"Perjodohan memang terlihat begitu kuno, tapi bagiku itu adalah jalan yang akan mengantarkan sebuah hubungan kepada ikatan pernikahan," ~Alya Syafira.
Perbedaaan usia tidak membuat Alya menolak untuk menerima perjodohan antara dirinya dengan salah satu anak kembar dari sepupu umminya.
Raihan adalah laki-laki tampan dan mapan, sehingga tidak memupuk kemungkinan untuk Alya menerima perjodohannya itu. Terlebih lagi, ia telah mencintai laki-laki itu semenjak tahu akan di jodohkan dengan Raihan.
Namun, siapa sangka Rayan adik dari Raihan, diam-diam juga menaruh rasa kepada Alya yang akan menjadi kakak iparnya dalam waktu dekat ini.
Bagaimana jadinya, jika Raihan kembali dari perguruan tingginya di Spanyol, dan datang untuk memenuhi janjinya menikahi Alya? Dan apa yang terjadi kepada Rayan nantinya, jika melihat wanita yang di cintainya itu menikah dengan abangnya sendiri? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 : Pernikahan Menyesakkan
..."Berpura-pura tak terluka, tapi nyatanya menderita sampai tak bisa lupa. Itu sangatlah menyakitkan daripada harus bicara, tapi tetap tak bisa bersamanya."...
...~~~...
Halaman Pesantren Darussalam.
Setelah memutuskan untuk saling bersama selamanya dan tak terpisahkan lagi oleh jarak yang membuat keduanya nyaris tak bertemu dan terhalang oleh rindu. Cukup sudah di sini, Alya menahan dirinya untuk bersabar menunggu Raihan menyelesaikan perguruan tingginya di Spanyol.
Sekarang pemuda tampan yang berselisih lima tahun lebih muda darinya itu, telah memutuskan untuk mempersuntingnya di hari ini. Pukul sembilan pagi, di aula lapangan Pesantren Darussalam, dengan di saksikan oleh seluruh santri Abi Ilham yang menunggu ikrar suci itu terucap oleh laki-laki yang begitu di cintainya.
Perjodohan yang awalnya tidak di rencanakan, tapi dengan keputusan kedua belah pihak, dengan kedua calon yang saling menerima, membuat perjodohan itu bisa sampai ke jenjang pernikahan. Tingkatan paling suci di bandingkan dengan hubungan tanpa kepastian.
Di hadapan semua santri dan juga kerabat dekat, serta keluarga dari kedua mempelai pengantin. Kini Raihan menjabat tangan Abi Ilham dengan penuh kesungguhan, serta tatapan tajam yang menandakan kesiapannya itu.
"Nak Raihan, apa sudah siap?" tanya Pak Penghulu di saat-saat menegangkan itu.
"Saya siap, Pak!" balas Raihan dengan cepat tanpa ragu sedikitpun.
Dengan begitu, Pak Penghulu langsung memberikan instruksi kepada Ustaz Ilham yang sudah menjabat tangan mempelai pria untuk segera melangsungkan akad pernikahan.
Dengan menatap wajah Raihan tajam, Ustaz Ilham pun segera menikahkan putrinya dengan pilihannya itu.
"Sudara Raihan Al-Ghifari, saya nikahan dan kawinkan engkau kepada putri saya yang bernama Alya Syafira binti Muhammad Ilham Rasyidi, dengan mas kawin seberat seratus gram, serta seperangkat alat salat di bayar tunai!" Ustaz Ilham menghentakkan jabatan tangannya kepada Raihan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Alya Syafira binti Muhammad Ilham Rasyidi dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!" Dengan sekali tarikan nafas, Raihan mengucapkan kata ijab kabul itu dengan benar.
"Gimana para saksi?" tanya Pak Penghulu langsung menatap kedua saksi yang ada di sana. Dan keduanya bukan orang biasa, melainkan kyai yang di kenal oleh Ustaz Ilham---yakni abi dari Alya.
"SAH!" jawab kedua saksi dan pernikahan itu terbukti sah di mata hukum dan negara.
"Alhamdulillah," ucap banyak orang di sana yang menyaksikan momen sakral tersebut. Bahkan, serempak para santri mengucapkan hamdalah, setelah seorang anak pemilik pondok pesantren itu resmi menyandang status sebagai istri orang itu.
"Selamat, kalian berdua telah resmi menjadi pasangan suami istri secara hukum dan agama," ucap Pak penghulu kepada Raihan dan Alya yang tengah berbahagia.
"Alhamdulillah, terimakasih Pak," ucap Raihan dan Alya dengan begitu bahagia.
