NovelToon NovelToon
Godaan Kakak Ipar

Godaan Kakak Ipar

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Pembantu
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Bunda SB

Bagi Luna, Senja hanyalah adik tiri yang pantas disakiti.
Tapi di mata Samudra, Senja adalah cahaya yang tak bisa ia abaikan.
Lalu, siapa yang akan memenangkan hati sang suami? istri sahnya, atau adik tiri yang seharusnya ia benci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda SB, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2 – Pelukan di Dapur

Jarum jam dinding di lorong rumah besar itu menunjuk pukul dua dini hari. Suasana begitu hening, hanya terdengar suara detakan jam dan sesekali tiupan angin malam yang menerobos celah jendela. Lampu-lampu kristal di ruang tamu telah padam, menyisakan remang cahaya lampu kecil di pojok ruangan.

Di dalam kamar sempit yang baru sehari ditempatinya, Senja berbaring gelisah. Matanya terpejam, namun pikirannya berputar ke mana-mana. Bayangan wajah ayahnya yang terbaring sakit di desa, ancaman ibunya, dan tatapan penuh kebencian dari Luna, kakak tirinya, membuat dadanya sesak.

“Kenapa aku di sini...?” batinnya lirih. “Aku ingin pulang... tapi Ayah...”

Tangisnya hampir pecah, tapi ia cepat-cepat menahan. Ia tak ingin penghuni rumah mendengar. Dengan lelah, ia bangkit duduk. Tenggorokannya kering, seakan meminta seteguk air.

Pelan-pelan, ia keluar dari kamar. Kaki telanjangnya menyentuh lantai marmer yang dingin, tubuhnya menggigil. Ia berjalan melewati lorong panjang menuju ke dapur. Rumah itu bagai labirin mewah, asing, dan terlalu besar untuk ditempati.

Sampai di dapur, Senja membuka kulkas, menuang air ke gelas, lalu berdiri termenung di dekat meja dapur. Pandangannya kosong. Lampu putih di dapur menyinari wajah lembutnya yang murung.

Ia tak sadar bahwa dari arah belakang, langkah kaki berat semakin mendekat. Langkah yang nyaris tak terdengar di lantai marmer, namun cukup cepat.

Dan tiba-tiba...

Sepasang tangan kokoh melingkar erat di pinggangnya.

Senja tersentak. Tubuhnya membeku sesaat, lalu reflek ia meronta. Gelas di tangannya hampir terlepas. “Siapa? Lepaskan aku!” serunya panik.

Pelukan itu segera terlepas. Suara berat seorang pria terdengar di belakangnya. “Astaga... Senja?”

Senja berbalik cepat. Jantungnya berdentum kencang saat melihat sosok yang berdiri di sana. Seorang pria tinggi, berwibawa, dengan wajah tampan yang letih. Rambutnya sedikit berantakan, kemeja putihnya kusut, dan dasinya terlepas begitu saja.

Samudra. Kakak iparnya.

Suami Luna.

Senja terpaku. Nafasnya memburu. “Mas... Samudra?”

Samudra sama terkejutnya. Wajahnya berubah kaku. “Astaga, maaf... Mas pikir kamu Luna.”

Pipi Senja panas, jantungnya berdegup tak karuan. “Mas... jangan lakukan itu lagi...” suaranya bergetar.

Samudra menunduk, mengusap tengkuknya, wajahnya jelas menyesal. “Mas sungguh minta maaf. Mas baru pulang... terlalu lelah dan letih, jadi salah sangka.”

Senja menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Tidak apa Mas. Maaf kalau membuat Mas salah paham.” Ia meletakkan gelas di meja, lalu buru-buru hendak kembali ke kamarnya.

Namun langkahnya dihentikan suara Samudra.

“Tunggu.”

Senja menoleh pelan. “Ada apa Mas?”

Samudra menatapnya serius, namun tak ada kebencian di sana. Justru ada ketulusan yang jarang Senja temui dari keluarga ini. “Kapan kamu datang? Mas tidak tahu kalau kamu tinggal di sini sekarang.”

Senja menggigit bibir bawahnya. “Hari ini... Kak Luna yang menjemput ku.”

Samudra mengangguk kecil. “Bagaimana keadaan Ayah dan Ibu? Sudah lama Mas tak sempat menjenguk. Mas pulang pergi kantor hampir tiap hari...”

