Istriku menganut childfree sehingga dia tidak mau jika kami punya anak. Namun tubuhnya tidak cocok dengan kb jenis apapun sehingga akulah yang harus berkorban.
Tidak apa, karena begitu mencintainya aku rela menjalani vasektomi. Tapi setelah pengorbananku yang begitu besar, ternyata dia selingkuh sampai hamil. Lalu dia meninggalkanku dalam keterpurukan. Lantas, wanita mana lagi yang harus aku percaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fitTri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akad
🌸
🌸
“Assalamualaikum.” Suara dari ambang pintu terdengar cukup nyaring sehingga suasana hening itu beralih tatkala orang-orang yang berada dalam ruangan tersebut serentak mengalihkan pandangan.
Alendra memberanikan diri untuk masuk setelah meyakinkan bahwa rumah itu adalah tempat di mana Asyla tinggal. Bukan apa-apa, dia hanya ingin memastikan jika kabar yang didapatnya dari pak Pardi adalah benar. Tentunya setelah bertanya terlebih dahulu kepada beberapa orang yang ditemui di luar bahwa memang malam itu tengah berlangsung sebuah akad pernikahan. Dan entah mengapa dia ingin melakukannya.
“Pak Alendra?” gumam Asyla yang segera mengangkat kepala saat mengenali suara berat tersebut, dan di sanalah sosok nya yang hanya mengenakan celana panjang dan kaos oblong yang sedikit kedodoran. Pakaian yang biasa digunakannya jika hendak pergi tidur. Setidaknya itulah yang seringkali Asyla temukan di pagi hari ketika dia hendak membereskan kamar sang majikan.
Alendra tertegun saat pandangannya bertemu dengan kedua mata sembab Asyla. Dia tak percaya bahwa kabar itu benar adanya. Sang asisten rumah tangga yang baru satu bulan bekerja padahya akan segera menikah.
“Maaf, Mas ini siapa?” Salah seorang kerabat segera menghampiri.
Alendra menoleh sekilas sebelum akhirnya dia kembalikan perhatian pada wanita di depan sana.
“Maaf, Mas ini kerabat juragan?” tanya orang itu lagi yang tak segera mendapatkan respon.
Alendra hanya menatap Asyla. Dia tau ada yang salah tapi tidak yakin. Namun saat melihat air mata meleleh di pipi asisten rumah tangganya itu, hatinya mengatakan telah terjadi sesuatu.
“Maaf, saya hanya memastikan apakah kabar itu benar? Bahwa hari ini Asyla akan menikah.” katanya setelah beberapa saat.
“Benar, Mas. Asyla mau menikah dengan juragan Somad.”
Lalu Alendra beralih menatap pria paruh baya di samping Asyla.
‘Dia?’ batinnya, seakan tidak percaya.
“Silahkan, Mas. Akad nikahnya baru mau dilaksanakan.” ucap pria yang menghampirinya itu.
“Umm … maaf, saya pikir kabar itu hanya candaan. Soalnya Asyla tidak memberi tahu saya sebelumnya. Kemarin bahkan masih sempat bekerja di villa.” Dia masih berdiri di ambang pintu, sedikir terkekeh untuk sekedar mencairkan suasana.
“Iya, Mas. Maklum, acaranya dadakan.”
“Dadakan?”
“Ya. Jadi, mari masuk untuk ikut menyaksikan pernikahan ini.”
Alendra masih terdiam ketika orang-orang kembali fokus pada kedua mempelai.
“Baik, bisa kita mulai lagi?” Penghulu kembali bicara dan diamini dengan anggukkan oleh juragan Somad.
Asyla tampak sendu. Gurat-gurat di wajahnya tidak menunjukkan jika dia tengah berbahagia, bukankah ini adalah pernikahannya? Tapi mengapa dia malah terlihat sedih?
Setelah menatap dirinya sendiri yang berpenampilan alakadarnya Alendra pun memutuskan untuk masuk bergabung dengan mereka. Dia duduk persis di bagian samping di mana Asyla begitu jelas dalam pandangan.
“Saudara Somad Raharja, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan Asyla binti Suparta dengan mas kawin 25 gram perhiasan emas dibayar tunai.” Penghulu mengulang kalimat akad yang hampir direspon oleh juragan Somad ketika dia menggerakkan genggaman tangan mereka.
“Saya terima nikah dan kawinnya —”
“Tunggu!!” Namun ucapan Alendra kembali menghentikan akad tersebut ketika dia melihat bahu Asyla berguncang. Wanita 23 tahun itu menutup wajah dengan kedua tangannya disertai isak tangisan yang terdengar lirih.
“Maaf, ada masalah?” Penghulu kemudian bertanya.
“Anda … tidak melihat kalau Asyla menangis?” ucapnya yang bergerak maju beberapa jengkal ke dekat tempat akad.
Penghulu menatap Asyla yang terus terisak.
