Seorang wanita bernama Tania dijodohkan dengan teman masa kecilnya bernama Ikrar Abraham. Mereka berdua sama - sama saling mencintai. Namun, mereka mulai terpisah saat Ikrar melanjutkan pendidikannya di luar negri.
Saudara tiri Tania yang menginginkan semua milik Tania termasuk Ikrar, lelaki yang dijodohkan Tania, berusaha memisahkan mereka berdua. Bahkan demi melancarkan niat jahatnya itu. Ia dan ibunya mengusir Tania dari Rumah besarnya.
Saat Ikrar kembali untuk menikahi Tania, ia sudah tidak mendapatkan Tania di rumah besar keluarga Tania. Demi perjodohan antar keluarga, Ikrar harus bertunangan dengan Belinda, saudara tiri Tania.
Sementara Tania kini hidup sebagai wanita miskin yang tidak punya apa - apa.
Untuk mendapatkan uang biaya hidupnya, ia harus bekerja apa saja bahkan ia rela mengubah penampilannya menjadi wanita culun saat mulai bekerja sebagai asisten Ikrar. Tidak sampai disitu saja, Ikrar bahkan sering menghina dirinya sebagai wanita bodoh, pengganggu dan wanita penggoda.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Tania sampai ia harus menyembunyikan jati dirinya dari semua orang?
Apa yang akan dilakukan Ikrar saat ia tahu kalau wanita yang sering ia hina adalah wanita yang sangat ia cintai?
Simak yuk.
IG: @dewimutiawitular922
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Mutia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11 Terpaksa memujinya
Sebuah mobil mewah berwarna hitam baru saja tiba di depan Perusahaan Abraham. Mobil itu tak lain adalah mobil milik Nyonya Maya. Ketika mobil sudah terparkir sempurna di depan Perusahaan Abraham. Belinda yang ada di dalam mobil turun sambil memegang kotak makan yang berisi makan siang untuk ia berikan pada Ikrar.
“Bell, tunggu sebentar!” kata Nyonya Maya saat Belinda sudah turun dari mobil.
“Ada apa lagi sih ma?” tanya Belinda.
“Jangan lupa. Kau harus tersenyum di depan karyawan Ikrar. Jangan memasang wajah sombong begitu!” ucap Nyonya Maya.
“Kenapa aku harus tersenyum pada mereka. Mereka itu hanya bawahan Kak Ikrar. Mereka tidak pantas menerima senyumku!” tolak Belinda. Wajahnya terlihat enggan untuk melakukannya.
“Kau harus mengambil simpati mereka Bel. Jika terjadi sesuatu di kemudian hari, mereka akan memihakmu sebagai calon Nyonya Abraham. Kalau kau mau disukai Ikrar dan keluarganya, kau harus menjadi wanita lemah lembut dan ramah. Mama yakin, kalau Tuan Reqy dan Nyonya Adelia pasti akan sangat menyukaimu!” jelas Nyonya Maya.
“Baiklah. Akan kulakukan seperti yang mama katakan!” kata Belinda menuruti ibunya.
“Masuklah. Tunjukkan pada Ikrar kalau kau wanita yang pantas untuknya. Rebut hatinya agar dia melupakan Tania!” kata Nyonya Maya.
“Iya ma, aku tahu. Mama sudah mengatakan itu sudah sepuluh kali,” ucap Belinda.
“Baiklah, kau masuklah sekarang!” pinta Nyonya Maya.
Belinda pun masuk ke dalam Perusahaan Abraham sambil memegang kotak makanannya itu. Seperti yang di katakan Nyonya Maya tadi, Belinda tersenyum pada setiap karyawan yang berpapasan dengannya. Mereka ikut menyapa Belinda sambil membungkuk hormat, karena mengetahui kalau Belinda adalah tunangan Ikrar.
