Kota X adalah kota tanpa tuhan, tanpa hukum, tanpa belas kasihan. Di jalanan yang penuh mayat, narkoba, prostitusi, dan pengkhianatan, hanya satu hal yang menentukan hidup dan mati: kekuasaan.
Di antara puluhan geng yang saling memangsa, berdirilah satu nama yang ditakuti semua orang—
Reno, pemimpin The Red Serpent, geng paling brutal dan paling berpengaruh di seluruh Kota X. Dengan kecerdasan, kekejaman, dan masa lalu kelam yang terus menghantuinya, Reno menguasai kota melalui darah dan api.
Namun kekuasaan sebesar itu mengundang musuh baru.
Muncul Rafael, pemimpin muda Silver Fang yang ambisius, licik, dan haus kekuasaan. Ia menantang Reno secara terbuka, memulai perang besar yang menyeret seluruh kota ke jurang kehancuran.
Di tengah perang geng, Reno harus menghadapi:
Pengkhianat dari dalam kelompoknya sendiri
Politisi korup yang ingin memanfaatkan kekacauan
Hubungan terlarang dengan Vira, wanita dari masa lalunya yang tersembunyi
Konspirasi besar yang lebih gelap dari dunia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boy Permana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Darah di malam hujan
Hujan semakin deras saat konvoi mobil The Red Serpent memasuki Distrik Barat. Terlihat Lampu-lampu jalan berkelip, dan genangan air bercampur lumpur berubah menjadi cermin kusam yang memantulkan bayangan kota yang bobrok. Dari kejauhan, terdengar suara tembakan, disusul teriakan seseorang yang terdengar samar.
Reno duduk diam di kursi belakang mobil hitamnya. Wajahnya tidak menunjukkan ketakutan, kemarahan, atau keraguan. Yang ada hanya ketenangan dan dingin seperti seorang algojo yang hendak mengeksekusi.
Tomo yang duduk di depan menoleh. “Boss, Cakra melaporkan Silver Fang menempatkan kira-kira empat puluh orang di wilayah barat.
Reno menatap keluar jendela lalu berkata. “Apa mereka pikir bisa menghentikan kita dengan hanya sekitar 40 orang untuk berjaga ?”
“Sepertinya begitu.” ucap Tomo.
Reno memejamkan mata dan tersenyum.
Mobil berhenti di depan bangunan yang pernah menjadi gudang senjata The Red Serpent. Kini, bangunan itu hangus separuh, dindingnya bolong bekas ledakan. Bau asap masih terasa pekat, bercampur bau bensin, dan darah.
Reno turun dari mobil perlahan. Hujan langsung membasahi rambut hitamnya, menetes di wajah, mengalir ke jaket kulitnya. Ia berjalan dengan santai. seolah sedang melangkah menuju pesta, bukan medan perang.
Beberapa anak buahnya mengikuti dari belakang dengan membawa senjata panjang. Suara langkah mereka tenggelam oleh rintik hujan.
Di depan gudang, Reno melihat dua mayat anak buahnya tergeletak. Wajah mereka dipukul begitu parah hingga sulit untuk bisa dikenali. Reno berjongkok dan memeriksa mayat itu.
“Rafael,” gumamnya.
Tomo mendekat. “Apa ada perintah Boss?”
Reno berdiri, memutar leher hingga terdengar bunyi krut. Lalu ia mengeluarkan pistolnya — pistol custom dengan ular merah yang terukir di sisi kiri.
SERANG!!!!
Perang dimulai ketika The Red Serpent masuk ke gang sempit di belakang gudang. Di ujung gang, beberapa anggota Silver Fang berjaga dengan senjata laras panjang. Mereka terkejut melihat barisan The red serpent
“HENTIKA—”
Belum sempat mereka menyelesaikan kalimat, Iwan kapten divisi mengangkat pistonnya dan menembak dengan presisi yang mematikan.
Doorr!!!
Doorrr!!
Doorrrr!!
Tiga orang jatuh sebelum sempat membalas. Sisanya panik dan mulai menembak secara acak. Peluru menghantam dinding, memecahkan kaca, mengenai besi, menciptakan percikan yang menyala seperti kembang api kecil.
“Majuuu!” teriak Tomo.
Pasukan The Red Serpent menyerbu masuk. Baku tembak brutal pecah. Jeritan, suara tubuh jatuh, dan dentuman senjata menyatu menjadi simfoni kehancuran kota.
Reno bergerak seperti bayangan. sangat cepat dan mematikan. Ia menembak, menghindar, menendang tubuh seorang pria hingga terlempar ke tong sampah. Ia memutar pistol, menembak kepala musuh dari jarak dekat, darah terciprat ke pipinya.
Ketika seorang anggota Silver Fang mencoba kabur, Reno menangkap kerahnya dan membantingnya ke dinding.
“Kau salah memilih majikan,” kata Reno, suara rendah dan dingin.
“Boss… ampun… tolong… aku—”
Doorrr!!
