SEQUEL KEDUA ANAK MAFIA TERLALU MENYUKAIKU!
Lucas Lorenzo yang mendapati kenalan baiknya Philip Newton berada di penjara Santa Barbara, ketika mengunjunginya siapa sangka Lucas dimintai tolong oleh Philip untuk menyelamatkan para keponakannya yang diasuh oleh sanak keluarga yang hanya mengincar harta mendiang orang tua mereka.
Lucas yang memiliki hutang budi kepada Philip pun akhirnya memutuskan untuk membantu dengan menyamar menjadi tunangan Camellia Dawson, keponakan Philip, agar dapat memasuki kediaman mereka.
Namun siapa sangka ketika Lucas mendapati kalau keponakan Philip justru adalah seorang gadis buta.
Terlebih lagi ada banyak teror di kediaman tersebut yang membuat Lucas tidak bisa meninggalkan Camellia. Ditambah adanya sebuah rahasia besar terungkap tentang Camellia.
Mampukah Lucas menyelamatkan Camellia dari orang yang mengincarnya dan juga kebenaran tentang gadis itu? Lalu bagaimana jika Camellia tahu bahwa Lucas adalah seorang mafia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2. CAMELLIA
Beverly Hills, Los Angeles.
Hujan mengguyur kota dalam diam yang seolah bersekongkol untuk mewarnai hari menjadi suram. Di lantai dua rumah keluarga Dawson milik mendiang orang tua Camellia yang kini dikuasai oleh paman dan bibinya, angin berdesir di sela-sela celah jendela tua, menyelusup lembut ke dinding kamar gadis buta berusia dua puluh dua tahun.
Camellia Dawson duduk diam di tepi ranjangnya, jari-jarinya menyusuri sisi kotak kayu kecil tempat ia biasa menyimpan bros milik mendiang ibunya. Ia tidak tahu pukul berapa sekarang, hanya bisa menebak lewat aroma malam yang dingin menusuk dan bunyi samar jam dinding di kamarnya yang bahkan ia sendiri tidak tahu dimana letaknya.
Tak ada siapa-siapa di rumah ini yang benar-benar mencintainya, ia tahu itu. Setelah orang tuanya meninggal karena kecelakaan mobil dua tahun lalu, ia diwariskan rumah besar dan harta dalam jumlah luar biasa banyak termasuk hotel mewah milik sang ayah. Tapi karena usianya belum genap dua puluh satu waktu itu, semua dikendalikan oleh pamannya, Oliver Dawson dan istrinya Margaret Dawson.
Malam itu, Camellia merasa gelisah. Beberapa malam terakhir ia mendengar suara-suara dari kamar sebelah, kamar Briana, sepupu perempuannya yang berusia sama dengan Camellia. Suara seperti ... desahan tertahan, rintihan, bunyi kasur berderit. Tapi Camellia bukanlah gadis yang mudah menuduh, mengingat ia tidak dapat melihat dan membuktikan apa yang ia dengar. Camellia buta, dan itu menjadikannya sasaran empuk ketidakpedulian dan juga tuduhan palsu jika gadis itu berulah.
Tapi malam ini, suara itu lebih jelas dari biasanya. Bahkan terdengar seperti ada dua suara berbeda. Dan mengejutkan namun Camellia takut salah bahwa telinganya menangkap suara pria dari kamar sepupunya itu.
Camellia menggenggam tongkat putihnya dan berdiri perlahan, langkahnya menyusuri lorong panjang yang remang, mengikuti suara. Suara detakan ranjang, napas yang terengah, dan suara laki-laki yang berbisik lembut. Itu bukan suara pamannya, ia yakin sekali.
Camellia mengetuk pintu kamar Briana dengan pelan. Tak ada jawaban.
"Briana?" panggil Camellia dengan suara yang mengalun indah dalam kelembutannya.
Suara di dalam kamar mendadak sunyi. Hanya satu detik hening yang begitu menusuk sebelum langkah cepat dan desahan tertahan kembali terdengar, tapi kali ini lebih pelan, seperti mencoba menyembunyikan sesuatu.
Camellia membuka pintu perlahan. Briana tak pernah menguncinya.