Senja menunduk, suaranya lirih. “Ayah... masih sakit. Beliau butuh banyak obat.”

Samudra menghela napas berat, wajahnya menegang. Ada rasa bersalah di sorot matanya. “Mas mengerti...”

Lalu tiba-tiba, perut Samudra berbunyi pelan. Ia terkekeh miris, menepuk perutnya. “Mas belum makan sejak sore. Pulang lembur... langsung saja tadi, sampai rumah jam segini.” Ia menoleh ke arah Senja dengan pandangan penuh harap. “Senja... bisakah kamu memasakkan sesuatu untuk Mas? Tidak usah yang rumit, asal bisa mengganjal perut.”

Senja sempat ragu. Memasak untuk kakak ipar? Tengah malam pula... Tapi ia melihat wajah letih Samudra, matanya memerah karena kurang tidur. Rasa iba menyelusup diam-diam.

“Baik, Mas. Tunggu sebentar,” jawabnya akhirnya.

Senja bergerak cekatan di dapur. Ia menemukan bahan sederhana, ada telur, sosis, dan sedikit sayur. Tangannya terampil, meski sederhana, namun penuh ketelatenan. Dalam waktu singkat, nasi goreng sederhana terhidang di piring. Ia juga menyeduh teh hangat, menaruhnya di cangkir keramik.

Samudra duduk di kursi meja makan, menyandarkan tubuh lelahnya. Dari jauh, ia memperhatikan Senja yang sibuk memasak. Ada sesuatu yang berbeda. Senja tidak mirip Luna, sama sekali tidak. Tidak ada kemewahan, tidak ada make up tebal, tapi justru auranya lembut dan menenangkan.

“Sudah siap, Mas,” kata Senja sambil meletakkan piring nasi goreng di hadapan Samudra.

“Terima kasih.” Samudra tersenyum kecil, wajahnya tampak lebih hidup.

Senja hendak kembali ke kamarnya setelah selesai menghidangkan. Namun suara Samudra menghentikan langkahnya lagi.

“Temani Mas makan sebentar.”

Senja menggeleng cepat. “Tidak, Mas. Aku tidak lapar.”

Tepat saat itu...

“Krukk...” suara perut Senja bergema, jelas terdengar di ruang sunyi itu.

Pipi Senja memerah. Ia menunduk dalam, malu bukan main karena ketahuan berbohong.

Samudra terkekeh pelan. “Kedengarannya perutmu berkata lain. Duduklah.” Ia menarik kursi di sampingnya.

Senja ragu-ragu, namun akhirnya duduk. Samudra menyendok nasi goreng dan mencicipinya. Matanya berbinar. “Enak sekali... kamu pintar memasak.”

Senja hanya tersenyum tipis, lalu ikut menyendok sedikit untuk dirinya. Mereka makan dalam diam. Suasana hening, hanya suara sendok beradu dengan piring. Tapi di balik keheningan itu, ada kehangatan aneh yang mulai tumbuh.

Selesai makan, Samudra menyandarkan tubuhnya ke kursi. Ia menatap Senja yang sedang menunduk sambil membereskan piringnya.

“Senja...” suaranya tenang, namun menusuk. “Kenapa kamu ada di sini? Selama dua tahun Mas menikah dengan Luna, kamu tak pernah berkunjung. Kenapa sekarang tiba-tiba tinggal bersama kami?”

Sendok di tangan Senja berhenti. Dadanya terasa sesak. Pertanyaan itu sederhana, tapi jawabannya rumit. Bagaimana ia harus menjelaskan? Bahwa ia di sini karena dipaksa, diancam, dan akan dijadikan budak oleh kakak tirinya?

Jika ia berkata jujur, pasti Luna akan murka. Dan jika Luna marah, ancamannya terhadap ayah Senja bisa menjadi nyata.

Senja menunduk, menggenggam sendok erat-erat. “Aku... hanya ingin... dekat dengan Kak Luna,” jawabnya singkat, meski hatinya menangis.

Samudra menatapnya lama, seakan mencoba membaca sesuatu. Tapi akhirnya ia tidak mendesak. Ia hanya tersenyum samar. “Baiklah. Kalau kamu tidak ingin bercerita, aku mengerti.”

Senja menghela napas lega diam-diam.

Samudra berdiri, merapikan kemejanya. “Terima kasih, Senja. Sudah mau memasakkan dan menemani Mas makan. Rasanya Mas jarang sekali punya momen seperti ini.”

