"Tidak heran ini disebut Jurang Neraka, aku sudah jatuh selama beberapa waktu tapi masih belum menyentuh dasar..." Evindro bergumam pelan, dia tidak mengingat sudah berapa lama dia terjatuh tetapi semua kilas balik yang dia lakukan memakan waktu cukup lama.
Evindro berpikir lebih baik dia menghembuskan nafas terakhir sebelum menghantam dasar jurang agar tidak perlu merasa sakit yang lainnya, tetapi andaikan itu terjadi mungkin dia tetap tidak merasakan apa-apa karena sekarang pun dia sudah tidak merasakan sakit yang sebelumnya dia rasakan dari luka yang disebabkan Seruni.
Evindro akhirnya merelakan semuanya, tidak lagi peduli dengan apapun yang akan terjadi padanya.
Yang pertama kali Evindro temukan saat kembali bisa melihat adalah jalan setapak yang mengeluarkan cahaya putih terang, dia menoleh ke kanan dan kiri serta belakang namun hanya menemukan kegelapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendrowidodo_Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Pria Misterius
Evindro berfikir lebih baik dia menghembuskan nafas terakhir sebelum menghantam dasar jurang agar tidak perlu merasa sakit yang lainnya, tetapi andaikan itu terjadi mungkin dia tetap tidak merasakan apa-apa karena sekarang pun dia sudah tidak merasakan sakit yang sebelumnya dia rasakan dari luka yang disebabkan Seruni.
Evindro akhirnya merelakan semuanya, tidak lagi peduli dengan apapun yang akan terjadi padanya.
Yang pertama kali Evindro temukan saat kembali bisa melihat adalah jalan setapak yang mengeluarkan cahaya putih terang, dia menoleh ke kanan dan kiri serta belakang namun hanya menemukan kegelapan.
"Ah, mungkinkah ini jalan menuju dunia kematian?" gumam Evindro pelan, anehnya dia tidak merasa takut melihat kegelapan di sekelilingnya yang sebenarnya membuat suasana mencekam, mungkin disebabkan jalan setapak yang bercahaya di hadapannya.
Evindro mulai melangkahkan kakinya mengikuti jalan setapak tersebut, langkahnya terasa ringan dan setiap kali dia maju, tubuhnya terasa lebih hangat. Sensasi yang dirasakan Evindro sedikit berbeda dengan terakhir kali dia menghadapi kematian.
"Dulu aku mendapatkan kesempatan kedua untuk hidup, tidak mungkin aku mendapatkan kesempatan ketiga bukan?" Evindro menggaruk kepalanya yang tidak gatal, biarpun dia berkata demikian tetapi hatinya sedikit berharap terhadap kesempatan ketiga tersebut.
Langkah Evindro terasa semakin berat ketika dia memikirkan orang-orang yang ditinggalkannya sampai akhirnya Evindro berhenti melangkah maju. Situasi Padepokan Bukit Siguntang tidak menguntungkan saat dia tinggalkan, membuatnya menjadi khawatir andaikan Padepokan Bukit Siguntang tidak bisa bertahan.
Evindro menoleh ke belakang, berpikir untuk berjalan kembali namun ternyata jalan setapak yang dia lalui sebelumnya telah padam cahayanya. Evindro berniat melangkah dalam kegelapan namun tubuhnya menolak bergerak sesuai keinginannya jika dia berusaha melangkah menuju kegelapan.
Evindro mencoba selama beberapa waktu sampai menyadari tindakan yang dilakukannya sia-sia, akhirnya dia pasrah dan mulai melanjutkan langkahnya maju ke depan.
Jalan setapak itu membawa Evindro ke sebuah pintu yang cukup besar serta asing bagi Evindro, seingatnya dia belum pernah melihat pintu yang bentuknya seperti di hadapannya sekarang. Pintu tersebut terbuka sendiri ketika Evindro telah cukup dekat, ternyata itu pintu untuk memasuki sebuah ruangan yang berukuran sedang.
Ruangan tersebut hampir kosong, tidak ada benda-benda lain kecuali dua kursi, sebuah meja dan papan catur terletak di atas meja tersebut berada di tengah ruangan. Evindro juga tidak sendiri, dia menemukan seseorang mengisi salah satu kursi yang tersedia dan sedang mengamati papan catur dengan serius.
Seorang pria dengan bentuk wajah terasa asing, Evindro yakin pria ini bukanlah penduduk pemerintahan Bengkulu tetapi dia juga tidak mirip dengan orang kota Jambi ataupun lainnya yang Evindro kenal.
Pria itu terlihat berusia hampir empat puluh tahun, rambutnya masih hitam sempurna dan memasang raut wajah tidak senang sambil mengelus jenggot panjangnya yang juga berwarna hitam.