Beberapa karyawan berbisik – bisik mengenai dirinya yang ramah pada setiap karyawan yang ditemuinya. Hal itu membuat Belinda sangat puas. Tidak sia – sia ia memaksakan bibirnya tersenyum. Senyum paksa dan pura – pura ramahnya itu telah membuahkan hasil.
Belinda masuk ke dalam lift menuju lantai atas dimana Ruangan Ikrar berada?
“Kak Ikrar pasti akan senang melihat kedatanganku. Dia pasti memujiku nanti, karena sudah membawakannya makanan!” gumamnya sambil melihat kotak makan yang ia bawa.
Tak lama kemudian, lift yang ia naiki kini sudah sampai di lantai atas. Ia keluar dari lift sambil memasang senyumnya di sana, menunjukkan di depan para karyawan Ikrar.
Belinda berjalan terus menuju Ruangan Ikrar sambil menoleh ke kiri ke kanan menunjukkan senyumnya. Para karyawan yang melihatnya ikut membalas senyuman Belinda bahkan mereka membungkukkan kepalanya di depan Belinda.
Para karyawan kembali membisikkan keramahan Belinda pada mereka. Tidak menyangka kalau ternyata tunangan Tuan Muda adalah wanita yang sangat ramah, bahkan tidak sombong pada semua orang. Memang pantas menjadi Nyonya Abraham. Pikir mereka.
Sementara di ruangan sekertaris, Tania terlihat kaget melihat Belinda yang berjalan mendekati ruangannya. Mau bagaimana lagi? Ruangan yang di tempati Tania berada di depan ruangan CEO. Mau tidak mau, Tania tetap akan bertemu setiap orang yang akan datang menemui Ikrar.
Tania dengan cepat menundukkan kepalanya, menyibukkan dirinya dengan dokumen – dokumen di depannya. Ia mencoba menghindari Belinda. Siapa tahu saja Belinda tidak bicara padanya kalau ia berpura - pura sibuk dan sengaja tidak melihatnya?
Namun faktanya berbeda, Belinda langsung menghampiri mejanya.
“Permisi mbak!” sapa Belinda yang kembali pura – pura ramah di depan Tania. Ia masih belum menyadari siapa yang ia ajak bicara.
“Iya, nona,” jawab Tania yang hanya mengangkat bola matanya. Tak berani mengangkat kepalanya berhadapan langsung dengan Belinda.
Ia takut sekali kalau Belinda mengetahui penyamarannya.
“Mbak, kalau Anda sedang bicara pada seseorang, Anda harus melihatnya langsung. Saya jadi tidak leluasa bicara dengan Anda!” kata Belinda.
Namun, Tania tak sengaja melihat wajahnya di layar ponselnya yang ada di atas meja, membuat ia menyadari kalau wajahnya sangat berubah, bahkan ia juga tidak bisa mengenali dirinya sendiri.
“Hello, saya sedang bicara mbak!” kata Belinda dengan wajahnya yang terlihat kesal melihat Tania yang tidak peduli dengannya.
Mendengar dari suara Belinda, membuat Tania tahu kalau Belinda sudah kesal dengannya.
Ia pun mengangkat kepalanya melihat Belinda, kemudian berkata: “Maaf nona, saya tidak percaya diri kalau harus melihat wajah Anda tadi!”
“Kenapa?” tanya Belinda bingung.
“Mendengar suara Anda saja. Saya bisa tahu kalau Anda itu wanita yang sangat cantik. Dan ternyata memang benar. Anda sungguh wanita yang sangat cantik!” puji Tania sambil tersenyum melihat Belinda.
Belinda ikut tersenyum sambil mengibas – ibaskan rambutnya dengan ekspresi percaya dirinya itu.
“Anda sangat cocok sekali dengan Tuan Muda!” lanjut Tania yang terus memuji Belinda.
Tania terpaksa memuji Belinda agar Belinda tidak curiga atau kesal padanya. Dengan memujinya, Belinda bisa melupakan kekesalannya tadi.
