Original Story by Aoxue.
On Going pasti Tamat.
Ekslusif terkontrak di NovelToon, dilarang plagiat!
Di tengah hujan yang deras, seorang penulis yang nyaris menyerah pada mimpinya kehilangan naskah terakhirnya—naskah yang sangat penting dari semangat yang tersisa.
Tapi tak disangka, naskah itu justru membawanya pada pertemuan tak terduga dengan seorang gadis misterius berparas cantik, yang entah bagaimana mampu menghidupkan kembali api dalam dirinya untuk menulis.
Namun, saat hujan reda, gadis itu menghilang tanpa jejak. Siapa dia sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aoxue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 - Hujan
Matanya terbuka perlahan, napasnya pendek, bingung dan langit-langit di kamarnya tampak seperti biasa, putih gading dengan ukiran kayu tua, tirai besar menjuntai, tertiup lembut oleh angin pagi dari jendela yang terbuka sedikit.
Tapi, tubuhnya terasa dingin dan basah.
Liliana mendongak perlahan, selimutnya lembap, gaun tidurnya basah di bagian bawah dan rambutnya pun terasa berat, seperti habis terkena hujan, ia menyentuh pipinya dan ada sisa tetesan air di sana.
"Aku di mana?" gumam Liliana merasa kebingungan.
Pintu kamarnya terbuka terburu-buru. Seorang pelayan muda masuk dengan napas terburu-buru dan mata khawatir.
"Nona! Syukurlah, Anda sudah bangun! Anda, Anda basah kuyup? Padahal semalaman tidur di kamar ini! Tidak ada hujan dan tidak ada kebocoran" seru pelayan yang baru saja masuk ke dalam kamarnya.
Liliana masih terdiam, duduk tegak di tempat tidur dan Ia menatap tangannya, jemarinya sedikit bergetar, seolah masih mengingat genggaman seseorang.
"Saya, saya akan memberitahu Tuan terlebih dahulu, ia pasti ingin tahu Anda telah sadar."
Pelayan buru-buru pergi dan Liliana perlahan menoleh ke jendela, hujan tak turun di luar. Udara kering dan matahari pagi bahkan sudah menembus dedaunan di taman.
Tapi rasa dingin hujan, masih melekat di kulitnya.
Ia berbisik pada dirinya sendiri, suara nyaris tak terdengar.
"Namanya siapa? Aku tahu aku pernah mendengar suaranya."
Tiba-tiba, di atas meja kecil di samping tempat tidurnya, selembar kertas basah tergeletak. Liliana memandanginya, kaget itu adalah halaman naskah yang sebelumnya dia baca, dan bukan miliknya.
"Dan ketika ia menatapnya terakhir kali, Liliana telah lenyap dari dunia tempat hujan turun."
Ia menggenggam kertas itu, matanya membelalak, napasnya tercekat.
"Aku masuk ke dalam ceritanya?"
Langit-langit tinggi dengan lukisan emas, chandelier raksasa berkilau di tengah ruangan. Lantai marmer putih mengilap, dinding-dinding dilapisi kain tenun dan karya seni paling langka, ini bukan kamar biasa.
Ini adalah kamar utama Liliana Evangeline Virelli, satu-satunya putri dari keluarga terkaya di dunia, pemilik kekaisaran bisnis multinasional yang mencakup segalanya, dari teknologi, properti, farmasi, hingga media.
Saat matanya terbuka, kebingungan masih menyelimuti pikirannya dan tubuhnya dingin, gaun tidurnya basah sebagian, seperti baru keluar dari hujan meski jendela tertutup rapat dan sistem iklim kamar dikontrol sepenuhnya oleh AI.
Beberapa pelayan sudah berkerumun di luar ruangan, berbisik, panik, tak berani masuk. Tapi satu orang mendorong pintu dengan tangan gemetar.
Ayahnya—Damien Virelli, tokoh paling berkuasa di dunia, wajahnya biasanya dingin dan tak terbaca. Tapi kali ini, topeng itu runtuh, ia berlari masuk, jasnya terburai, dan berlutut di sisi ranjang.
"Putriku,.kamu sadar, Nak? Kamu benar-benar bangun setelah lima tahun." kata Damien dengan suaranya yang serak.
"Ayah…?" tanya Liliana dengan suara pelan dengan perasaan penuh haru hingga meneteskan air matanya.
"Dunia mengira kamu koma dan ada yang bilang kutukan, ada yang bilang disabotase. Tapi tak ada yang bisa membangunkanmu selama ini, tak ada teknologi, tak ada kekayaan yang bisa menebus tidur panjangmu." kata Damien yang kini masih nampak tidak percaya dengan matanya yang memerah.
