NovelToon NovelToon
Naik Ranjang

Naik Ranjang

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Tamat
Popularitas:8.5M
Nilai: 5
Nama Author: Ichageul

ADRIAN PRATAMA. Itu nama guru di sekolah gue yang paling gue benci. Karena apa? Karena dia udah membuka aib yang hampir tiga tahun ini gue tutup mati-matian.

“Dewi Mantili. Mulai sekarang kamu saya panggil Tili.”

Nyebelin banget kan tuh orang😠 Aaarrrrggghhh.. Rasanya pengen gue sumpel mulutnya pake popok bekas. Dan yang lebih nyebelin lagi, ternyata sekarang dia dosen di kampus gue😭

ADITYA BRAMASTA. Cowok ganteng, tetangga depan rumah gue yang bikin gue klepek-klepek lewat wajah ganteng plus suara merdunya.

“Wi.. kita nikah yuk.”

Akhirnya kebahagiaan mampir juga di kehidupan gue. Tapi lagi-lagi gue mendapati kenyataan yang membagongkan. Ternyata guru plus dosen nyebelin itu calon kakak ipar gue😱

Gue mesti gimana gaaeeesss???

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Taruhan

“Wi.. lo balik sendiri ngga apa-apa kan?” tanya Roxas setelah jam pelajaran terakhir usai.

“Memang lo ngga langsung balik?”

“Gue dipanggil Pak Adrian. Ngga tahu mau apa.”

“Perlu gue temanin ngga?”

“Ngga usah. Lo balik aja. Katanya besok nyokap lo mau mulai dagang, lo harus bantuin.”

“Oh iya. Ya sudah gue balik duluan. Kalo Pak Adrian macem-macem, bilang saja.”

“Tenang saja.”

Dewi bergegas meninggalkan ruangan kelas. Dia memang harus segera pulang ke rumah. Ibunya sudah mewanti-wanti untuk segera pulang karena harus menemaninya membeli beberapa peralatan untuk keperluan dagang esok.

Sepeninggal Dewi, Roxas ikut menyusul keluar dari kelas. Sepanjang jalan menuju ruangan guru, ada saja yang memanggil namanya. Sebisa mungkin Roxas tetap bersikap manis dengan memberikan senyuman mautnya. Tak lupa juga dia membentuk Ibu jari dan telunjuknya membentuk simbol love sambil mengatakan ‘sarange’. Karuan saja membuat pada fans setianya itu menjerit kesenangan.

TOK

TOK

TOK

Setelah mengetuk pintu, Roxas masuk ke dalam ruangan. Di dalam sana masih terdapat beberapa guru yang tengah bersiap untuk pulang. Dia segera mendekati meja Adrian. Nampak wali kelasnya itu tengah menulis sesuatu di atas kertas.

“Pak..” sapa Roxas.

“Duduk,” ujar Adrian tanpa menolehkan kepala pada muridnya itu.

Untuk beberapa saat Roxas masih duduk menunggu Adrian selesai dengan aktivitasnya. Setelah sekitar sepuluh menit, Adrian menyelesaikan pekerjaannya, lalu melihat pada muridnya itu.

“Hasil ulangan matematikamu sudah dibagikan?”

“Sudah Pak.”

“Dapat berapa?”

“Buleud, Pak (bundar, Pak),” ujar Roxas seraya melemparkan cengiran khasnya.

“Oh.. telor ceplok.”

Roxas melirik keki pada wali kelasnya itu. Ternyata selain galak, dia juga senang sekali membuat istilah yang menyebalkan. Bisa-bisanya dia menyamakan nilainya seperti makanan yang sering dijumpainya di rumah.

“Kamu ngga bosen apa, tiap ulangan matematika dapat telor ceplok? Dimakan pake nasi tambah kecap dan cabe rawit plus kerupuk, pasti enak. Tapi kalau dipajang di kertas ulanganmu ngga enak dilihat.”

