Setelah kematian istrinya, Nayla. Raka baru mengetahui kenyataan pahit. Wanita yang ia cintai ternyata bukan hidup sebatang kara tetapi ia dibuang oleh keluarganya karena dianggap lemah dan berpenyakitan. Sementara saudari kembarnya Naira, hidup bahagia dan penuh kasih yang tak pernah Nayla rasakan.
Ketika Naira mengalami kecelakaan dan kehilangan ingatannya, Raka melihat ini sebagai kesempatan untuk membalaskan dendam. ia ingin membalas derita sang istri dengan menjadikannya sebagai pengganti Nayla.
Namun perlahan, dendam itu berubah menjadi cinta..
Dan di antara kebohongan, rasa bersalah dan cinta yang terlarang, manakah yang akan Raka pilih?? menuntaskan dendamnya atau menyerah pada cinta yang tak seharusnya ada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Bawah Langit Yang Sama
Happy Reading...
.
.
.
Hujan turun malam ini. Sama seperti malam ketika Nayla pergi meninggalkan Raka dan sang buah hati. Langit seolah tahu, tak ada lagi yang bisa ia selamatkan. Airnya jatuh tanpa henti, membasahi tanah yang dingin menimpa atap rumah yang kini kehilangan kehangatan.
Rumah itu sunyi.
Begitu sunyi hingga suara detik jam di dinding terdengar seperti gema kesepian yang tak pernah berujung.
Raka duduk di ruang tamu, menatap jendela yang berembun. Di luar, lampu jalan berpendar samar di balik tirai. Satu-satunya suara lain yang terdengar hanyalah ocehan si kecil Jingga dari kamar.
Putrinya baru berumur satu tahun, terlalu kecil untuk mengerti arti kehilangan. Terlalu polos untuk tahu bahwa dunia ini baru saja merenggut sesuatu yang tak akan pernah bisa dikembalikan.
Namun setiap kali Jingga menangis di tengah malam, Raka selalu merasa ada sesuatu di balik tangisan itu… seolah-olah bayi kecil itu sedang memanggil ibunya yang tak akan pernah datang.
Ia berdiri, berjalan pelan menuju kamar di mana si kecil berada.
Pintu itu masih sama seperti dulu. Masih berderit lembut saat dibuka, masih membawa aroma samar dari wangi tubuh istrinya.
Raka berhenti di ambang pintu, memandangi tempat tidur yang kini terasa terlalu luas untuk ditempati berdua bersama putri kecilnya..
Masih ada aroma tubuh Nayla di bantalnya. Samar, tapi nyata. Aroma yang menenangkan dirinya sekaligus menyiksa, karena setiap hembusan kecilnya mengingatkan Raka bahwa perempuan yang sangat ia cintai itu tak akan pernah kembali.
Raka duduk di sisi ranjang, menatap kosong ke arah dinding. Di meja kecil di samping tempat tidur, berdiri sebuah bingkai foto pernikahan mereka. Pernikahan sederhana, tapi penuh kehangatan.
Dalam foto itu, Nayla tersenyum lembut, dengan mata yang sedikit sembab karena menangis sebelum acara pernikahan dimulai. Ia gugup, tapi tetap berusaha tampak tenang di depan Raka.
Senyum itu… senyum yang seolah berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Raka masih mengingat setiap detailnya, bagaimana cara Nayla memanggil namanya dengan lembut, cara tangannya gemetar saat menulis surat terakhir sebelum operasi yang akhirnya merenggut nyawanya.
Nayla berjuang sampai akhir, bahkan ketika tubuhnya sendiri sudah tak lagi kuat untuk menahan rasa sakit.
Mereka yang datang ke pemakaman berkata Raka beruntung. Beruntung karena masih memiliki Jingga, buah cinta mereka. Beruntung karena masih bisa melanjutkan hidup dengan sesuatu yang ditinggalkan Nayla.
Namun bagaimana bisa disebut beruntung, jika setiap kali menatap mata anaknya, Raka hanya melihat pantulan wanita yang gagal ia pertahankan?
Setiap tawa kecil Jingga mengingatkannya pada suara Nayla yang dulu mengisi rumah ini. Setiap langkah kecilnya membawa bayangan masa lalu yang terus menghantui.
Setelah Nayla pergi, barulah kebenaran perlahan terbuka. Kebenaran bahwa selama ini, Nayla disembunyikan oleh keluarganya sendiri.. Ia dibuang.. Dia diasingkan, karena dianggap lemah dan berpenyakitan. Mereka tidak ingin aib itu mencoreng nama keluarga besar Ardiansyah. Mereka memilih menyembunyikan Nayla jauh dari gemerlap rumah besar, sementara saudari kembarnya Naira, ia tumbuh dengan segala yang tak pernah Nayla dapatkan yaitu cinta, perhatian dan kasih sayang tanpa syarat.
Nayla hanya sesekali menceritakan keluarganya pada Raka, selalu dengan nada datar dan senyum samar. Ia tak pernah menjelekkan siapa pun, bahkan orang yang menelantarkannya.
Ia hanya berkata, “Beberapa orang tidak tahu bagaimana caranya mencintai. Tapi aku tidak akan membencinya, Mas. Aku hanya ingin mencintai dengan benar.”
Dan kini, setelah semua terlambat, kata-kata itu justru menjadi pisau yang terus melukai hati Raka setiap kali ia mengingatnya.
Malam itu, untuk pertama kalinya sejak pemakaman, Raka menangis. Tangis yang tak keras, hanya isakan pelan yang pecah di antara derasnya hujan.
Ia merasa kehilangan segalanya, bukan hanya sosok istrinya tapi masa depannya, bahkan dirinya sendiri.
Dunia benar-benar tak adil. Dan di dalam hati yang penuh kesakitan itu, sesuatu mulai tumbuh yang tak bisa lagi ia dikendalikan. Rasa sakit yang perlahan berubah menjadi dendam.
Raka ingin mereka, keluarga yang mencampakkan Nayla merasakan hal yang sama. Ia ingin mereka tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang menjadi seluruh hidupmu. Bagaimana rasanya melihat harapan terakhirmu terkubur bersama tanah yang basah oleh hujan.
Ia tidak tahu sejak kapan pikirannya mulai dikuasai oleh bayangan itu. Namun malam ini, di bawah langit kelam yang tak berhenti meneteskan air mata, Raka bersumpah pada dirinya sendiri.
“Jika dunia menolak keadilan untukmu,” bisiknya lirih, “maka biar aku yang menagihnya.”
Di luar, petir menyambar, menerangi ruangan sesaat.
Raka menatap ke arah foto Nayla sekali lagi. Tatapannya kosong, tapi di balik itu, ada sesuatu yang hidup, amarah yang tumbuh dari cinta yang pergi.
Dan malam itu, di bawah derasnya hujan, lahirlah Raka yang baru. Seseorang yang tak lagi mengenal batas antara cinta dan dendam. Seseorang yang akan memastikan, bahwa mereka yang membuat Nayla menderita… akan merasakan kehilangan yang sama.
Sampai tidak ada lagi cahaya yang tersisa di dunia mereka.
.
.
.
***Test ombak dulu yuk... ***