Belinda semakin meninggikan dirinya saat mendengar pujian Tania yang di katakan padanya. Memang hanya ia yang pantas menjadi pasangan Ikrar. Cantik, elegan, ramah, dari keluarga kaya pula. Semua yang di cari pria ada padanya. Pikir Belinda.
Belinda kemudian menggerakkan tubuhnya berhadapan dengan Tania. Wajahnya terlihat jelas sekali kalau ia tengah berbunga – bunga dan kepercayaan dirinya semakin tinggi.
“Kau tahu kalau aku tunangan bosmu?” tanya Belinda.
“Tentu saja tahu. Semua orang di Perusahaan ini kan datang saat Anda bertunangan dengan Tuan Muda,” jawab Tania.
Belinda semakin senang. Ternyata semua orang di kantor Ikrar tahu siapa dirinya?
“Oh, ya. Dimana bosmu sekarang?” tanya Belinda dengan ekspresi ramahnya.
“Tuan Muda masih rapat, Nona. Apa ada yang mau di katakan pada Tuan Muda. Biar saya sampaikan nanti?” kata Tania.
“Oh ... tidak usah. Aku tunggu saja dia di ruangannya. Aku ingin memberikannya kejutan. Pasti dia sangat senang kalau melihatku datang!” ucap Belinda sambil tersenyum.
Saat itu, pandangannya ke atas membayangkan kalau Ikrar akan terkejut sampai memeluknya ketika melihat kedatangannya membawa makan siang untuknya.
Saat Belinda bicara seperti itu, Tania hanya memalingkan wajahnya ke samping, merasa bosan mendengar ocehan Belinda di depannya.
Belinda kembali melihat Tania di depannya. Dan dengan sigap, Tania kembali memasang wajah tersenyumnya melihat Belinda seakan dirinya menikmati obrolannya dengan Belinda.
“Kau jangan katakan dulu kalau aku datang ya. Biar jadi kejutan untuknya!” pinta Belinda.
“Baiklah nona!” jawab Tania.
“Aku masuk ya,” kata Belinda.
Tania menganggukkan kepalanya. “Baik.”
Belinda kembali melangkah menuju ruangan Ikrar, sedangkan Tania langsung mengelus dadanya, merasa lega karena Belinda tidak menyadari dirinya.
Namun, Belinda tiba – tiba saja menghentikan langkahnya, kemudian menoleh ke arah Tania.
“Oh, ya!”
Tania kembali menggerakkan kepalanya melihat Belinda dengan ekspresi kagetnya.
“Ya.”
“Siapa namamu?” tanya Belinda.
“Gawat. Aku lupa kalau Bel tahu namaku yang sekarang. Kalau aku bilang Tania Salsabila. Dia pasti akan tahu,” dalam hati Tania.
“Hai, aku bertanya padamu. Siapa namamu?” tanya Belinda.
“Ni-Nia, nona,” jawab Tania dengan gagap.
Dengan terpaksa ia mengambil nama belakang dari Tania agar Belinda tidak tahu dirinya.
Namun bagaimana nanti kalau Belinda menanyakan siapa Tania pada Ikrar? Karena dari wajah Belinda, ia terlihat senang dengan Tania yang selalu memuji dirinya tadi. Pasti Belinda akan bertanya pada Ikrar siapa Tania, apalagi Tania duduk di depan Ruangan Ikrar.
“Namamu Nia?” tanya Belinda mengulang kembali apa yang ia dengar?
“Iya, nona.”
“Salam kenal ya Nia. Panggil saja aku Bel, jangan panggil nona!” kata Belinda sambil tersenyum.
“Baik.” balas Tania sambil menganggukkan kepalanya, tersenyum paksa di depan Belinda.
Belinda kembali membalikkan tubuhnya membelakangi Tania, kemudian melangkah masuk ke dalam ruangan Ikrar. Ia berencana menunggu Ikrar di dalam ruangannya. Memberikannya kejutan.
.
.
Bersambung
.
.