Tamparan, pukulan, serta hinaan sudah seperti makanan sehari-hari untuk Anita, namun tak sedikitpun ia mengeluh atas perlakuan sang suami.
Dituduh menggugurkan anak sendiri, membuat Arsenio gelap mata terhadap istrinya. Perlahan dia berubah sikap, siksaan demi siksaan Arsen lakukan demi membalas rasa sakit di hatinya.
Anita menerima dengan lapang dada, menganggap penyiksaan itu adalah sebuah bentuk cinta sang suami kepadanya.
Hingga akhirnya Anita mengetahui pengkhianatan Arsenio yang membuatnya memilih diam dan tak lagi mempedulikan sang suami.
Follow Instragramm : @iraurah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah Mewah Dari Sahabat
“Bulan ini ada berapa barang yang diretur?” Tanya Anita sembari menulis laporan penjualannya di buku.
“Ada 250 paket yang di retur Bu” jelas pegawai bagian marketing itu.
“Cukup banyak juga ya” ucap Anita mendengar angkat pengembalian barang dari konsumennya.
“Iya Bu”
“Apa kira-kira alasannya?” Kata Anita ingin tahu.
Sang pegawai melihat tablet miliknya sambil membacakan keterangan yang telah ia susun. “Ada macam-macam faktor bu. Salah satunya pembeli tidak sengaja mengklik pesanan, lalu yang paling banyak adalah karena pembeli selalu tidak ada dirumah untuk melakukan pembayaran ditempat. Maka dari itu, untuk sementara kami tutup dulu metode transaksi COD” jelasnya.
Anita manggut-manggut ketika mendengarkan penjelasan dari bawahannya, dia pun menutup buku laporan setelah memasukkan beberapa data.
“Baik kalau begitu, terimakasih atas penjelasannya. Kamu boleh kembali ke ruangan”
“Baik, Bu. Terimakasih kembali, saya undur diri dulu” ucapnya bangkit dari kursi dan keluar dari ruang kerja Anita.
Tak lama setelah pegawai tadi berlalu, ponsel Anita berdering, membuat layar gadget tersebut menyala otomatis.
Terlihat nama “Baim” terpampang disana, Anita mengernyit heran, karena penasaran ia pun membuka pesan dari sahabatnya itu.
“Nita, kamu ada waktu siang ini? Aku ingin bertemu. Kalau kamu tidak keberatan, bagaimana kalau kita bertemu di kafe yang kemarin?”
Anita membaca pesan itu dua kali, kemudian membalasnya langsung.
“Tentu. Aku bisa. Jam berapa?”
Tak lama, balasan masuk:
“Jam satu siang. Aku tunggu di meja yang sama, ya.”
Anita meletakkan ponselnya di meja, ia kembali mengecek laporan pekerjaan yang lain sambil menunggu beberapa jam lagi untuk berjumpa dengan Baim.
Pukul dua belas empat puluh lima, Anita tiba di depan kafe yang kemarin menjadi tempat ia dan Baim menghabiskan waktu bersama. Kafe itu masih sama: tenang, dengan aroma kopi dan roti yang menggoda indera penciuman sejak pintu dibuka.
Begitu ia melangkah masuk, matanya langsung menangkap sosok Baim yang duduk di meja sudut. Pria itu mengenakan kemeja biru langit dengan lengan digulung hingga siku. Jam tangannya berkilau samar terkena cahaya, dan di hadapannya sudah ada dua gelas berisi air mineral.
Baim menoleh dan tersenyum ketika melihat Anita datang. Ia segera berdiri, menarik kursi untuk sahabat lamanya itu.
“Hai, sudah lama?” Sapa Anita sembari duduk di kursi yang ditarik Baim.
“Tidak terlalu, mungkin sekitar sepuluh menit aku datang”
“Maaf, membuatmu menunggu”
“Tidak masalah, lagipula kita janjian pukul satu. Ini bahkan masih kurang 15 menit. Terima kasih sudah datang, Nita,” sahut Baim hangat.
“Justru aku yang berterima kasih. Senang sekali kau mengajakku lagi ke sini,” jawab Anita.
Mereka mulai mengobrol ringan. Baim bertanya tentang ruko, pekerjaan, dan juga soal keluarga Anita. Percakapan mengalir begitu alami.
“Bagaimana pekerjaanmu hari ini? Lain kali aku ingin melihatnya langsung ke tempat” ujar baim penasaran.
“Dengan senang hati aku akan menyambutmu di tempat usaha kecil milikku”
“Jangan bicara begitu, kau sudah sangat keren, aku yakin kau bisa makin membesarkan nama brand mu suatu saat nanti”
“Aku harap juga begitu, aku akan lebih berusaha lagi kedepannya” timpal Anita sembari meneguk air minumnya.
Beberapa menit kemudian, seorang pelayan datang membawa nampan. Di atasnya terdapat dua cangkir kopi yang masih mengepulkan uap dan sebuah piring kecil berisi kue tart mungil berbentuk bulat, dihias sederhana dengan krim putih dan hiasan cokelat di atasnya.
Anita menatap kue itu dengan dahi berkerut. Ia kemudian menoleh ke Baim, tampak bingung.