Evindro mendekati pria itu berniat untuk bertanya tetapi Evindro mendadak jadi waspada ketika menyadari pria itu sepertinya bukan manusia.
Ketika sudah berada cukup dekat, Evindro bisa melihat kedua bola mata pria itu berwarna hitam pekat tanpa sedikitpun ada bagian putih seperti mata manusia pada umumnya.
"Maaf, apakah ini adalah dunia kematian?" Evindro menelan ludahnya, lagipula dia tidak punya pilihan lain karena terperangkap berdua di tempat ini. Melihat sosok dihadapannya, membuat Evindro semakin yakin dia tidak lagi di alam kehidupan.
Pria misterius itu menaikkan alis, memandang Evindro seolah menganggapnya bodoh. Dia menggunakan tangannya untuk menyuruh Evindro duduk di kursi yang ada di depannya.
Evindro menggaruk kepalanya, dia duduk dan memandang papan catur di hadapannya. Sedang ada permainan yang berlangsung dan bidak putih berada diposisi tidak menguntungkan. Pria misterius itu mengayunkan tangannya di depan papan catur, seiring dengan gerakannya bidak-bidak itu kembali ke posisi semula.
Pria misterius itu memberi tanda agar Evindro mulai mengambil langkah setelah bidak tersusun rapi kembali, Evindro memang mendapatkan bidak putih.
"Apa ini ada kaitannya dengan aku pergi ke surga atau neraka?" Evindro bertanya dengan nada pelan.
Pria misterius itu mengerutkan dahinya dan sekali lagi memberi tanda agar Evindro menjalankan bidaknya.
Evindro mengelus dagunya dan memperhatikan situasinya dengan baik. Dia mulai melakukan beberapa asumsi sendiri dan akhirnya memutuskan untuk melakukan yang terbaik demi kemenangan. 'Mungkin untuk ke surga aku harus menang melawannya, mari kita lakukan ini...'
Evindro menjalankan bidaknya setelah berpikir sejenak, di sisi lain pria misterius itu langsung mengambil langkah setelah Evindro selesai meletakkan bidaknya. Evindro mengambil langkah yang lain dan pria misterius itu mengikuti. Setelah beberapa saat, Evindro yang mengerutkan dahinya karena pria misterius itu seolah tidak berpikir ketika meletakkan bidaknya, hal itu membuat Evindro merasa terancam dengan cara yang tidak dia pahami.
Setiap langkah yang diambil oleh Evindro membutuhkan waktu lebih lama dari sebelumnya sementara pria misterius itu selalu menggunakan waktu kurang dari sedetik untuk meletakkan bidaknya dan ketika Evindro sadar, posisi bidaknya sudah tidak menguntungkan.
"Bagaimana bisa..." Evindro menahan nafasnya, melihat satu persatu bidaknya mulai dimakan oleh lawan sementara perlawanan yang diberikannya hampir tidak berarti.
Pria misterius itu tetap terlihat tenang, Evindro gagal menemukan tanda-tanda kesenangan ataupun perasaan lain yang biasa ditunjukkan oleh seseorang yang berada di posisi pria misterius tersebut seolah pria misterius itu merasa bahwa kemenangan adalah sesuatu yang wajar dia dapatkan dan bukanlah sesuatu yang istimewa.
Evindro menggigit bibirnya dan mulai memberikan perlawanan yang lebih keras, sementara pria misterius itu terus mengambil langkah dalam waktu kurang dari satu detik. Pikiran Evindro sama sekali tidak bisa fokus akibat cara bermain pria misterius itu.
Tidak peduli taktik yang Evindro ambil, pria misterius itu tetap tidak terlihat perlu berpikir menghadapi langkah-langkah tersebut dan memang posisi Evindro semakin terpuruk.
Evindro sudah terdiam selama lima menit, dia tidak melihat ada langkah yang bisa dia ambil lagi, posisinya sudah berada di ujung tanduk. Ketika dia sedang mengamati papan catur itu, tiba-tiba dia menyadari sesuatu.
"Tunggu dulu... Ini..." Nafas Evindro tertahan, ketika dia perhatikan lebih jauh ternyata posisi bidak di hadapannya sama dengan posisi bidak saat pria misterius itu belum menyusunnya kembali. Ketika itulah Evindro sadar, sejak awal dia hanya bermain di telapak tangan pria misterius itu. "Aku... Aku kalah..."
Evindro menjadi lesu, dia menyadari betapa lemah dan terlambat mengetahui dirinya dipermainkan oleh lawannya.
"Catur tidak terlalu berbeda dengan banyak hal, termasuk ilmu pedang. Seorang ahli pedang yang sesungguhnya akan bisa melihat seratus jurus ke depan, mengatur gerakan lawan seperti yang dia inginkan sehingga pada waktu pertandingan dimulai, kemenangan sudah ditangan." Pria misterius itu akhirnya bicara untuk pertama kalinya.