Roxas menelan ludahnya saat Adrian menyebutkan telor ceplok lengkap dengan nasi, kecap, cabe rawit dan kerupuk. Seketika perutnya menjadi lapar mendengar makanan yang kerap dimakan oleh kang Mus, pentolan di Preman Pensiun.

“Apa kamu ngga ada keinginan mengubah nilaimu?”

“Sdah suratan takdir, Pak.”

Adrian menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi seraya melipat kedua tangannya. Matanya terus memandangi murid di depannya ini. Tak berapa lama dia kembali ke posisinya semula.

“Bagaimana kalau kita buat taruhan?” tawar Adrian.

“Taruhan apa, Pak?”

“Saya akan berikan kamu tiga soal. Kalau kamu bisa mengerjakan satu soal saja dengan benar, saya akan membelikan mu makan.”

“Ah ngga usah, Pak. Nanti yang ada saya disuruh nyapu sama ngepel lagi buat bayar makanannya.”

Adrian tersenyum tipis mendengarnya. Dia sudah melihat tayangan video yang dikirimkan Krishna padanya. Pria itu mencondongkan tubuhnya ke meja, seraya melipat kedua tangannya di atas meja.

“Tenang saja, kejadian itu tidak akan terulang lagi. Saya akan membelikan makan siang selama seminggu penuh kalau kamu bisa mengerjakan soal dengan baik. Bahkan saya akan menaikkan tawaran kalau kamu bisa keluar dari papan bawah di akhir semester nanti.”

“Serius? Bapak mau kasih apa?”

“Kamu mau apa?”

“Saya sih ngga muluk-muluk, Pak. Saya cuma mau lulus terus kerja.”

“Kalau kamu terima tawaran saya, kamu bisa lulus. Dan saya akan membantu mencarikan mu pekerjaan, bagaimana?”

“Beneran? Bapak ngga lagi nge-prank kan?”

“Saya serius.”

Sejenak Roxas mengamati wajah wali kelasnya itu. sepertinya Adrian serius dengan ucapannya. Matanya menatap tak berkedip ke arah bule blasteran Italia – Sunda tersebut.

“Deal, Pak!”

Dengan semangat 45, Roxas mengulurkan tangannya pada Adrian. Pria berwajah tampan itu segera menyambut uluran tangan sang murid. Keduanya berjabat tangan dengan ekspektasinya masing-masing. Kemudian Adrian menyerahkan kertas yang ada di dekatnya. Terdengar helaan nafas frustrasi Roxas melihat soal matematika yang tertera. Bayang-bayang perjanjian tadi seakan mulai menjauh.

“Pak.. jujur ya. Saya tuh buta banget soal matematika. Kepala saya mendadak migraine kalo lihat soal kaya gini.”

“Itu mind set yang harus kamu ubah. Sugesti dirimu kalau kamu bisa mengerjakannya. Jangan menyerah sebelum mencobanya.”

“Tapi beneran saya ngga ngerti, Pak,” jawab Roxas frustrasi.

“Kita belajar pelan-pelan.”

Adrian mengambil sebuah kertas lagi. Di sana dia sudah merangkum pelajaran matematika untuk muridnya itu. Sebisa mungkin dia menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti. Perlahan, Adrian mulai mengajarkan Roxas materi yang selama ini begitu dibencinya.

Sudah satu jam lebih lamanya Adrian menerangkan secara detil pelajaran hitung menghitung tersebut. Pengalaman sebagai anak IPA dan pernah mengenyam pendidikan di jurusan teknik industri, tentu perihal angka bukanlah hal yang sulit untuknya. Dengan bahasa sesederhana mungkin Adrian berusaha membuat Roxas paham.

“Gimana? Masih belum mengerti?”

“Sebentar, Pak.”