“Tidak apa-apa, Pak Lebe. Dia hanya terharu.” Kemudian Maysaroh pun merangsek, namun isakan itu menjadi semakin keras membuat Alendra semakin curiga. Tidak mungkin merasa terharu dengan isakan yang seperti itu. Asyla bahkan seperti orang yang tertekan saat dia menatap wajahnya.
“Ibu yakin?” Lalu pria itu bertanya.
“Yakin sekali. Karena inilah yang anak saya inginkan.”
Alendra menatap dua perempuan itu secara bergantian ketika Maysaroh merangkul pundak Asyla. Sedangkan orang yang dimaksud menggeleng samar. Air matanya seperti tak mau berhenti mengalir dan dia yakin seratus persen bahwa ada yang salah dalam pernikahan itu
“Sudahlah, dipercepat saja biar selesai.” Lalu juragan Somad menyahuti dari samping dan dia tampak tak sabar.
“Kamu … benar-benar menginginkannya, Syl?” Kemudian Alendra bertanya kepadanya.
Asyla terdiam. Selaik isakan tak ada lagi yang keluar dari mulutnya. Sementara seorang balita dalam dekapan kerabat yang lain tampak rewel. Mungkin itu adalah anaknya.
“Asyla, saya tanya kamu. Apa benar ini yang kamu inginkan? Kamu bersedia menikah?” ulang pria itu yang tetap menatap wajah Asyla untuk mencari kebenaran.
Wanita itu tetap terdiam, tetapi kebungkamannya menjawab pertanyaan dalam pandangan Alendra.
“Saya tanya sekali lagi, kamu benar-benar mau menikah dengan laki-laki ini?” Suaranya sedikit meninggi.
“Apa-apaan kamu ini? Kenapa berteriak begitu?” Namun hal tersebut membuat juragan Somad bereaksi. Dia maju ke arah Aleandra kemudian mencengkram bagian leher pada kaosnya.
“Jangan ganggu kami, pergilah kalau kamu tidak suka!”
“Saya cuma tanya. Karena kemarin Asyla masih bekerja di villa, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Tapi tau-tau malam ini dia mau menikah.”
“Tidak ada urusannya dengamu. Lagipula setelah ini dia tidak akan bekerja lagi di villa mu. Dia jadi tanggung jawab saya!” ucap juragan Somad lagi.
“Tidak bisa begitu, karena —”
“Memangnya siapa kamu ini, hah? Berani-beraninya bicara begitu?”
“Saya majikannya, dan Asyla masih punya urusan dengan saya!”
“Hanya majikan. Sebatas tuan dan kacungnya, jadi kamu tidak punya hak untuk bicara apa-apa!! Saya yang lebih berhak atas dia!”
Alendra terdiam. Dia menangkap ada keanehan dalam kalimat yang Somad ucapkan, seolah ada sesuatu yang dipaksakan. Ditambah lagi isakan Asyla menjadi semakin keras saja. Terlebih, Maysaroh merangkulnya begitu kencang seolah dia ingin menghalangi sesuatu.
“Jawab, Asyla! Apa benar kamu menginginkan pernikahan ini?” tanya nya lagi.
Pelan, tapi pasti Asyla menggelengkan kepala. Berharap dengan begitu dia akan mendapatkan pertolongan. Dirinya yakin jika kedatangan pria itu adalah jalan baginya untuk terlepas dari permasalahan ini. Dn Asyla bersumpah, jika Alendra mampu melepaskannya dari Maysaroh dan juragan Somad, maka dirinya akan mengabdi pada pria itu meski harus menghabiskan sisa hidupnya.
“Asyla!!” Alendra meraih tangan Asyla kemudian mengguncangnya dengan keras.
“Jangan ikut campur! Ini bukan urusanmu!!” Lalu Maysaroh menarik lepas genggaman itu.
“Dia tidak mau. Asyla tidak mau menikah!!” Segera saja Alendra berteriak.
“Sok tau, kamu!!” Maysaroh buru-buru kembali merangkul Asyla sambil berusaha menutup mulutnya untuk mencegah sang menantu buka suara. Tetapi Alendra tak tinggal diam. Dia berusaha menarik wanita itu ke dekatnya meski beberapa orang kemudian maju untuk mencegah. Lalu keributan pun tak terelakkan lagi dan membuat acara pernikahan pada malam itu terhenti seketika, berganti menjadi perkelahian ketika juragan Somad memberi isyarat pada beberapa orang suruhannya untuk menyerang Alendra.
Listy ini mangkin lama mangkin ngelunjak kayaknya
Ale bukan hanya ga rela kalo Syla disuruh-suruh tapi yang pasti dia ga rela Syla dilirik laki² lain.
Kekecewaan Ale akibat pengkhianatan sedikit demi sedikit mulai terkikis dengan kehadiran, Syla dan Tirta.
takut jantung gak aman lagi ya Le
nanti Asyla beres² rumah, Mas Ale ngasuh Tirta..