Senja mendongak, menatapnya sekilas. Ada ketulusan di mata pria itu yang membuatnya bingung harus bereaksi apa.

Samudra berjalan ke arah tangga, menoleh sebentar sebelum benar-benar pergi. “Selamat malam, Senja. Tidurlah. Jangan terlalu larut memikirkan hal-hal yang membuatmu gelisah.”

Senja hanya mengangguk, tak sanggup berkata apa-apa.

Setelah Samudra masuk ke kamarnya, Senja masih duduk terpaku. Hatinya bergetar hebat.

Ia segera mengalihkan diri, membereskan meja makan, mencuci piring, merapikan segala peralatan dapur. Tangannya sibuk, tapi pikirannya tak bisa tenang. Bayangan pelukan tadi, pelukan salah sangka masih terasa membekas di pinggangnya.

“Kenapa aku harus deg-degan...? Itu hanya salah paham. Dia suami Kak Luna. Aku harus menjauh... aku tidak boleh membuat kesalahan.”

Air matanya menetes tanpa ia sadari. Malam itu, Senja kembali ke kamar pembantu yang pengap dengan hati penuh resah. Ia tidak tahu, bahwa pertemuan sederhana di dapur tadi hanyalah awal dari badai besar yang akan mengguncang hidupnya.

1
Ariany Sudjana
semoga samudra lekas tahu bahwa Luna selama ini selingkuh dari samudra, dan selama ini hanya ingin harta samudra saja. dan setelah samudra tahu yang sebenarnya, jangan sampai senja yang jadi sasaran Luna, kasihan senja dan samudra, ga tega lihatnya selalu jadi sasaran kemarahan Luna , yang sudah ga waras
Ariany Sudjana
eh Luna udah gila yah, yang buat samudra jadi ilfil kan Luna juga, selama ini ga mau melayani samudra, bahkan suami sakit, Luna milih jalan-jalan ke Bali, sama selingkuhannya. yang urus samudra sampai sembuh ya senja sendiri. jadi jangan salahkan senja dong. ini samudra belum tahu istrinya selingkuh, kebayang kalau tahu, seperti apa reaksinya samudra
Ariany Sudjana
bagus samudra, jangan mau masuk dalam jebakan Luna, dia tidak mencintaimu, hanya ingin harta saja, dan sekarang dia butuh 500 JT itu. dan di hati Luna hanya ada Arjuna , pasangan selingkuhnya
Ariany Sudjana
Luna juga kan selingkuh, jadi maling jangan teriak maling dong
Ariany Sudjana
saya sih ga salahkan senja atau samudra yah, kalau Luna bisa menghormati samudra selaku suami, mungkin ga akan terjadi. tapi Luna juga malah selingkuh, belum tahu saja Luna, kalau dia juga hanya dimanfaatkan saja sama selingkuhannya
Ariany Sudjana
di rumah ada cctv kan? coba samudra lihat kelakuan Luna terhadap senja, kalau Luna pas di rumah
Ariany Sudjana
semoga saja Dewi bisa menemukan dengan siapa Luna di restoran itu, dasar Luna bodoh, belum sadar hanya dimanfaatkan sama Arjuna
Bunda SB: namanya juga cinta kak🤭
total 1 replies
Ariany Sudjana
samudra harusnya jujur sama mama kandungnya, jangan takut nanti irang tuanya akan membenci Luna. kan memang selama ini Luna yang ga mau punya anak? kalau memang nanti orang tuanya samudra jadi benci sama Luna, ya itu urusan Luna
Ariany Sudjana
semoga samudra bisa melindungi senja, karena Luna begitu jahat dan licik, dan kalau Luna tahu apa yang terjadi selama dia di Bali, pasti senja akan disiksa habis sama Luna
Ariany Sudjana
saya sih ga menyalahkan kalau sampai samudra dekat sama senja. lha punya istri, tapi istri ga pernah memperhatikan dan mengurus suami, apalagi pas suami lagi sakit. Luna malah sibuk dengan selingkuhannya.
Ariany Sudjana
apa Luna punya selingkuhan? sehingga begitu dingin sama samudra, suaminya sendiri.
Ariany Sudjana
di rumah ga ada cctv? sampai samudra begitu percaya sama Luna
Ariany Sudjana
samudra jangan percaya begitu saja sama Luna, senja sampai pingsan karena ulah Luna, si nenek lampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!