Udara hangat dan lembab langsung menyambutnya, aroma samar parfum wanita bercampur keringat menyapu hidung. Mata Camellia yang buta tak bisa melihat apa pun, tapi seluruh indera lainnya bekerja lebih peka.
"Lia, ada apa?" tanya Briana ketika mendapati Camellia masuk ke dalam kamarnya.
"Aku hanya ingin bilang, aku akan keluar sebentar dengan Jane. Ada yang harus aku beli," kata Camellia, tangannya meraba kusen pintu.
Di dalam kamar, pria bernama Adrian Jarrel membeku. Tubuhnya masih bersandar di atas tubuh Briana, kulit mereka berkeringat, napas mereka tercekat. Hanya selimut tipis yang menutupi bagian tubuh yang tersisa. Briana menatap Adrian sejenak, lalu menahan tawa kecilnya yang tak sabaran.
Camellia tidak tahu. Tentu saja tidak. Gadis itu tidak dapat melihat apa yang dua orang itu tengah lakukan. Hal tidak senonoh tanpa rasa malu dilakukan hanya kerena Camellia tidak dapat melihat kelakuan mereka.
"Oh," jawab Briana dengan suara tenang, hampir ceria. "Ya, silakan. Tapi bawa payung, ya. Hujan agak deras."
Camellia mengangguk pelan. "Aku akan bawa. Maaf kalau aku ganggu."
"Tidak, tidak. Sama sekali tidak mengganggu," ucap Briana sambil menahan senyum licik. Tangannya tetap meremas punggung Adrian di bawah selimut, jari-jarinya menyuruhnya tetap diam.
Camellia ragu sejenak di ambang pintu. "Kau sendirian, Bri?" tanyanya.
Adrian dan Briana saling melirik. Mata Adrian sedikit panik, tapi Briana tetap tenang.
"Tentu. Hanya aku dan musikku," jawabnya santai, meski playlist dari ponselnya telah mati sejak beberapa menit lalu. "Kenapa?" tanya Briana.
Camellia menggeleng. "Aku dengar suara ... entahlah. Mungkin aku cuma lelah. Kalau begitu aku pergi dulu, good night, Bri."Ia tersenyum kecil, lalu menutup pintu pelan.
Langkah-langkahnya memudar kembali ke lorong, kemudian menuruni tangga perlahan menuju kamar Jane yang ada di lantai bawah. Begitu suara tongkat putihnya tak lagi terdengar, Briana menghela napas dan menyandarkan tubuhnya ke bantal.
"Kau gila," bisik Adrian, suaranya tertahan antara terkejut dan bergairah. "Itu hampir saja," lanjutnya.
"Tapi dia tidak tahu, kan?" sahut Briana. Ia mencium Adrian di bibir, menggigit pelan layaknya perempuan binal. "Dia buta. Dia bahkan tidak tahu kau tunangannya kalau pun ketahuan aku tidur dengan pria," sambungnya.
Adrian terdiam.
Ya. Camellia memang tidak tahu. Ia dijodohkan dengan Adrian oleh pamannya sebagai bagian dari 'melindungi masa depannya'. Tapi kenyataannya, semua adalah permainan dari paman dan bibinya agar Camellia dapat segera menikah sehingga harta warisan orang tua Camellia dapat mereka rebut.
Camellia tidak pernah benar-benar mengenal Adrian. Ia hanya mendengar suaranya sesekali saat paman memerkenalkan mereka secara formal. Tidak pernah ada cinta, bahkan tidak ada kejelasan. Adrian terkadang menginap di rumah besar itu dengan alasan untuk menjaga tunangannya yang buta, Camellia. Tapi lihatlah, kini pria itu berbaring telanjang di atas sepupu Camellia itu tanpa sang gadis tahu.
Di luar, Camellia berdiri di teras depan ketika menunggu mobil yang sedang diambil dan juga Jane yang ke kamar Camellia untuk mengambil jaket sang gadis agar tidak kedinginan. Jane satu-satunya yang peduli pada Camellia, pelayan yang telah bersama Camellia sejak gadis itu kecil. Perempuan yang lebih tua tiga tahun dari Camellia.
