 
                            Keputusan gegabah membuat Sekar harus menderita, suami yang ia terima pinangannya 5 tahun lalu ternyata tak membawanya ke dalam kebahagiaan. Sekar harus hidup bersama ibu mertua dan kedua iparnya yang hanya menganggapnya sebagai pembantu.
Sekar yang merasa terabaikan akhirnya memilih kabur dan menggugat suaminya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Ikuti ceritanya setiap episode. Aku mohon jangan di lompat. Terima kasih 🙏🏼
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian Kedua
Sekar tak dapat mendengar jawaban yang diberikan ibu mertuanya karena ia sudah diperintahkan membuat minuman untuk tamu mereka.
Lastri menarik tangan Ayu dan mempersilakan duduk. Ia lalu menjawab pertanyaan wanita itu, "Dia itu istrinya Reno. Tapi, Ibu tidak menyukainya dari dulu."
"Lalu kenapa mereka menikah kalau Bibi tidak menyukainya?" tanya Ayu.
"Reno mencintainya, jadi Ibu tidak dapat menolaknya," jawab Lastri.
Ayu mengangguk mengiyakan.
"Seandainya Reno waktu itu tidak pindah ke luar kota pasti kalian sudah menikah," kata Lastri berharap Ayu adalah menantunya.
Ayu hanya tersenyum tipis mendengarnya.
"Benar, Kak Ayu. Seandainya Kak Reno menikah dengan Kak Ayu pasti Ibu sangat bangga. Apalagi Kak Ayu pekerjaannya sangat bagus," sahut Lulu.
"Semua juga karena dukungan Mas Reno, Lu. Dia memilih pindah ke luar kota agar aku bisa mengambil kesempatan di perusahaan," kata Ayu sebab waktu itu dirinya enggan dipindahkan ke luar kota untuk kenaikan jabatan tetapi Reno mengatakan bahwa dirinya juga akan pindah. Seiring berjalannya waktu, keduanya pun mengakhiri hubungan.
Ditengah obrolan keduanya, Sekar membawa segelas teh hangat bersama Arya yang tak lepas memegang ujung pakaian ibunya.
"Silahkan diminum, Mbak!" ucap Sekar tersenyum.
Ayu melihat penampilan Sekar dari ujung kepala hingga kaki yang tampak kucel dengan daster pudar dan setengah basah.
"Sekar, ngapain di sini. Cepat sana cuci pakaian dan jangan lupa masak buat makan siang!" usir Lastri.
"Pakaian sudah aku cuci," kata Sekar.
"Kalau begitu masak!" kata Lastri.
"Iya, Bu!" Sekar kemudian berlalu dan mengajak putranya.
"Dia melakukan pekerjaan itu semua?" tanya Ayu kepada Lastri.
"Dia itu tidak memiliki penghasilan, daripada dia cuma numpang makan dan tidur lebih baik dia mengerjakan pekerjaan rumah ini," jawab Lastri.
"Oh, begitu." Ayu manggut-manggut paham.
"Tapi, kalau kamu yang menjadi menantu di rumah ini tidak mungkin kami memperlakukan kamu seperti itu!" kata Lastri.
Sekar kembali menghampiri ibu mertuanya yang asyik mengobrol dengan tamunya.
"Ada apa lagi?" tanya Lastri dengan nada dan wajah ketus.
"Bu, cabai merahnya habis. Aku pinjam uangnya boleh?" pinta Sekar.
"Tidak usah pinjam, beli saja sana!" Lastri menyerahkan selembar uang 10 ribu.
Sekar menerimanya dan tersenyum kecil, ia merasa senang karena uangnya yang diterimanya bukan merupakan pinjaman.
"Ganggu saja!" Lastri menggerutu.
Sekar melangkah ke warung sembako dan sayuran, ia membeli 250 gram cabai merah dan setengah kilo beras.
"Sekar, ibu mertua kamu sudah pulang, ya?" tanya seorang ibu-ibu paruh baya berkacamata bernama Lilis.
"Sudah, Bi. Tadi pagi," jawab Sekar.
"Saya mau bertemu dengannya," kata Bu Lilis.
"Silahkan saja, Bi. Tapi, ibu lagi ada tamu," ucap Sekar.
"Oh, jadi tamu yang menumpang parkir mobil dihalaman Bu Doni itu tamunya Bu Lastri," sahut pemilik warung.
"Saya juga tidak tahu dia naik kendaraan apa ke sini," kata Sekar.
"Memangnya siapa tamu kalian?" tanya Bu Lilis penasaran.
"Mbak Ayu," jawab Sekar.
"Saudara kamu, ya?" tebak Bu Lilis.
"Bukan, Bi. Saya juga tidak kenal dengannya," kata Sekar.
"Berarti tamunya Bu Lastri," ucap Bu Lilis.
