Bagi Hasan, mencintai harus memiliki. Walaupun harus menentang orang tua dan kehilangan hak waris sebagai pemimpin santri, akan dia lakukan demi mendapatkan cinta Luna.
Spin of sweet revenge
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MJW 28 Masih Pov Hasan
"Hasan, anak pak bos kirim salam," ucap Tendri sambil duduk di tempat tidur Hasan. Sudah biasa dia masuk ke kamar sahabatnya.
Capek, letih, karena mereka lembur sampai larut.
Hasan yang baru saja selesai mandi, mengeringkan rambutnya dengan acuh mendengar ucapan teman satu negaranya. Seolah berita itu tidak penting.
Hampir Tendry mendengus. Padahal dia ngga akan nolak kalo Charlotte memilihnya. Tapi Charlotte lebih menyukai laki laki seperti Hasan, yang selalu menunduk jika bertemu dengan lawan jenis. mungkin selama ini tidak pernah ada laki laki yang mau melewatkan tatapan kali menatapnya.
"Charlotte cantik banget, loh. Kamu ngga naksir? Atau.... ya ya.... kamu ngga bisa berpaling sama tunangan kamu yang pakaiannya tertutup itu ya," ledek Tendri kemudian mengeluarkan kekehannya. Dia beberapa kali bertemu dengan gadis bercadar yang beberapa bulan sekali mengunjungi Hasan dengan keluarga besar mereka berdua.
Gadis yang hanya terlihat matanya saja, tapi Tendri yakin, gadis itu pasti juga menyimpan kecantikannya di balik cadarnya.
"Aku bukan tunangan siapa siapa,' sangkal Hasan gerah.
Laila yang rutin datang bersama keluarganya selalu mengenalkan dirinya sebagai tunangan Hasan. Keluarga mereka juga tidak pernah membantah, malahan menitip pesan agar membantu menjaga dirinya dari rayuan gadis gadis Amerika.
"Bukannya kamu tunangannya Laila?" tanya Tendri sambil memicingkan matanya.
Hasan menggeleng lagi.
"Kamu dijodohkan dengan dia?" Tendri mulai mengambil kesimpulan.
Hasan ngga menjawab.
"Progres rumah makan padang kita bagaimana?"
"Bagus. Banyak juga bule yang suka," jawab Tendri kemudian ngakak.
"Charlotte aja suka," sambungnya lagi penuh makna.
Hasan menjemur handuknya di balkon dan menatap ke arah langit. Dari gedung setinggi ini, menatap ke arah langit tetap saja masih jauh jaraknya. Dia seolah tidak mendengar ucapan Tendri.
"Menurutmu aku sudah sukses atau belum?" tanyanya ketika menyadari kehadiran temannya.
"Sukses, bro. Tujuh puluh persen hotel ini saja sudah jadi milikmu. Belum lagi bisnis tambang yang kita sudah akuisisi bersama. Juga beberapa Rumah makan padang."
Hasan masih terdiam, dalam hati dia berpikir. Apa sudah cukup? Tapi sepertinya belum, batinnya lagi.
"Selain itu kamu calon pimpinan pondok besar. Yang jadi istrimu pasti beruntung banget," komentar Tendri lagi.
Aku yang beruntung jadi suaminya, ralat Hasan dalam hati. Tatapannnya tetap ke arah langit yang jauh di depannya. Seakan sedang pergi ke suatu tempat yang ingin dia datangi. Di benua yang berbeda.
Kamu sudah tidur? batinnya penuh tanya. Dia menghela nafas panjang.
"Jadi kamu bekerja sekeras ini bukan buat gadis bercadar itu?"
Hasan menggelengkan kepalanya, kemudian mengalihkan tatapnya pada Tendri.
"Yang sudah aku kumpulkan, rasanya tetap saja akan kurang untuk gadis itu."
"Gadis yang kamu suka matre banget, ya?" Tendri memasukkan tangannya ke sakunya sambil balas balas Hasan dengan tatap meremehkan.