Roxas mengamati sebentar coretan kertas di atas meja. Kemudian dia mengulangi semua langkah yang tadi diterangkan oleh Adrian. Sedikit demi sedikit dia mulai bisa mencerna apa yang dikatakan wali kelasnya itu.

“Coba kamu kerjakan soal ini. Akan lebih mudah mengerti kalau langsung dipraktekkan.”

Roxas mengambil kertas lain di tangan Adrian. Sejenak pemuda itu menarik nafas dalam-dalam seraya berdoa dalam hati. Kemudian dia mulai mengerjakan soal tersebut. Adrian kembali menyandarkan punggungnya sambil terus mengawasi Roxas yang tengah berkutat menyelesaikan soal. Lalu terdengar suara gemuruh dari perut muridnya itu.

“Semakin cepat kamu mengerjakan soal. Maka semakin cepat kamu bisa mengisi perutmu.”

Kata-kata Adrian barusan seolah menjadi cambuk untuk Roxas. Semangat pemuda itu bertambah dua kali lipat. Bayang-bayang nasi beserta lauk pauknya mulai berseliweran di kepalanya, bergantian dengan rumus matematika.

Setengah jam kemudian, Roxas telah berhasil menyelesaikan soal-soal tersebut. Adrian segera memeriksanya. Dari tiga soal yang diberikan, akhirnya Roxas bisa menjawab satu soal dengan benar.

“Hari ini kamu hanya benar satu. Besok kamu harus benar dua.”

“Siap, Pak,” jawab Roxas penuh antusias. Entah mengapa dia yakin kalau besok dia bisa menjawab pertanyaan dengan benar lebih dari satu.

“Ayo pulang.”

Adrian membereskan barang-barangnya yang masih ada di atas meja. Begitu pula dengan Roxas. Pemuda itu memasukkan semua alat tulisnya berikut coretan yang dibuat Adrian tadi. Tak lama keduanya keluar dari ruangan dan langsung menuju tempat parkir.

“Kamu lapar? Mau makan dulu?”

“Boleh, Pak.”

“Ayo.”

Adrian lebih dulu keluar dari parkiran dengan motornya. Roxas segera menyusul di belakangnya. Pemuda itu terus mengikuti motor di depannya. Kemana pun Adrian membawanya, dia akan ikut saja. Yang penting perut laparnya akan segera teratasi.

Setelah melewati dua lampu merah, motor yang dikendarai Adrian memasuki salah satu rumah makan Padang. Dalam hati Roxas bersorak, dengan cepat dia segera menyusul lalu menghentikan kendaraannya tepat di samping milik Adrian. Setelah melepas helmnya, Roxas segera menyusul masuk ke dalam.

“Makan di sini atau bungkus?” tanya sang penjual pada Adrian.

“Makan di sini saja.”

“Pakai apa?”

“Rendang.”

“Sama pake rendang juga,” sela roxas tanpa harus ditanya. Setelah memesan, keduanya segera menuju salah satu meja.

Tak butuh waktu lama, pesanan mereka sudah selesai dibuat. Dengan lahap Roxas menyantap makanannya. Nasi yang hanya sebesar kepalan tangan sudah tandas dimakannya. Adrian melirik pada piring anak muridnya itu yang hampir kosong.

“Mau tambah?” tawarnya.

“Boleh Pak?”

“Hem..”

Roxas segera berdiri kemudian mendekati pelayan yang berjaga di dekat etalase makanan. Dia menyerahkan piringnya yang hampir ludes isinya.

“Tambah nasi lagi sama cincang ya.”

Dengan cepat wanita paruh baya itu segera mengambilkan pesanan Roxas. Dengan wajah sumringah, Roxas kembali mejanya. Baru saja tiga suap, makanan di piring kedua masuk ke dalam mulut Roxas, tiba-tiba Adrian berdiri dari duduknya.

“Bapak mau kemana?” tanyanya panik. Dia masih trauma kejadian di café beberapa hari yang lalu.