"Itu orangnya, Bi!" Sekar mengarahkan pandangannya kepada Ayu dan Lastri begitu juga Lala dan Lulu yang baru saja keluar dari rumah mengantarkan Ayu ke depan pagar.
"Itu Ayu mantannya Reno!" sahut Windi, tetangga Reno sekaligus teman semasa kecil pria itu.
"Oh, jadi itu Ayu yang selalu dibilang Bu Lastri!" ceplos Bu Lilis.
"Kenapa dia datang ke rumah kamu?" tanya Windi kepada Sekar.
"Mungkin mau bersilaturahmi," jawab Sekar asal.
"Oh, mungkin saja. Seingat aku, dia kerja di luar kota," kata Windi.
"Dia juga aneh, kenapa harus datang ke rumah Reno. Padahal, Reno 'kan sudah berumah tangga," ujar Bu Lilis.
"Bu, Kak, saya duluan, ya!" Sekar bergegas balik ke rumahnya, ia tak mau berlama-lama mendengar cerita masa lalu suaminya. Meskipun, selama ini Reno tak pernah bercerita.
Begitu sampai rumah, Sekar ke dapur dan mulai memasak buat makan siang.
Setelah kepulangan tamunya, Lastri menemui menantunya yang berada di dapur. "Uang tadi jangan lupa dibayar kalau kamu diberikan Reno uang!"
"Bukannya Ibu bilang enggak usah dibayar?" Sekar mengingatkan ucapan mertuanya.
"Ibu malulah bilang harus bayar. Bagaimana nanti tanggapan Ayu," kata Lastri.
"Aku pikir Ibu tadi benar-benar serius memberikan uang cuma-cuma!" ucap Sekar.
"Rugi dong Ibu beri kamu cuma-cuma. Uang Reno sudah banyak kamu makan!" kata Lastri menuding.
"Astaghfirullah, Bu. Uang Mas Reno buat kebutuhan orang-orang di rumah ini bukan aku nikmati sendiri!" Sekar membantah tuduhan ibu mertuanya.
"Andai saja Ayu jadi menantu di rumah ini, pasti kehidupan kami sedikit lebih baik. Secara dia sekarang penghasilannya sangat tinggi. Bukan seperti kamu yang tidak mempunyai penghasilan!" sindir Lastri.
"Jika aku bekerja di luar, siapa yang akan menjaga Arya? Apa Ibu mau menjaganya?" tanya Sekar.
"Ogah. Ibu jaga anakmu itu. Lebih baik Ibu bekerja, dapat uang dan bisa belanja pakaian!" jawab Lastri.
"Makanya, aku tidak mau bekerja di luar. Pekerjaan rumah aku juga yang akan kerjakan!" Sekar bala menyindir.
"Oh, jadi kamu hitung-hitungan sekarang?" Lastri tampak tak senang.
"Aku mau lanjut memasak, Ibu ke depan saja nonton TV!" kata Sekar tak mau berlama-lama berdebat dengan ibu mertuanya.
Lastri dengan wajah kesal meninggalkan dapur.
Sekar menghela napas panjang, matanya berkaca-kaca. Ia tak sanggup lagi bertahan dengan pernikahannya. Namun, ia bingung harus mengadu kepada siapa. Dirinya cuma sendirian di kota suaminya. Sejak menikah Sekar sudah tinggal di kota ini, tetapi mereka sempat mengontrak rumah selama 2 tahun. Hingga akhirnya, ayah mertuanya wafat dan Reno disuruh balik ke rumah orang tuanya untuk menjaga ibu dan kedua adiknya yang perempuan.
Sejam kemudian, Sekar telah selesai memasak. Ia menyajikan masakannya di meja makan. Ia kemudian melangkah ke kamar bersama Arya. Setelah anggota keluarga suaminya makan siang, barulah dirinya mendapatkan jatah makan.
"Ibu, bibi tadi berikan aku uang!" kata Arya menatap wajah ibunya disampingnya.
"Uang? Mana uangnya?" tanya Sekar.
"Sudah diambil nenek," jawab Arya karena saat Ayu menyodorkan selembar uang 5 ribu ke tangan Arya, Lastri dengan cepat mengambilnya. Wanita paruh baya itu beralasan kalau anak kecil tak boleh pegang uang.
Sekar yang mendengarnya pasrah.Tak mungkin uang di tangan ibu mertuanya dapat diambil lagi.
"Uang pemberian bibi tadi bukan rejeki kamu. Ibu doakan, semoga suatu hari nanti kamu mendapatkan uang lebih dari itu!" kata Sekar menghibur dirinya sendiri dan putranya.
Arya mengangguk mengiyakan.
"Sekarang kamu tidur siang!" kata Sekar dengan lembut.
"Aku lapar, Bu!" Arya memegang perutnya.
"Nenek dan bibi kamu belum makan. Tunggu mereka selesai makan, kamu tidur dulu saja. Nanti Ibu bangunkan!" ucap Sekar dengan senyuman terpaksa padahal perutnya juga sudah lapar.