Kalo dia jadi Hasan, pasti akan ditinggalkan saja gadis matre yang sudah membuat sahabatnya bekerja sangat keras. Kadang kadang Tendri memergoki lingkar hitam di bawah mata Hasan.
Dia pasti kurang tidur, kan, batin menduga.
Ada dua kandidat yang sudah siap menyerahkan hati pada Hasan tanpa perlu laki laki itu bekerja sangat keras. Bahkan tidak perlu melakukan apa apa. Setau Tendri, keluarga Hasan juga punya beberapa perusahaan besar di negaranya.
Hasan menatap langit jauh lagi, seakan ingin mencapai ujungnya. Dia merindukan gadis itu.
"Dia tidak perlu matre karena sudah punya segalanya. Malah aku yang dikira matre kalo ngga punya apa apa tapi berani mendekatinya," ucap Hasan getir.
Tendri terkesiap mendengarnya. Suara Hasan terdengar frustasi dan tidak percaay diri. Baru kali ini dia melihat kelemahan Hasan.
"Sekaya apa gadis yang kamu suka? Sekaya Charlotte? Atau.... ?" Wajah Tendri menegang.
Charlotte saja sudah sangat kaya raya banget. Jadi sekaya raya apa gadis idaman Hasan?
"Mungkin sebelas dua belas sama Charlotte." Charlotte adalah anak salah satu pemilik perusahaan tambang terbesar di Amerika. Juga pemilik dari banyak hotel hotel besar yang tersebar di Amerika dan Eropa.
Atau keluarga Airlangga lebih dari itu? lanjutnya dalam hati.
"Namanya siapa?" Mungkin dia kenal, batin Tendri.
Hasan mengacuhkannya.
"Nama gadis yang kamu suka itu siapa?" ulang Tendri ngga sabar. Dia penasaran.
Hasan tersenyum, masih dengan menatap langit jauh.
"Luna."
"Luna siapa?" Rasanya kalo tidak ada nama belakangnya, sampai kiamat pun Tendri ngga akan bisa mencari tau sendiri, kecuali Hasan yang mengenalkannya.
Terdengar helaan nafas Hasan.
"Luna Kanina Airlangga."
DEG DEG
Tendri tidak membuka mulutnya. Nama belakang yang disebutkan Hasan tentu saja dia sangat tau. Papanya adalah rekan bisnis keluarga itu. Sekarang dia mengerti mengapa Hasan seinsecure itu.
Hening beberapa saat.
"Tapi.... Luna tau kamu anak santri? Kamu juga nanti akan menggantikan abi kamu jadi pimpinan pondok. Dia ngga keberatan nantinya?"
"Yah, aku sedang meyakinkannya."
"Jadi hubungan kalian sudah sampai mana?" Tendri masih kaget mendengar penuturan Hasan.
Hasan tersenyum samar.
"Pulang dari disini akan aku halalkan."
"Cieee......"
BUK BUK BUK
Tendri meninju berulang kali lengan Hasan dengan suara tawa kerasnya.
"Aku bantu do'a, bro."
"Terimakasih."
Dalam tawanya Tendri merasa khawatir jika sahabatnya benar benar merealisasikan niatntnya.
"Keluarga kamu.... Mereka nanti bisa menerima Luna? Apalagi kamu nanti jadi pimpinan pondok." Tendri bertanya setelah suara tawanya usai.
Tendri tidak bisa membayangkan kemelut yang akan terjadi nanti di dalam keluarga Hasan. Apalagi keluarga mereka sudah menyiapkan Laila. Gadis bercadar itu juga terlihat sangat mencintai Hasan. Mereka terlihat seperti couple yang sempurna.
"Aku harap bisa."
Tendri menghembuskan nafas.
"Kamu ngga akan minta Luna sampai mengenakan cadar, kan?"
Bibir Hasan sedikit berkedut.
"Luna ngga perlu memaksakan diri. Semua terserah dia."
"Ya.... Pasti akan sulit nanti. Tapi jangan khawatir, tetap akan aku bantu dengan do'a."
beruntungnya kamu luna.
malu malu tapi mau 🤭🤭🤭