kasih pada saya." Dia melirik ke arah Aluna. "Karyawan anda ini yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih."
Aluna tersentak. "A-aku?"
Pemilik toko tersenyum. "Aluna, aku turut menyesal atas apa yang terjadi. Kau tidak apa-apa, kan?"
Aluna mengangguk pelan. "A-aku baik-baik saja..."
Darren lalu menatap pemilik toko dengan ekspresi dingin. "Kami akan pergi. Pastikan toko tetap tutup hari ini."
Pemilik toko mengangguk cepat. "Baik, baik, saya mengerti.Aluna bisa istrahat dulu sampai dua hari kedepan."
Dua hari libur?
Itu berarti lebih banyak waktu bagi Darren untuk semakin mengikat gadis kecilnya ini.
Darren bangkit, lalu menarik tangan Aluna. "Ayo."
Aluna ingin protes, tapi dia tahu percuma.
© Di Dalam Mobil : Perangkap Yang Makin Dalam ©
Saat mereka sudah duduk di dalam mobil, Aluna mengumpulkan keberanian untuk bertanya.
"K-Kak Darren..."
"Hm?"
"Jadi... Kakak itu CEO Arvan Corporation?"
Darren melirik sekilas sebelum kembali fokus menyetir. "Baru sadar sekarang?"
Aluna menggigit bibir. "A-aku hanya... tidak menyangka..."
Darren menyeringai. "Kenapa? Kupikir kau cukup pintar untuk menyadarinya lebih cepat."
Aluna terdiam.Dia tidak menyangka pria yang menyelamatkannya dengan cara brutal, yang sekarang ini ada di dekatnya, ternyata seorang CEO.
Tapi kenapa? Kenapa Darren tertarik padanya?
Pikiran itu membuatnya semakin takut.
Darren tiba-tiba mengangkat tangan dan menepuk lembut kepala Aluna, membuat gadis itu tersentak.
"Jangan berpikir terlalu banyak, Baby Chubby," bisiknya.
Aluna menunduk.
Dan Darren tahu.Gadis kecil ini sebentar lagi akan semakin masuk dalam genggamannya.
©Perjalanan Pulang: Aluna Yang Syok, Darren Yang Menggenggam Lebih Erat©
Mobil melaju dengan kecepatan stabil di bawah kendali Darren. Sepanjang perjalanan, Aluna duduk diam di kursi penumpang, tubuhnya masih terasa lemas setelah semua yang terjadi. Pikirannya kacau. Bagaimana bisa Yasmin ingin membunuhnya? Apa dia benar-benar dibenci sampai seperti itu?
Tangannya yang kecil menggenggam rok yang dipakainya. Pikirannya melayang, mengingat kembali tatapan penuh kebencian Yasmin sejak hari pertama ia bekerja di toko buku. Sejak awal, Yasmin memang tidak pernah menyukainya, tapi Aluna tidak pernah berpikir Yasmin akan sampai pada titik ingin menghilangkan nyawanya.
Darren melirik gadis itu sekilas. Wajahnya masih pucat, matanya kosong, bibir mungilnya sedikit bergetar. Dia menghela napas pelan.
"Masih syok?" tanyanya, suaranya terdengar ringan, tapi ada nada manipulatif di baliknya.
Aluna tersentak. Dia menoleh, menatap Darren dengan ekspresi bingung. "A-aku..."
Darren tiba-tiba mengulurkan tangan dan mencubit pipinya yang chubby.
"Auw! K-Kak Darren?"
"Jangan melamun." Darren tersenyum kecil, tapi tatapannya tetap tajam. "Aku tidak suka melihatmu terlalu banyak berpikir."
Aluna mengerjap, tangannya refleks menyentuh pipinya yang tadi dicubit. "T-tapi..."
"Tapi apa?"
Aluna menggigit bibirnya. "Kenapa kak Yasmin sampai seperti itu...? Aku... aku nggak pernah berbuat apa-apa padanya..."
Darren tidak langsung menjawab. Dia hanya menatap lurus ke depan, jemarinya mengetuk-ngetuk setir dengan ritme pelan.
"Dengar, Baby Chubby," katanya akhirnya. "Dunia ini kejam. Kau terlalu polos untuk memahami itu."
Aluna menunduk. "Tapi aku nggak pernah menyakiti Kak Yasmin..."
Darren menoleh, matanya berkilat dingin. "Dan itulah masalahnya."
Aluna mengerutkan kening. "Hah?"
Darren tertawa kecil, tapi bukan tawa yang menyenangkan. "Orang yang terlalu bersih biasanya justru membuat yang kotor merasa terancam."
Aluna menggigit bibirnya, masih belum sepenuhnya mengerti, tapi ada sesuatu dalam suara Darren yang membuatnya takut untuk bertanya lebih lanjut.
Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Mobil akhirnya berhenti di depan kost Aluna.
"Aku antar sampai dalam," kata Darren sambil melepas sabuk pengaman.
Aluna buru-buru menggeleng. "Nggak perlu! Aku bisa sendiri!"