“Saya mau cuci tangan.”

“Oh.. kirain mau kabur lagi,” ujar Roxas pelan.

Adrian melangkahkan kakinya menuju wastafel yang ada di bagian belakang rumah makan tersebut. Tak lama dia kembali ke mejanya. Nampak Roxas sudah menyelesaikan makannya.

“Cepat banget habisnya.”

“Buat jaga-jaga, Pak. Takutnya saya ditinggal lagi.”

“Hahaha..”

Roxas terpaku melihat tawa gurunya itu. Bisa-bisanya pria itu tertawa begitu lepasnya. Padahal akibat perbuatan pria itu, dirinya, Dewi juga Micky harus kembali menguras energi setelah mengisi tenaga. Dan yang paling membekas adalah rasa malu karena tak bisa membayar tagihan makanan mereka. Hilang sudah wibawa dan ketampanan Roxas akibat tragedi patungan di hadapan pelayan cafe.

“Kamu mau bawa makanan ke rumah?”

“Ngga Pak, makasih. Nenek saya ngga suka masakan Padang.”

“Ya sudah, ayo.”

Adrian berjalan menuju meja kasir kemudian membayar pesanan makanan mereka tadi. Bersamaan keduanya menuju tempat parkir. Saat akan memakai helmnya, ponsel Roxas berdering, dia segera mengangkat benda pipih perseginyanya itu begitu melihat panggilan dari sang nenek.

“Assalamu’alaikum.. ada apa enin?”

“Waalaikumsalam.. kasep di mana?”

“Di jalan bade uih, enin (di jalan, mau pulang).”

“Enin hoyong ayam krispi.”

“Oh muhun. Ku Aep dipangmeserkeun, sakedap deui Aep uih (Iya. Sama Aep dibeliin, sebentar lagi Aep pulang).”

“Nuhun kasep. Assalamu’alaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Adrian segera menyalakan mesin motornya begitu Roxas mengakhiri panggilannya. Dia berpura-pura tak menyimak obrolan pemuda itu tadi. Roxas nampak menggaruk kepalanya sejenak, kemudian melihat pada Adrian.

“Ngga jadi pulang?”

“Enin saya nitip makanan. Saya mau cari pesanan Enin dulu. Bapak pulang duluan saja.”

“Ya sudah.”

Adrian memutar balik motornya kemudian meninggalkan rumah makan Padang tersebut. Sepeninggal Adrian, Roxas turun dari motornya, kemudian menuju deretan ruko yang ada di samping tempat makannya tadi. Pemuda itu mendekati sang penjaga parkir.

“Kang, punten,” sapa Roxas.

“Aya naon A? (ada apa a?).”

“Upami akang ridho, abi bade markiran motor atanapi mobil sakeudap we. Abi butuh artos sapuluh rebu kanggo meser ayam krispi. Kaleresan enin hoyong emam sareng ayam krispi. (Kalau akang ridho, saya mau bantu parkirkan motor atau mobil sebentar saja. Saya butuh uang sepuluh ribu buat beli ayam krispi. Kebetulan nenek saya mau makan pakai ayam krispi).”

Sejenak penjaga parkir itu memandangi pemuda di hadapannya. Dia cukup terkejut akan dua hal. Pertama, wajah Roxas yang kebule-bulean ternyata fasih berbicara Sunda. Kedua, ternyata bule Sunda itu bokek.

“Kumaha Kang? (gimana Kang?),” pertanyaan Roxas membangunkan penjaga parkir itu dari lamunannya.

“Oh.. sok we (silakan).”

“Nuhun Kang.”

Setelah mendapat ijin, Roxas segera menuju mobil yang hendak keluar dari parkiran ruko. Dia memberi aba-aba pada sang supir, hingga akhirnya bisa keluar dari area parkir. Dengan senang Roxas menerima uang pemberian pengemudi tersebut. Dia terus memberi aba-aba pada kendaraan berikutnya, baik yang keluar atau masuk parkiran. Setelah lima belas menit berlalu, Roxas kembali menghampiri sang penjaga parkir tadi.

