Raisa tidak menyangka bahwa hidup akan membawanya ke keadaan bagaimana seorang perempuan yang menjalin pernikahan bukan atas dasar cinta. Dia tidak mengharapkan bahwa malam ulang tahun yang seharusnya dia habiskan dengan orang rumah itu menyeretnya ke masa depan jauh dari bayangannya. Belum selesai dengan hidup miliknya yang dia rasa seperti tidak mendapat bahagia, malah kini jiwa Raisa menempati tubuh perempuan yang ternyata menikah tanpa mendapatkan cinta dari sang suami. Jiwanya menempati raga Alya, seorang perempuan modis yang menikah dengan Ardan yang dikenal berparas tampan. Ternyata cantiknya itu tidak mampu membuat Ardan mencintainya.
Mendapati kenyataan itu Raisa berpikir untuk membantu tubuh dari orang yang dia tempati agar mendapatkan cinta dari suaminya. Setidaknya nanti hal itu akan menjadi bentuk terima kasih kepada Alya. Berharap itu tidak menjadi boomerang untuk dirinya. Melalui tubuh itu Raisa menjadi tahu bahwa ada rahasia lain yang dimiliki oleh Ardan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eloranaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
01. Situasi Baru
"PAK ARDAN menabrak seorang wanita!"
"Tolong minggir agar memudahkan petugas mengamankan korban!"
"Ya, Tuhan! Jalanannya udah kayak sungai darah! Siapa wanita itu?! Bukannya tadi dia sedang jalan biasa nerabas hujan?"
Suara-suara bersahutan menghantam pendengaran Raisa. Dia mengerjap dan dari sudut matanya dia mampu melihat jelas bagaimana cairan anyir berwarna merah menggenang di sepanjang jalan. Belum selesai mencerna dia dibuat kaget dengan melihat dari mana sumber cairan merah tersebut berasal. Itu dari tubuhnya yang tergeletak tak sadarkan diri! Dan gilanya lagi, dia bisa melihat itu secara nyata bagaimana dia dikerubungi oleh para petugas medis. Bukannya dia di seberang sana sedang kehilangan darah? Tetapi kenapa dia masih bisa melihat dirinya sendiri dengan sejelas ini? Apakah dia sudah meninggal dan kali ini jiwanya yang menyaksikan bagaimana raganya berakhir?
Raisa terkekeh getir. Kasihan sekali hidupnya. Sudah dua puluh empat tahun, kesulitan mencari pekerjaan, tak ada kisah romansa dalam hidupnya, masih menyusahkan orang tua yang kian menua. Dan bahkan di hari ulang tahunnya saja dia seperti tidak mendapat jatah bahagia malah tertabrak seperti itu!
"Hallo, Bu? Apakah ibu bisa mendengar saya?" Suara yang bersahutan dengan air hujan di sebelahnya membuyarkan ratapan Raisa.
"Hallo, ibu?"
Raisa mengalihkan pandangannya ke arah petugas medis wanita berpakaian serba putih yang ada di sampingnya.
Raisa perlahan mengangguk, "B-bisa." Lidahnya kelu.
Apa ini?
Bagaimana dia bisa berbicara, bukankah dia nampak sekarat sebelumnya?
Sebentar.... Raisa merasakan ada yang aneh. Di mana dia sekarang? Kenapa ada di dalam mobil? Dan siapa yang terduduk kaku di kursi kemudi sebelahnya memasang wajah sepucat kertas memandang lurus ke tubuhnya yang ada di luar sana?
Dia menoleh, ingin melihat lebih jelas orang yang tidak dikenalinya itu. Akan tetapi belum selesai mengamati lelaki di sebelahnya sudah terburu keluar dari dalam mobil dan mendekati tubuh Raisa yang penuh darah di luar. Dia melihat sendiri bagaimana lelaki itu memandang tubuhnya penuh rasa bersalah dan khawatir. Terlihat jelas bagaimana lelaki itu memaki semua orang yang mengelilingi tubuhnya penasaran, bukannya membantu. Bahkan Raisa bisa melihat jelas bagaimana lelaki tersebut meneteskan air mata meskipun hujan berusaha untuk menyamarkan.
