Jingga, Anak dari seorang konglomerat. Meninggalkan keluarganya demi menikah
dengan pria yang di cintainya.
Bukannya mendapatkan kebahagiaan setelah menikah, ia justru hidup dalam penderitaan.
Akankah Jingga kembali ke kehidupannya yang dulu atau bertahan dengan pria yang menjadi suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Bukti
Pagi hari Jingga terbangun dan melihat suaminya itu sudah tidur di sampingnya, Jingga melihat jam sekarang sudah jam 05.00 pagi, ia bangun untuk melaksanakan salat subuh kemudian ia kembali berbaring di samping Nabila. Jika biasanya ia akan berkutat di dapur sebelum bayi mungilnya itu terbangun. Namun, tidak untuk kali ini. Ia memilih untuk bermalas-malasan di kamar hingga ia tanpa sengaja mendengar suara deringan ponsel suaminya, suara itu adalah tanda pesan masuk di ponsel Aditya. Ia pun ingin mengambilnya karena ponsel itu ada di sampingnya. Namun, tiba-tiba ia kalah cepat oleh sang suami.
"Tolong siapkan bajuku, ya," ucapnya kemudian dia berjalan menuju ke kamar mandi sambil membawa ponsel miliknya.
Jika biasanya Jingga selalu menuruti apa yang dikatakan oleh suaminya. Namun, tidak dengan pagi ini, saat suaminya masuk kamar mandi ia justru mengambil ponsel miliknya sendiri, menelpon ibunya membuat janji ingin bertemu dengan ibunya.
"Pagi ini? Memangnya kamu ingin membahas apa?" tanya Mita yang tak biasanya anaknya itu menelponnya dan ingin bertemu, malahan terkadang ialah yang menelpon sang anak ingin bertemu dan melihat cucunya. Akan tetapi Jingga sering saja membuat alasan jika ia tak bisa menemui ibunya hingga mereka sangat jarang bertemu.
"Ibu nggak bisa ya bertemu dengan Jingga? Ya sudah Bu, jika memang Ibu nggak bisa nggak apa-apa kok, kita ketemu yang lain kali saja," jawab Jingga.
"Kamu ini bilang apa sih Jingga, tentu saja ibu mau bertemu denganmu. Tapi, nanti ya setelah ayahmu ke kantor, kita ketemu di mana?" tanya Mita.
Mendengar itu Jingga sangat senang, walau ia sudah banyak memberikan penderitaan kepada kedua orang tuanya, memberikan rasa sakit, tetap saja ibunya selalu ada untuknya. Ia benar-benar menyesal telah memilih Aditya dan meninggalkan kedua orang tuanya, tadinya ia berpikir ia akan mendapat kebahagiaan dari pernikahannya, tapi yang ia dapatkan hanyalah penghianatan dan rasa sakit.
Jingga dan ibunya pun memutuskan bertemu di salah satu cafe yang tak jauh dari rumah mereka, Jingga tak mengatakan apa tujuannya untuk memanggil ibunya untuk bertemu dengannya, ia hanya mengatakan ada yang ingin dibicarakan.
Setelahnya Jingga pun siap-siap, menggunakan pakaian terbaiknya, kebetulan Nabila juga sudah bangun ia pun membersihkan Nabila dengan tisu basah saja mengingat suaminya itu masih ada di kamar mandi.
Aditya keluar sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil dan dengan handuk yang melilit di pinggangnya.
Aditya melihat di sekeliling kasur, biasanya di atas kasur tempat ia tidur sudah tersedia semua perlengkapan kerjanya. Namun, ia tak melihat semua itu ada di sana saat ini.
"Di mana pakaianku?" tanyanya yang sudah selesai mengeringkan rambutnya.
"Maaf Mas, tadi aku mau menyiapkannya, tapi tiba-tiba Nabila terbangun, ia buang air aku membersihkannya dulu," jawab Jingga berbohong.
Aditya hanya mendengus kesal kemudian ia pun mengambil sendiri pakaiannya karena tak mungkin ia meminta Jingga untuk mengambilnya karena saat ini Jingga sedang menangani Nabila.
Setelah memakaikan pakaian pada Nabila, Jingga keluar lebih dulu meninggalkan suaminya yang sedang bersiap-siap.
"Jingga, dimana sarapannya? Kenapa kamu makin tak becus seperti itu sih," kesal Ambar di mana semalam ia terpaksa harus memakan mie instan dan sebutir telur rebus.
"Maaf Bu, tadi aku ingin keluar dan memasak, tapi Nabila rewel," ucapnya menjadikan Nabila sebagai alasan.
"Dasar kamu nggak becus, mengatur hal seperti itu saja kamu tak bisa," kesel Ambar menutup kembali tudung saji yang kosong dengan kasar sehingga menimbulkan bunyi dan Nabila pun terkejut, anak itu terlihat ketakutan.