Sejak beberapa waktu belakangan ada yang mengganggu pikiran Camellia, dan bukan hanya karena suara-suara dari kamar Briana.
Ada sesuatu yang tak bisa ia pahami. Bau asing di kamar Briana. Suara laki-laki. Dan kenapa jantungnya terasa sakit setiap kali ia mendengar suara-suara itu.
Apakah ini firasat?
Ia menarik napas dalam-dalam dan bergumam yang terdengar seperti doa, "Mom? Dad? Tolong bantu aku dan Nolan agar tetap dapat menjaga rumah dan peninggalan kalian ini. Aku tahu kalau Uncle dan Auntie memiliki niat tidak baik. Tapi dengan keadaanku seperti ini, aku tidak dapat melawan mereka. Karena itu, tolong bantu aku bagaimana pun caranya agar mereka tidak mengambil milik kalian ini."
Angin meniup rambutnya, dan untuk sesaat, Camellia merasa sendirian di dunia yang tidak peduli padanya. Tapi ia tidak boleh lemah. Tidak sekarang. Ada adik, Jane, dan orang yang bekerja di bawah naungan ayahnya yang harus dilindungi. Sebagai anak pertama sudah selayaknya Camellia menggantikan ayahnya melindungi semuanya, tapi kekurangannya justru membuatnya buruk, lemah, dan terkesan bodoh. Ia membenci dirinya yang tidak berdaya ini.
Keesokan harinya, saat sarapan, Adrian duduk di meja makan bersama Oliver dan Margaret yang baru kembali dari perjalanan luar kota mereka untuk urusan bisnis kemarin. Briana muncul lima menit kemudian, tersenyum cerah dengan rambut disanggul, seolah malam sebelumnya tidak pernah terjadi.
Camellia menyusul terakhir, mengenakan gaun abu-abu sederhana dan tongkat putih di tangan. Berjalan pelan-pelan dan hati-hati.
"Selamat pagi semuanya," sapa Camellia lembut.
"Pagi, Lia," jawab Briana cepat, berusaha terdengar bersahabat dan ramah seperti biasa.
Adrian hanya melirik sekilas, matanya menyembunyikan sesuatu. Ada ketakutan kalau apa yang ia lakukan diketahui oleh Camellia, terutama setelah ia nyaris ketahuan semalam kalau dirinya sedang menikmati malam panas bersama sepupu Camellia itu di kamar Briana.
"Adrian," panggil Camellia lembut. "Aku ingin bicara denganmu nanti, kalau bisa."
Adrian terlihat kaku. "Tentu," jawabnya cepat. "Apa ada yang salah? Tanyanya.
Camellia tersenyum kecil. "Tidak. Hanya ingin mengenal tunanganku lebih baik, mungkin."
Briana memalingkan wajahnya, pura-pura sibuk dengan sarapan. Tapi tatapannya menusuk, dan Camellia bisa merasakannya. Ingatlah bahwa indra gadis itu jauh lebih peka dan sensitif ketika matanya tidak dapat digunakan. Hal yang telah terlatih sejak lama.
Dalam hatinya, Camellia itu tahu bahwa dunia tidak akan memberinya keadilan dengan mudah. Tapi ia akan menemukan kebenarannya sendiri, dengan cara apa pun. Camellia yakin kalau Tuhan tidak tidur, dan akan membantunya suatu saat nanti. Namun sekarang Camellia hanya akan berpura-pura menjadi orang yang tidak tahu apa-apa. Tidak tahu apa niat paman dan bibinya. Tidak tahu apa pun kalau tunangannya menyimpan sesuatu darinya. Tidak tahu bahwa Briana tidak seramah itu kepada Camellia. Ia akan pura-pura tidak tahu. Sampai kebenaran itu terungkap dengan cara yang tidak menyenangkan nantinya.
karna saking kaget nya Cammy bisaa meliy lagi, dan orang² yg pernah mengkhianati Cammy menyesal
oiya btw kak, kan kemarin ada part yg Lucas bilang " dia lebih tua dari mu " itu Arthur atau Rose, terus umur Rose berapa sekarang, aku lupaa eee