Ia mencium tangan putrinya, sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya, pelayan menunduk, menahan air mata.
"Lili tidak tidur, Lili hanya berada di tempat lain. Di ruangan kecil, bersamanya, hujan dan naskah?" jawab Liliana dengan penuh keraguan.
"Dengan siapa kamu bersama?" tanya Damien dengan tegang.
Liliana tidak menjawab, ia hanya menatap jendela. Lalu, tangannya meraih lembar kertas yang entah bagaimana kini ada di meja marmer samping tempat tidur. Halaman itu basah sebagian, dan tertulis dengan tangan seseorang yang bukan siapa pun dari kediamannya ini.
"Dan ketika ia menatapnya terakhir kali, Liliana telah lenyap dari dunia tempat hujan turun."
Damien merenggut kertas itu dan membaca cepat, wajahnya berubah, ia langsung berdiri.
"Temukan siapa pun yang menulis ini! Gunakan seluruh jaringan, beli setiap penerbit, setiap agensi jika perlu." teriak Damien memberikan perintah pada para pelayannya.
"Jangan!" lirih Liliana.
"Dia menyentuhmu. Secara harfiah atau tidak itu cukup, Ayah akan tahu siapa yang telah masuk ke kesadaran mu putriku!" kata Damien dengan sorot matanya yang tajam mengarah melihat putrinya.
Liliana hanya menutup mata, tapi jauh di dalam dirinya, ia tahu, ada ikatan yang tidak bisa dijelaskan oleh kekuasaan atau sains dan ia tidak ingin pria itu ditemukan untuk dikendalikan, ia ingin menemukan pria itu untuk mengenalnya kembali.
Ruangan itu sunyi, kecuali suara lembut piano otomatis di sudut ruangan yang memainkan melodi klasik. Liliana duduk di sofa panjang berlapis beludru biru gelap.
Ia masih mengenakan pakaian tidur putih yang bersih, tapi rambutnya belum dikeringkan sepenuhnya.
Ayahnya berdiri di dekat jendela, punggung menghadapnya, matanya menatap keluar, tapi pikirannya jelas berada di tempat lain.
"Ayah tolong! Lili mohon, jangan cari dia dan jangan libatkan orang-orang kita." ucap Liliana lembut tapi ada ketegasan yang menyertai ucapannya.
"Ayah tidak bisa, Liliana." jawab Damien pelan dengan penuh penegasan.
Ia berbalik, langkahnya berat, tapi matanya penuh keyakinan.
"Ayah telah kehilanganmu sekali, dan dunia ini dengan segala uang dan kekuatannya tak bisa mengembalikanmu. Lalu tiba-tiba, kamu bangun, setelah bertahun-tahun tak bergerak, dan satu-satunya jejak adalah tulisan dari seseorang tak dikenal? Itu bukan hanya kebetulan saja." kata Damien.
"Tapi dia tidak melakukan apa-apa yang membahayakan. Justru, aku merasa dia yang telah menyelamatkanku." kata Liliana.
"Atau dia memanipulasimu dari dalam, kamu tak tahu siapa dia dan bisa saja dia seseorang yang tahu cara menjebol pertahanan bawah sadarmu, seorang ahli dan seorang ancaman." ucap Damien yang semakin merasa kesal.
"Dia bukan ancaman, dia adalah seseorang yang hancur. Yang hampir menyerah dan aku merasa seperti aku dipanggil untuk menemukannya." kata Liliana dengan suaranya yang pecah tapi mencoba kuat.
Damien terdiam, tapi ia memijit pelipisnya.
Lalu ia menatap putrinya dengan mata seorang pria yang terbiasa mengambil keputusan dunia tapi kini dihancurkan oleh rasa takut kehilangan.
"Kau terlalu berharga, dunia ini bisa bertahan tanpaku, tapi tidak tanpamu."
"Agen-agen kita sudah menyebar. Teknologi pelacakan kami membaca bahwa tulisan itu menggunakan tinta dari jenis langka, tiga wilayah kemungkinan dalam 24 jam, aku akan tahu siapa dia." ucap Damien dingin.
Liliana berdiri dengan mata yang berkaca-kaca, dia berkata, "Kalau Ayah temukan dia dan menyakitinya Ayah akan kehilangan Lili."
Hening, kalimat itu menggantung di antara mereka seperti petir yang tak kunjung menyambar.
Damien hanya menatap putrinya penuh luka dan kekacauan dalam diri seorang ayah yang tidak tahu bagaimana mencintai selain dengan melindungi. Tapi perlindungan kini mulai berubah jadi penjara.