“Kang, atos. Abi kenging lima belas rebu, ieu kanggo akang lima rebu (kang, udah. Saya dapet lima belas ribu, ini buat akang lima ribu).”

“Teu kedah (ngga usah),” tolak sang penjaga parkir.

“Wios, Kang. Da abi butuh sapuluh rebu hungkul. Hatur nuhun Kang (Ngga apa-apa, Kang. Saya cuma butuh sepuluh ribu. Terima kasih, Kang),” Roxas menaruh uang lima ribuan di tangan sang penjaga parkir kemudian segera menuju penjual ayam krispi yang ada di dekat sana.

“Kang, ayamna hiji, dadana (kang, ayam satu, dadanya).”

Penjual tersebut segera mengambilkan pesanan Roxas. Setelah memasukkan ke dalam wadah kertas lalu membungkusnya lagi dengan kantong plastik, dia memberikannya pada Roxas.

“Sabaraha Kang? (berapa kang?).”

“Salapan rebu (Sembilan ribu).”

Roxas merogoh saku celananya lalu mengeluarkan uang receh yang didapatnya dari hasil memarkir tadi. Setelah membayar ayam yang dibelinya, pemuda itu bergegas menuju motornya. Tak lama kendaraan roda dua itu meluncur pergi. Tanpa Roxas sadari, Adrian yang masih berada tak jauh dari tempat tadi mengawasi apa yang dilakukan anak muridnya itu.

🌸🌸🌸

**Roxas aji mumpung plus trauma ya🤣🤣🤣

Eh gimana? Masih sebel sama pak Adrian**?

**Mampir dong ke cerpenku yang baru genre thriller. Jangan lupa kasih like sama komen juga ya. Klik tautan ini atau klik profilku trs pilih yg judulnya VISION, makasih🙏

Vision (Thriller)

👇🏻 https://mangatoon.mobi/activity/shortStoryShare?id\=38984&\_language\=id&\_app\_id\=2**

1
sherly
dr sekolah sampai dah punya anak eh anaknya pada ngumpul buat Genk... novelmu emang seruuu Thor tp kenapa kisah anak2 mereka ngk di NT?
sherly
tiba2 JD melowwww
sherly
baca novelmu tu buat bahagiaaa.... awalnya senyum2 eh ujung2nya ngakak...
sherly
hahahahha rejeki si Budi
sherly
tq Thor untuk novelmu yg rasanya tu kayak nano nano... baru baca satu novelmu kyaknya bakalan lanjut ke novel yg lain...
sherly
lengkap sudah kebahagian Adrian dan dewi
sherly
jadi pengen liburan jugaaaaa
sherly
kalo soal pede emang si Budi nih juaranya.... maju terus bud
sherly
hahahahahha nasib duo B si jomblo sekarat
sherly
hahahah muslihat preman pensiun
sherly
Doni dah dapat satu restu... semangkaaaa
sherly
Hahahhaa masih kurang tu.. sibudi buluk mesti di kasi 20 sks biar bisa cari cewek yg bener ke depannya...
sherly
hahahha Mila sampai sewa satpam buat jd pasangannya... emang teman si Dewi smuanya kelakuannya diluar prediksi BMKg...
sherly
aku kira lagu Ari lasso malaikat tak bersayap ternyata ciptaan othor TOP dah
sherly
mulai pasang spanduk, umbul2 don... hehehehhe
sherly
sang playboy seketika berubah menjadi satria bijaksana... hahahah
sherly
perjuangan bapak2 saat istri ngidam ..
sherly
Dewi oh Dewi temanmu pada awet ya somplaknya.... hahahhahw
sherly
penghulunya senang bener gangguin pengantin baru...
sherly
sampai detail ya Thor...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!