Pria itu mati bahkan sebelum menyelesaikan kalimatnya.
Setelah sepuluh menit perang, gudang itu menjadi kuburan terbuka. Hujan membawa darah turun di sepanjang aliran air. menciptakan warna merah yang menyeramkan.
Tomo menghampiri Reno. Napasnya masih berat karena habis bertarung. “Boss, kita menguasai sisi selatan distrik. Tapi utara masih dikuasai Silver Fang.”
Reno memasukkan pistolnya ke sarung. “Kita ke utara.”
Saat mereka berjalan, Reno berhenti tiba-tiba ketika melihat dinding yang diberi semprotan cat:
> ‘Rafael akan mengambil semuanya.’
Reno menyentuh tulisan itu sebentar sebelum berkata pelan:
“Kalau dia ingin semuanya, maka aku beri neraka.”
Iwan kapten divisi 1 yang mendengar bos nya mengatakan itu hanya tersenyum, dia tau bos nya itu adalah monter yang akan menghancurkan semua yang berani mengusik red serpent.
Hujan mulai reda saat mereka berjalanan menuju utara distrik, Tiba-tiba Reno menerima panggilan dari seseorang yang suaranya ia hafal dengan baik.
“Reno…” suara Vira terdengar di telepon, setengah berbisik.
Reno terdiam sejenak. “ ada apa Kenapa kau menelepon?”
“Aku… ada seseorang yang mencariku dia berada di klub.”
Reno menghentikan langkah. “Siapa?”
“Rafael.” ucap vira
Tomo yang mendengar itu langsung menegang.
Reno memejamkan mata. “Apa yang dia katakan?”
aku belum bertemu dengan nya aku sedang bersembunyi di ruangan ku dan pintu sudah ku kunci.
Reno menarik napas panjang. Di balik suaranya yang datar, ada kemarahan yang sangat dalam.
“Vira… jauhi dia.”
“Apa yang harus ku lakukan, Reno!” Vira membalas dengan suara gemetar. "Aku takut
Reno menatap gelapnya gang. “Kau tetap di ruangan itu jangan keluar apapun yang terjadi.
“kunci pintunya. Jangan buka untuk siapa pun. Aku datang nanti.”
“Reno… hati-hati.”
Telepon terputus.
Tomo melihat wajah Reno. “Boss, itu mungkin perangkap.”
“Aku tahu.” Reno memasukkan ponselnya. “Dan aku akan datang ke perangkap itu kalau perlu. Tapi bukan sekarang.”
“Kita tetap ke utara?”
“Ya.”
Sisi Distrik Barat lebih gelap, lebih sempit, dan lebih berbahaya. Banyak gang bercabang seperti labirin. Lampu-lampu hanya sedikit yang menyala.
Ketika Reno dan pasukannya mendekat, mereka melihat sekelompok orang dari Silver Fang sedang menunggu dengan posisi bertahan.
“Bagus,” kata Reno. “Mereka siap kali ini.”
Saat The Red Serpent mulai mendekat, salah satu anggota Silver Fang berteriak:
“RENO! RAFAEL MENGIRIM SALAM!”
Reno tersenyum kecil. “Sampaikan salam balasan.”
Perang meledak untuk kedua kalinya malam itu.
Tomo menggunakan shotgun, menembak dua orang sekaligus. Iwan menendang lalu menusuk leher musuh dengan pisau karambit. Api perang semakin memanas.
Reno berhadapan dengan tiga orang sekaligus. Satu mencoba menyerang dengan pisau, Reno menangkap pergelangannya, memutar tangan nya hingga patah, lalu menembaknya di dada. Pria kedua menodongkan senjata, Reno menunduk dan menembak nya dari bawah rahang. Darah menyembur seperti air mancur kecil. Yang ketiga mencoba melarikan diri, tapi Reno menarik kerahnya lalu menghantam wajahnya ke dinding hingga tidak bergerak.
Setelah lima belas menit pertarungan sengit, The red serpent menang lagi.
Tomo menghampiri Reno sambil menghela napas. “Boss, seperti nya sudah tidak ada anggota silver fang yang tersisa disini.
Reno memandang langit yang gelap sehabis hujan.
“Berapa anggota kita yang terbunuh?”
“Tujuh.”
“Dan mereka?”
“empat puluh lebih.”
Reno mengangguk. “ dan berkata
“Rafael aku baru saja memulai.”
Di klub malam, Rafael menerima laporan kekalahan itu dari anak buahnya sambil tersenyum dingin.
“Bagus,” katanya.
Anak buahnya bingung. “Bagus? Kita kehilangan hampir 50 orang bos!”
Rafael berdiri. “Karena sekarang aku tahu sesuatu yang penting.”
“Apa itu, Boss?”
Rafael menatap jendela, memandang lampu kota.
“ternyata Reno masih kuat.”
Senyumnya melebar.
“Tapi semua yang kuat… pasti punya kelemahan.
Ia menghembuskan asap rokok lalu teriak.
“aku akan menghancurkannya"!!