Jingga langsung menggendongnya keluar dari dapur, mengalihkan perhatiannya dengan mainan yang ada di sofa. Ia duduk bermain bersama dengan Nabila, mengabaikan ibunya yang terus menggerutu tak jelas di dapur karena tak ada sarapan. Ia bisa mendengar jika ibu mertuanya itu memesan makanan dari luar dan yang paling membuat Jingga kesal ia bisa mendengar jika dia memesan makanan hanya 2 porsi, bisa Jingga pastikan makanan itu pasti di pesannya hanya untuk dirinya dan juga untuk anaknya.
Tak lama kemudian suara bel pun berbunyi dan benar saja ibunya keluar segera membuka pintu dan kembali masuk dengan membawa dua bungkusan makanan.
Aditya yang sudah selesai dengan penampilannya langsung keluar dan menghampiri ibunya yang sedang makan di meja makan.
"Istrimu tak mau masak sarapan untuk kita makanya ibu beli ini. Ibu belikan untukmu, makanlah," ucapnya tanpa ada perhatian sedikitpun padanya.
Terlihat suaminya itu makan dengan lahap tanpa menawarinya sedikitpun, padahal ia tahu jika dirinya juga belum makan.
"Nabila, sebaiknya kita temui nenek di cafe itu saja sambil memesan makanan. Ibu masih punya uang simpanan," ucap Jingga pada putrinya kemudian ia pun berdiri menghampiri ibu dan anak yang tak punya perasaan itu, mereka makan dengan lahap tanpa memikirkannya.
"Mas, aku keluar dulu ya," pamit Jingga.
"Kamu mau ke mana sih sepagi ini?" tanya Aditya menatapnya.
"Mau ke mana lagi Mas, aku juga lapar. Aku ingin cari makan, boleh kan aku keluar mencari makan?" tanya Jingga membuat Aditya pun terdiam, ia melihat makanannya yang sudah hampir habis dan juga melihat piring ibunya, ia baru menyadari jika hanya ada dua porsi makanan yang dibeli oleh ibunya.
"Ya sudah, kamu boleh pergi. Aku juga mau langsung ke kantor," jawab Aditya membuat Jingga pun bergegas masuk ke kamarnya dan mengambil tas tangannya, tak lupa ia mengambil beberapa lembar uang merah yang selama ini disimpannya.
Uang itu disimpannya sejak pertama ia tinggal di rumah itu dan tak pernah dibelanjakannya. Hari ini sepertinya ia harus menggunakan uang itu.
"Terima kasih ibu, jika aku tak mendengarkan kata ibu mungkin aku akan menggunakan uang ini di waktu yang tak tepat," gumam Jingga di mana uang itu adalah uang pemberian ibunya sebelum ia meninggalkan rumah, ibunya mengatakan untuk menyimpan uang itu dan dipakai saat benar-benar dalam situasi genting saja, uang itu tak diketahui oleh Aditya, ia pun dengan cepat memasukkan uang itu ke dalam tasnya begitu Aditya masuk ke dalam kamar untuk mengambil tas kantornya.
"Apa kamu ingin aku mengantarmu?" tanyanya.
"Nggak usah Mas, aku mau cari makan di sekitaran apartemen ini saja," jawab Jingga. Sebenarnya ia tak mau jika suaminya sampai curiga jika ia ingin bertemu dengan ibunya..
"Ya sudah, aku pergi dulu," ucapnya mengambil tas kantornya dan berjalan keluar begitu pun dengan Jingga. Ia segera mengambil tasnya yang sudah berisi uang pemberian ibunya, menggendong Nabila dan membawa beberapa perlengkapan Nabila. Ia pun keluar dari rumah tanpa berpamitan kepada ibu mertuanya.
Jingga berjalan cepat menuju ke cafe tempat di mana ia sudah janjian kepada ibunya dan ternyata begitu ia sampai ibunya sudah ada di sana dan langsung menyambutnya.
"Ibu, aku titip Nabila sebentar ya, Bu. Aku ada urusan yang sangat penting yang tak bisa ditunda, oh ya ini perlengkapan Nabila mungkin aku pulangnya agak terlambat, Ibu boleh membawa Nabila untuk pulang atau berjalan-jalan dulu."
"Jingga, semua baik-baik saja kan? Kamu mau ke mana?" tanya ibu yang melihat Jingga terlihat terburu-buru sampai ia bahkan menitipkan anaknya padanya, itu berarti ada hal yang sangat penting.
"Aku sedang terburu-buru, Bu. Nanti aku jelaskan, aku titip Nabila ya," ucapnya membuat Mita pun mengangguk dan Jingga pun berlari menghentikan taksi, dia meminta taksi itu untuk mengikuti mobil suaminya. Jingga hanya menoleh ke belakang melihat ibunya yang menggendong anaknya, Jingga percaya ibunya pasti akan menjaga anaknya penuh kasih sayang tak seperti ibu mertuanya yang membiarkan anaknya itu menangis.
"Hari ini aku harus tahu kemana mas Aditya pergi, apa saja yang dilakukannya di luar kantor," gumamnya, ia bertekad akan mengikuti Aditya dari berangkat ke kantor hingga malam nanti, saat ia pulang ke kantor, ia ingin tahu apakah selama ini suaminya jujur jika ia bekerja dari pagi hingga malam atau hanya bersama dengan selingkuhannya.