Darren menoleh padanya, lalu tiba-tiba mendekatkan wajahnya. "Kau yakin?"
Aluna langsung membeku. Wajah Darren hanya beberapa inci dari wajahnya. Mata tajam itu menatapnya tanpa berkedip.Jantungnya berdegup kencang. "A-aku..."
Darren tersenyum, lalu tiba-tiba menekan dagunya dengan jari."Pergi istirahat," bisiknya. "Dua hari cukup untuk memulihkan tenagamu."
Aluna langsung turun dari mobil dengan gugup. Begitu menutup pintu, mobil Darren langsung melaju pergi.
Aluna menatap kepergian mobil itu dengan perasaan aneh.
©Markas Darren : Neraka Kecil Di Penjara Bawah Tanah©
Saat Darren sudah sampai di markas.......
Darren memasuki ruangan bawah tanah dengan langkah tenang. Aroma lembap bercampur darah memenuhi ruangan itu. Di dalam sana, Yasmin dan dua pria bayarannya sudah terikat di kursi besi yang dingin.
Begitu melihat Darren masuk, Yasmin langsung berusaha mundur, tapi tubuhnya terbelenggu erat. Matanya membelalak, ketakutan terlihat jelas di sana.
Darren mendekat, lalu dengan santai mengeluarkan belati kecil dari sakunya.
"Jadi," katanya dengan suara dingin. "Aku sudah memperingatkanmu, bukan?"
Yasmin menelan ludah. "A-apa... apa yang kau inginkan...?"
Darren tersenyum tipis, lalu tanpa peringatan, menggoreskan belatinya ke pipi Yasmin.
"A-AAARRGHHH....!!"
Teriakan histeris Yasmin memenuhi ruangan, membuat dua pria bayaran yang juga terikat di sana merinding ketakutan.
Darren menatap darah yang mulai mengalir dari pipi Yasmin dengan ekspresi puas. "Aku tidak main-main, Yasmin." Suaranya rendah dan berbahaya. "Kau berani menyentuh sesuatu yang bukan milikmu."
Yasmin menggigit bibirnya yang gemetar. "S-sesuatu...? A-apa maksudmu...?"
Darren tersenyum dingin. "Baby Chubby-ku."
Mata Yasmin membesar. "A-Aluna?"
Darren mengangguk santai. "Kau berani melukai kesayanganku,milikku."
Yasmin semakin pucat.Lalu, perlahan, dengan suara gemetar, dia berkata, "J-jadi... tiga pria bertopeng yang meneror keluargaku... adalah kalian...?"
Darren mendekatkan wajahnya. "Benar."
Yasmin merasakan tubuhnya menggigil.
Arga, yang berdiri di belakang Darren, tertawa kecil. "Aku sudah memperingatkan ayahmu," katanya. "Kalau kau masih nekat... yang akan dia kubur bukan lagi bangkai kucing,tapi kau terlalu bodoh dan keras kepala."
Yasmin terengah, ketakutan merayapi tulangnya.
Hernan menyeringai, menatap Yasmin dengan mata penuh kegilaan. "Sebentar lagi, orangtuamu juga akan menemanimu di sini. Supaya kau tidak kesepian."
Yasmin merasa perutnya mual.
Darren berdiri, beralih ke dua pria bayaran Yasmin yang sudah gemetar ketakutan.
Salah satu anak buah Darren mendekat, mengambil sesuatu dari dinding, lalu menyerahkannya pada Darren.Samurai panjang berkilat dalam genggaman Darren.
Kedua pria bayaran itu langsung meronta. "T-tolong ! Jangan! Kami hanya disuruh! Kami hanya...."
SHLAAKKK..!!
Jeritan menggema di ruangan itu saat Darren tanpa ragu menebas tangan mereka. Darah muncrat ke lantai, membuat Yasmin semakin pucat.
"A-AAARGHHH!!"
"A-AMPUN! A-AMPUN!!"
Darren hanya menatap mereka tanpa ekspresi, lalu menurunkan samurainya ke kaki mereka.
"Jangan khawatir," katanya pelan. "Aku tidak akan membunuh kalian sekarang."
Lalu, dengan satu tebasan cepat....
SHRAKKK!
Jari-jari kaki mereka terpotong.Jeritan yang lebih histeris memenuhi ruangan.Yasmin merasa pusing. Pandangannya berputar.
Darah. Jeritan. Rasa sakit.
Dan Darren, yang berdiri di sana dengan ekspresi santai, seolah ini bukan hal yang aneh.
Tubuh Yasmin melemas.Lalu semuanya menggelap lalu perlahan kesadarannya menghilang.
Darren menatapnya sekilas, lalu beralih pada Hernan dan Arga."Simpan mereka di sini. Kita belum selesai,jangan biarkan mereka mati dulu."
Hernan terkekeh. "Tentu, Bos."
Arga menatap Yasmin yang tak sadarkan diri. "Sepertinya dia butuh lebih banyak kejutan setelah bangun nanti."
Darren tersenyum tipis. "Kita lihat saja nanti."
Lalu dia berbalik, meninggalkan neraka kecil itu dengan langkah santai.