"Mari, ibu, ikut saya. Nanti kita periksa kondisi tubuh ibu di rumah sakit." Petugas medis yang sejak tadi masih ada di sebelahnya mengajak bicara.
Bukannya mengikuti arahan Raisa memilih mengikuti lelaki tadi. Dia mendekati tubuhnya yang mengucurkan darah sederasnya. Secara mata telanjang dia mampu melihat tubuhnya. Kenapa bisa menjadi seperti ini?
Raisa perlahan menggerakkan tangannya untuk menyentuh. Dan ketika merasakan kulit dingin tubuhnya yang tergeletak sengatan menghampiri. Dia langsung tak sadarkan diri.
...****************...
Cahaya terang memasuki indra penglihatan Raisa. Pandangannya kosong sedangkan pikirannya sibuk memutar ulang adegan yang belum lama dialaminya. Melihat tubuhnya sendiri terkapar penuh darah, kebingungan mengapa dia tidak merasakan sakit, dan bagaimana saat dia berusaha menyentuh tubuhnya sendiri hingga berakhir di ruangan putih dia berada sekarang. Semua terasa mustahil tetapi itulah yang terjadi. Dia berusaha sendiri bangkit dari posisinya.
“Nak Alya sudah siuman?”
Terperanjat Raisa mencari sumber suara. Terlihat seorang perempuan seusia ibunya tersenyum ke arahnya.
“Alya?” monolognya, dengan suara sangat pelan bahkan dirinya sendiri nyaris tidak mampu mendengar.
“Kamu dirawat inap dua hari ya, Nak. Biar kondisinya pulih sepenuhnya.”
Tidak tahu harus bereaksi seperti apa Raisa memilih diam. Apa yang sebenarnya terjadi? Dia berusaha berpikir mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi tetapi tidak ada hal-hal logis yang tertangkap oleh kepalanya. Dia hanya memikirkan satu hal: apakah jiwanya mengambil tubuh orang lain? Berada di tubuh orang lain?
Apakah hal itu benar-benar bisa terjadi? Seingatnya tentang sesuatu seperti itu dia pernah membaca sebuah cerita fiksi dari buku yang dia temukan dulu di perpustakaan sewaktu SMA. Hanya fiksi. Tidak mungkin itu terjadi padanya kan?
Belum menemukan jawaban pasti Raisa melemparkan pertanyaan kepada wanita yang memandangnya dengan teduh, belum dia ketahui siapa itu. “Saya siapa ya, Bu?” Mungkin pertanyaannya akan terdengar konyol pada lawan bicaranya akan tetapi Raisa tidak memedulikan itu, yang dia pedulikan hanyalah ingin tahu apa yang sedang terjadi padanya.
Wanita paruh baya tertawa kecil. “Kenapa, Nak? Masa lupa sama diri sendiri?” Terdapat jeda sebentar sebelum melanjutkan, “Kamu Alya, Alya Thalita Wardana. Istrinya Ardan Wardana.”
Alya? Istri? Ha-ha-ha, bahkan kebagian cinta-cintaan aja tidak. Dan ya, dia Raisa bukan Alya.
“Bu, ada kaca tidak ya? Boleh pinjam?”
Dijawab tidak Raisa hanya mengangguk paham justru dia diberikan ponsel dan membuka kamera depan untuk melihat wajahnya sendiri. Cukup cantik dan terawat. Wajah asing yang bahkan belum pernah dia temui. Apakah benar mengenai apa yang dia pikirkan sebelumnya? Berada di tubuh orang lain?
“Kenapa, Nak? Kok kelihatan kaget begitu?”