Di mana, setelah bakar pernikahan selesai, torai putih transparan yang menghalangi keduanya untuk saling bersitatap itu terbuka, dengan memperlihatkan Alya yang begitu cantik dalam balutan busana pengantin, dan riasan wajah yang begitu cantik.
Tanpa ragu, Alya di minta duduk di samping Raihan yang telah resmi menjadi istrinya itu, dengan full senyum manis yang terlihat di wajahnya yang cantik.
Sejenak keduanya saling menatap, dengan tatapan kagum dan juga penuh cinta yang membuat keduanya semakin bahagia pada haru spesial ini.
"Di cium dulu Alya, tangan suami kamu itu," ucap Ustaz Ilham kepada putri semata wayangnya itu.
Alya hanya mengangguk saja, dengan sedikit takut dan gugup, ia meraih tangan Raihan dan menciumnya dengan begitu mesra dan cukup lama.
Cup.
Dan tiba-tiba sebuah ciuman di kening Alya pun mendarat darurat laki-laki yang kuku telah resmi menjadi suaminya itu, sekaligus pendamping hidupnya.
Rayan yang melihat momen bahagia dan mengharukan itu, seketika memegang dadanya, dengan segera berbalik dan menjadi dari pasangan pengantin itu, dan sedikit berlari menghindari kerumunan orang yang menyaksikan momen istimewa dalam pernikahan itu.
Dengan menahan sesak yang amat dahsyat, Rayan sekuat tenaga berlari menjauh dari aula pesantren yang di penuhi oleh tamu undangan, serta para santri yang jumlahnya itu tidak sedikit. Meskipun begitu, Rayan nampak kesusahan untuk keluar dari kerumunan tamu undangan itu, tapi karena rasa sakitnya itu tak tertahan lagi, ia pun bisa melewati orang-orang itu, dengan pergi ke tempat yang lebih sepi dan jauh dari para tamu serta kelurganya.
Tes!
Sebuah air mata menetes membahasi pipinya yang begitu putih bersih tanpa noda. Dengan cepat pula, Rayan menghapus air mata itu menggunakan tangan kanannya, dan tangan kirinya memegang dadanya yang terasa begitu sakit.
"Mengapa rasanya sesakit ini, Ya Allah? Melihat wanita yang aku cintai menikah dengan Abangku sendiri, sedangkan aku tak berdaya di sini, melihat Bang Raihan menikahi wanita yang aku cintai selama dua puluh tahun ini. Sakit sekali rasanya hati ini," ucap Rayan di dalam hatinya sembari terus mengusap air matanya yang terus keluar itu.
Selama dua puluh tahun, semenjak usianya lima tahun sampai dua puluh lima tahun, Rayan tidak pernah menangis, walupun terjatuh dan terluka. Namun, kali ini air mata laki-laki itu pecah seketika tak tertahan lagi, setelah melihat wanita yang di cintainya itu di nikahi oleh abangnya sendiri, tepat di depan mata kepalanya sendiri.
Dengan segela cara, Rayan lakukan untuk menghentikan rasa sakit di dalam hatinya itu, dan juga air matanya yang tak kunjung berhenti. Akan tetapi, semua usahanya itu nihil, ia tidak bisa menghindari rasa sakit dan sesak itu, karena kali ini Rayan begitu rapuh. Bahkan, jika di gambarkan bagaimana perasaannya sekarang, sudah pasti begitu hancur berkeping-keping, sampai tak ada lagi cara untuk menyembuhkan luka yang menganga di dalam hatinya itu.
"Kali ini aku kalah, Alya. Aku tidak bisa menahan rasa sakit dan hancurnya hatiku ini. Aku tidak kuasa melihatmu bersanding dengan Bang Raihan---Abangku sendiri. Rasa sakit ini tak bisa aku tahan lagi. Dan ini sungguh sangat menyiksa diriku," ucap Rayan sembari meremas dadanya yang terasa sesak dan behjh8 menyakitkan.
Bahkan, tidak ada yang tahu bagaimana rasa sakit yang tengah laki-laki itu rasakan, setelah pernikahan abangnya dengan anak dari pemilik pondok pesantren itu. Dan nyaris tak ada yang tahu, bagaimana perasaan Rayan saat ini.
Entah itu hatinya yang hancur, hidupnya, cintanya, jati dirinya, dan kekuatan tubuhnya yang begitu kuat, sekarang rapuh hanya dengan melihat abangnya sendiri menikahi wanita yang di cintanya. Sampai-sampai, tubuh Rayan bisa ambruk saat itu juga. Namun, dengan sekuat tenaga Rayan menahan diri, walupun ia sendiri tahu bahwa dirinya sudah tak berdaya lagi untuk sekedar menghadapi abangnya dan juga Alya nantinya.
.
.
.