Danica Teressa, seorang gadis belia yang cantik, manis, bertalenta, harus mengalami hal buruk di masa remajanya karena hamil di luar nikah, diusianya yang masih delapan belas tahun.
Keneth Budiman adalah crush Danis disekolah dan juga laki-laki yang menghamili Danis. Tapi Keneth dan kedua orangtuanya menolak untuk bertanggungjawab.
Danis terpuruk dan hilang harapan.
Tiga tahun kemudian, Danis secara tidak sengaja bertemu dengan seorang pria bernama Anzel Wijaya di kota Montreux, Swiss. Akankah benih-benih cinta tumbuh diantara mereka berdua?
Dan apakah Keneth akan datang kembali untuk mengakui perbuatannya kepada Danis? Dan mengakui bahwa ia adalah ayah dari anak yang dilahirkan Danis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pricilia Gabbie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Hamil
Sebulan kemudian sejak peristiwa di villa itu, Danis menyadari kalau dia sudah telat haid satu minggu. Danis ketakutan. Dia takut kalau-kalau dia hamil.
Danis memutuskan untuk membeli tespek di salah satu drugstore.
Besoknya setelah Danis bangun tidur, dia mengambil tespek yang sudah dibeli dan menggunakannya sesuai petunjuk. Benar saja, apa yang ditakutinya, apa yang dikhawatirkannya, terjadi.
Pada tespek itu muncul gari dua. Tiga tespek yang dibeli Danis hasilnya sama, menunjukkan dua garis, menandakan Danis positf hamil.
Badannya gemetaran, Danis syok. Tespek yang dipegangnya pun jatuh ke lantai. Hatinya terasa sakit sekali. Kedua telapak tangannya menutup mulutnya, menghalangi suara tangisannya. Danis tidak ingin keluarganya mendengarnya menangis. Sesekali Danis memukul-mukul badannya, menjambak rambutnya. Rasanya dunianya telah hancur, semua mimpinya, semua cita-citanya sirna.
Danis merasa sangat jijik dengan tubuhnya.
Danis sangat takut untuk jujur kepadanya orangtuanya.
Danis menangis begitu lama, sampai badanya terasa lemas.
Danis bingung sampai kapan harus menutupi hal ini. Dia juga bingung bagaimana caranya untuk jujur kepada orangtuanya.
Dan apa repon kedua orangtuanya ketika tahu Dia hamil.
Apalagi Danis sudah mendaftarkan diri di salah satu perguruan tinggi swasta favoritnya.
Danis sungguh merasa stres, memikirkan apa yang harus dia lakukan.
Danis sudah berapa kali menghubungi Keneth, ingin memberi tahu kalau saat ini dia sedang hamil. Tapi Keneth seperti menghindar. Telepon tidak pernah dijawab, chat juga tidak dibalas.
Danis sudah pernah kerumah Keneth mencarinya, tapi tidak bisa ditemui. Membuat Danis semakin depresi.
Dua minggu setelah tau hamil, Danis mulai merasakan tanda-tanda kehamilan. Mual, muntah, tidak nafsu makan, badan terasa lemas, susah tidur. Bahkan Danis tidak bisa mencium aroma nasi panas.
Tapi Danis masih takut untuk jujur kepada keluarganya.
Suatu malam, saat keluarga mereka akan makan, Danis duduk bersebelahan dengan kakaknya Viona, berhadapan dengan mama Lusi dan papa Jeremy, orangtuanya. Danis yang hari itu lagi lemas bedannya karena sering muntah, tidak mampu menahan rasa mualnya saat mamanya meletakkan nasi di atas meja makan. Danis yang tidak bisa menghirup aroma nasi panas, sontak Danis merasa mual dan tidak dapat menahan rasa muntah.
Mamanya kaget dan langsung bertanya kepada Danis, “Nak, kamu kenapa? Kamu sakit?”
Danis tidak mampu lagi menahan tangisannya. Sambil menutup muka dengan kedua tangannya, Danis menangis terisak-isak.
Kakaknya Vio yang duduk disebelah Danis, kaget dan bingung. Dia langsung memeluk Danis dan bertanya, “Dek, kamu kenapa menangis? Apa ada masalah?”
Danis sudah tidak bisa lagi menahan semua bebannya. Pada akhirnya Danis harus jujur.
“Maafkan Danis ma, pa, kak,,, Danis hamil”, ucapnya sambil terisak-isak.
Tentu saja pengakuan Danis ini membuat kedua orangtua dan kakaknya terkejut. Mereka tidak menyangka. Bak disambar petir, keluarga Danis sangat syok.
Dalam beberapa detik mereka diam, tidak dapat berkata apapun.
Danis masih terisak.
Dengan berlutut dan menyatukan kedua telapak tangannya, Danis meminta maaf.
Mamanya merangkul Danis untuk kembali duduk.
“Danis, kamu Cuma bercanda kan? Ini gak bener kan sayang”? tanya mama Lusi, ingin meyakinkan.
Tapi Danis tidak memberikan jawaban, dia hanya menangis, bahkan suara tangisan itu lebih kuat lagi.
Papa Jeremy tidak dapat menahan emosinya.
Makan malam yang seharusnya mereka nikmati bersama dengan canda gurau, justru dibuat kacau dengan pernyataan Danis itu.
Selera makan hilang. Rasa lapar telah digantikan dengan rasa kecewa yang luar biasa.
Papanya menggebrak meja makan sangat kuat. Wajah papanya memerah.
Kemudian berlalu dari tempat makan. Papanya menuju kedepan rumah tanpa sepatah katapun.
Justru respon itulah yang sangat ditakuti Danis. Karena Danis dan papanya sangat dekat, Danis sangat manja kepada papanya.
Kalau papanya tidak berkata apapun, itu tandanya papanya sudah sangat marah sekali.
Danis bisa melihat ada kekecewaan yang begitu besar di wajah papanya.
Sudah tiga hari, hubungan Danis dengan papanya menjadi asing.
Sama sekali papanya enggan untuk bicara bahkan melihat Danis. Membuat Danis semakin sedih dan terpuruk.
Danis sudah menceritakan kepada mama dan kakaknya semua yang terjadi sampai mengakibatkan dia hamil.
Mamanya tentu kecewa.
Tapi mamanya tidak sampai hati untuk membiarkan Danis, melihat kondisinya sekarang yang memperihatinkan dan sangat butuh pendampingan.
Setiap malam, kakaknya Viona menemani Danis tidur, supaya Danis bisa merasa tenang.
Suatu pagi setelah selesai sarapan, papa Jeremy dengan wajah datar tapi masih terlihat menahan emosi, menghampiri Danis. “Ayo, antar papa kerumah Keneth sekarang!” dengan suara yang tegas.
Danis kaget sekali.
“Ayo Danis, kamu dengar tidak apa yang papa bilang? Sekarang!” gertak papa Jeremy.
“I..i..iya pa”, jawab Danis dengan suara gemetar dan gugup.
Mama Lusi hanya bisa terdiam, menatap mereka sampai berlalu, dan berharap tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.