Raisa menggeleng canggung. “Ah, enggak, Bu. Kaget saja wajah saya cantik banget,” balasnya bercanda.
Tawa kecil keluar dari mulut keduanya. Hanya bertahan beberapa detik karena setelahnya ada seseorang masuk ke dalam ruangan menginterupsi. Raisa mengamati diam-diam orang yang baru saja masuk ke dalam ruangan tempat dia dirawat. Seorang lelaki yang berumur kisaran tiga puluh tahun dengan wajah penuh kesopanan menyapanya.
Lelaki itu berujar, “Udah sadar, Al?” Raisa mengangguk meskipun asing dengan sebutan namanya.
“Bu, Si Ardan nggak mau pergi dari ruangan orang yang dia tabrak tadi. Aku sudah mohon-mohon juga nggak didengerin. Luka dia sendiri juga butuh dirawat.”
“Kenapa kok nggak mau?”
“Enggak tahu juga aku, Bu.”
“Dasar adik kamu itu, anak nggak tahu malu! Sudah tahu Alya juga dirawat di rumah sakit bukannya nemenin istrinya malah nungguin orang nggak dikenal begitu.” Nada marah terdengar dari sosok wanita tadi. Sedikit kesimpulan sudah Raisa dapatkan. Wanita yang dari awal dia lihat ketika sadar adalah ibu mertua Alya alias ibu Ardan, lelaki yang baru masuk itu adalah kakaknya Ardan, kemudian Ardan adalah nama suami Alya. Dan sekarang, dia ada di tubuh Alya. Seorang Raisa yang adalah sosok perempuan usia 24 tahun yang tengah kebingungan akan arah hidup itu menempati tubuh seorang perempuan yang sudah bersuami.
“Ya sudah, biar ibu yang suruh dia. Kamu yang temenin Alya dulu.”
Mendengarnya Raisa langsung mencegah. “Eh, eh, Bu! Ra….” Tersadar hampir menyebutkan nama sendiri, Raisa langsung membenarkan perkataannya, “Alya ikut boleh nggak ya? Mau lihat kondisi cewek tadi juga.” Awalnya keinginannya ditolak tetapi Raisa terus berusaha membujuk hingga berhasil disetujui. Dengan kanan kiri dijaga oleh kakak Ardan dan ibunya Raisa akhirnya ikut berjalan ke tempat Ardan berada, tempat di mana tubuhnya berada juga.
Tidak butuh waktu lama mereka bertiga sampai ke tujuan. Raisa tersentak melihat sendiri bagaimana lelaki yang tidak dia kenal dan baru melihat sosoknya saat kejadian kecelakaan tadi kini menggulirkan banyak air mata yang seolah enggan berhenti. Napasnya naik turun dengan badan bergetar. Telapak putih lelaki itu masih terlumuri darah yang bercecer hingga ke kemeja abu muda dan celana panjang slimfit mocca.
Kenapa lelaki itu terlihat begitu hancur?
“Ardan kenapa kamu di sini terus, sih?!”
Kaget dengan pekikan ibu Ardan, Raisa berusaha menenangkan. Dia berjalan sendirian mendekati Ardan. Entah kenapa dia ikut sedih melihatnya, bahkan lebih sedih mengetahui kondisinya sendiri sekarang yang entah bagaimana cara mengembalikan ke keadaan semula. Duduk di sebelah Ardan, dia perlahan menggerakkan jemarinya untuk mengelus punggungnya yang bergerak tak terkendali karena tangis. Sepersekian detik setelahnya lelaki itu menghindar, bergeser cepat untuk menjauh. Mendapat perlakuan seperti itu Raisa kebingungan, dia menatap Ardan, ibu Ardan, dan kakak Ardan bergantian. Dia tidak mendapatkan jawaban.
“Semoga dia segera sembuh ya.”
Entah apakah bisa didengar, yang pasti Raisa mampu merasakan Ardan menahan embusan napas beberapa saat.