“Kue apa ini?” tanyanya, nyaris berbisik.
Baim tersenyum lebar. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan.
“Selamat ulang tahun, Nita,” ucapnya lembut.
Anita membeku sesaat. Bola matanya membesar, kemudian perlahan bibirnya mengembang dalam tawa yang spontan.
“Kamu ingat?” tanyanya dengan suara tak percaya.
“Tentu saja aku ingat. Kau pikir aku akan melupakan tanggal ulang tahun sahabatku sendiri?” balas Baim sambil tertawa kecil.
Anita menutup mulutnya, menahan tawa dan haru yang tumpah bersamaan. Ia tidak menyangka. Sama sekali tidak. Sebab mereka baru bertemu lagi kemarin dan Baim langsung ingat hari ulang tahunnya.
“Astaga, Baim... aku benar-benar tidak menyangka,” ucap Anita, matanya berkaca-kaca.
Baim lalu membuka tas kerjanya yang berada di samping kursi. Ia mengeluarkan sebuah kotak berbentuk persegi panjang yang dibungkus kertas kado berwarna krem dengan pita emas di tengahnya.
“Ini... hadiah kecil untukmu. Tidak seberapa, tapi aku harap kamu menyukainya,” katanya sambil menyerahkan kotak itu.
Anita menerimanya dengan kedua tangan, masih dalam keadaan terpana. Ia membolak-balik kotak itu, kemudian menatap Baim.
“Kau yakin aku boleh membukanya sekarang?”
“Harus sekarang,” jawab Baim mantap, disertai anggukan.
Dengan hati-hati, Anita membuka pita dan membuang pelan kertas pembungkusnya. Begitu melihat isi kotak tersebut, ia menutup mulutnya kembali. Kali ini benar-benar terkejut.
Sebuah tas kulit berwarna cokelat gelap dengan desain elegan dan logo brand ternama tertera jelas di bagian depan. Bahannya terlihat mewah, dan Anita tahu betul harga tas itu tidak murah. Ia mengangkatnya sedikit, lalu meletakkannya kembali.
“Baim... ini... kau serius? Tas ini mahal sekali...”
Baim mengangkat bahu santai. “Anggap saja sebagai hadiah reuni, sekaligus hadiah ulang tahunmu. Lagipula, aku memang ingin memberimu sesuatu yang layak.”
“Tapi... aku sungguh tidak enak... aku bahkan tidak menyiapkan apa pun untukmu waktu kita bertemu kemarin,” ucap Anita, menunduk.
“Tidak apa-apa, Nita. Aku tidak berharap balasan apa-apa. Bisa bertemu denganmu saja sudah membuatku sangat bersyukur” kata Baim pelan, tulus dari dalam lubuk harinya.
Anita mengangkat wajah, menatap Baim dalam-dalam. Di sana ada kehangatan yang tidak ia temukan dalam rumahnya sendiri. Ada ketulusan yang terasa begitu ringan namun bermakna.
“Aku berterima kasih banyak, Baim. Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Kau selalu berhasil membuatku terkejut”
Baim tersenyum. “Tidak perlu berkata apapun. Kau memang pantas mendapatkannya.”
Mereka melanjutkan obrolan, kali ini lebih ringan. Anita pun mencoba potongan kue ulang tahun itu sambil tertawa dan sesekali menatap tas hadiah yang diletakkan di samping kursinya.
Ketika waktu menunjukkan pukul dua lewat tiga puluh, Anita melihat jam tangannya dan menghela napas pelan.
“Baim, maaf…. Tapi sepertinya aku harus pulang sekarang”
Baik pun ikut menatap ke arah arloji miliknya. “Kenapa buru-buru sekali? Ini masih siang, Anita”
“Iya, tapi harus kembali sebelum suamiku datang. Sepertinya…. Dia akan membuat kejutan untukku” lirih Anita yakin, sebab ia sudah mewanti-wanti sejak tadi pagi.
Seketika baim langsung diam, sejenak dia lupa jika Anita sudah memiliki pasangan hidupnya, dan mereka juga akan merayakan ulang tahun anita bersama-sama.
“Kalau begitu cepatlah pulang, dia pasti sedang menyiapkan kejutan untukmu”
Anita mengangguk. Ia berdiri, merapikan barang-barangnya, lalu menatap Baim untuk terakhir kalinya sebelum beranjak.
“Terima kasih untuk hari ini. Untuk kue dan hadiah yang sangat berharga ini” ucapnya.
Baim berdiri dan menatap Anita penuh pengertian.
“Itu tidak seberapa, semoga bisa bermanfaat untuk kau pakai”
“Tentu, ini akan sangat berguna bagiku!”
Anita berjalan keluar dari kafe dengan langkah ringan, tas hadiah di tangan kirinya dan senyum ceria yang tak pernah ia sangka akan muncul di hari ulang tahunnya. Dan terkadang, kejutan terbaik datang dari arah yang paling tidak disangka.
tinggal Takdir yg menentukan..
dan bagaimana respon dr yg menjalani setiap takdir nya tsb 👍
jagain dari jauh, doain yang terbaik buat Anita...
maaf y thor gak salah judul y
🤭