NovelToon NovelToon
Manuver Cinta

Manuver Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Balas Dendam / CEO / Dark Romance
Popularitas:513
Nilai: 5
Nama Author: _Luvv

Pernikahan tanpa Cinta?

Pernikahan hanyalah strategi, dendam menjadi alasan, cinta datang tanpa di undang. Dalam permainan yang rumit dan siapa yang sebenernya terjebak?

Cinta yang menyelinap di antara luka, apakah mereka masih bisa membedakan antara strategi, luka, dendam dan perasaan yang tulus?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _Luvv, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 1

“Diandra Elene Maris.”

Suara berat itu menghantam gendang telinganya seperti gelombang yang datang tanpa aba-aba. Refleks, Diandra menoleh cepat.

Alisnya berkerut bingung, hanya segelintir orang yang tahu nama lengkapnya. Namun matanya langsung membesar saat melihat seorang pria tinggi berpostur tegap, rapi terbungkus setelan jas mahal, melangkah mendekat dengan wajah dinginnya.

Wajah dingin dengan rahang tegas itu tak memberi ruang untuk menebak isi pikirannya. Aura dominan yang menyertainya bagaikan medan gravitasi, menarik pandangan siapa pun yang berada di sekitarnya. Untuk sepersekian detik, Diandra lupa bagaimana caranya bernapas.

Pria itu adalah Lingga Aditya Wijaya. Anak sulung keluarga Wijaya dan sekarang menjabat sebagai CEO di Perusahaan Adiwijaya Grup, Lingga terkenal dingin, tertutup, tegas dan tak tersentuh itu kini menatapnya tajam.

“Apa yang kamu lakukan di kantor saya?” tanyanya dengan wajah datar.

Nada suaranya tenang, namun sorot matanya cukup untuk membuat nyali Diandra menciut.

Diandra menegakkan punggung, berusaha menyembunyikan gugup yang mulai merayap ke permukaan. “Salah masuk,” ujarnya singkat, Ia berbalik, berniat segera pergi.

Baru satu langkah, jemari kokoh mencengkeram lengannya. Sentuhan itu membuatnya spontan menoleh, mata membulat.

“Kenapa?” suaranya meninggi, lebih karena terkejut dan tak suka tubuhnya disentuh tanpa izin. Ada ketegangan yang jelas dalam tatapannya dan sedikit rasa takut yang berusaha ia sembunyikan.

"Seorang Diandra Elene maris salah masuk kantor orang?" ujar Lingga, matanya menyipit penuh selidik.

Diandra mencoba menarik lengannya, tapi pegangan Lingga terlalu kuat.

"Ish! Mau lo apa sih?!" bentaknya kesal.

"Alasan kamu masuk kantor saya?" ulang Lingga tenang, namun tatapan matanya tajam.

Diandra mendengus, "Udah gue bilang, gue salah masuk! Kurang jelas?"

"Saya bukan orang bodoh, Diandra."

Diandra memutar bola matanya, geram. "Yang bilang lo bodoh siapa?"

Lingga terdiam, matanya menelusuri wajah di hadapannya. Yang tersisa hanya guratan kesal, bercampur samar dengan kegugupan yang berusaha ia sembunyikan.

"Udah ya, gue buru-buru." Diandra menarik lengannya dengan paksa. Kali ini berhasil lepas.

Tanpa menunggu respon, dia langsung berlari keluar, mengabaikan suara Lingga yang memanggil namanya.

Tak lama setelah itu, suara derap langkah menggema dari arah pintu. James muncul sambil menyibak jasnya, menatap ke arah lorong dengan alis terangkat.

“Tadi itu... anak dari Harris Aditama?” tanyanya, nada suaranya penuh selidik.

Lingga hanya mengangguk pelan, sebelum kembali melangkah masuk ke ruangannya tanpa sepatah kata.

James mengikutinya dengan langkah cepat. “Ngapain dia ke sini?”

Lingga berhenti sejenak sebelum membuka pintu ruangannya. “Katanya salah masuk,” ucapnya singkat.

"Salah masuk?” James menyipitkan mata, curiga. “Lo percaya?”

Lingga tidak langsung menjawab. Ia berjalan santai menuju kursi kerjanya, lalu menjatuhkan tubuh dengan elegan di kursi yang megah itu. Tangan kirinya mengetuk-ngetuk sandaran kursi dengan ritme lambat. Matanya menatap kosong ke depan seakan tengah merangkai potongan-potongan teka-teki yang baru saja muncul.

“Tatapannya terlalu tenang untuk orang yang nyasar.”

James menyilangkan tangan di depan dada, mengangguk kecil. “Lo nggak mau cari tahu lebih lanjut? Maksud gue, siapa juga yang nyasar ke lantai dua belas dan kebetulan banget masuk ruangan ini?”

“Nggak perlu,” jawab Lingga tenang, nyaris terlalu tenang. “Saya yakin dia tahu persis ke mana dia melangkah.”

James mengerutkan dahi, nada suaranya mulai terdengar waspada. “Apa gue perlu turun tangan?”

Lingga tersenyum tipis. “Tidak perlu. Saya sudah tahu tujuannya.”

James semakin mengernyit. “Hah? Maksudnya gimana?”

“Nanti kamu akan tahu,” jawab Lingga santai, suaranya nyaris tenang berlebihan.

James diam sesaat, lalu mengangguk. Dia tahu, sahabatnya itu tidak pernah asal bicara. Insting Lingga jarang meleset dan ketika pria itu mulai bermain tenang seperti ini, biasanya ada rencana yang sedang dijalankan.

“Oh ya, untuk urusan keluarga Hadinata?” tanya James, mengalihkan topik.

“Tolong atur pertemuan dengan anaknya Hadinata. Secepatnya.”

James mematung sejenak. Menatap Lingga, lalu mengerjapkan mata, memastikan bahwa dia tidak salah dengar. Ini pertama kalinya pria itu tidak menyetujui urusan yang tidak penting.

“Lo serius?” gumam James, masih belum yakin.

Lingga menoleh sekilas dan melemparkan senyum kecil yang nyaris seperti sindiran. “Kesempatan harus dijemput, bukan dihindari.”

James mengernyit bingung, pikirannya dipenuhi rasa penasaran tentang maksud dan tujuan sebenarnya dari Lingga. Namun tanpa banyak tanya, ia tetap melangkah keluar ruangan, menjalankan semua perintah yang diberikan tanpa protes. Tapi kepercayaannya pada insting sahabatnya tetap tak tergoyahkan.

Begitu pintu tertutup, Lingga bersandar kembali. Pandangannya kosong, namun senyum di wajahnya perlahan mengembang licik, penuh perhitungan.

“Let’s see... sampai sejauh mana kamu berani melangkah, Diandra Elene Maris,” bisiknya pelan.

______

Diandra berlari kecil menuju sebuah kafe yang tak jauh dari gedung megah Adiwijaya Grup. Nafasnya memburu, pelipisnya basah oleh keringat.

Begitu sampai, ia langsung menjatuhkan tubuh ke kursi di pojok ruangan. Tanpa sepatah kata, tangannya meraih gelas minuman dingin yang sudah dipesan Marissa dan menenggaknya seolah tenggorokannya tengah terbakar.

“Gue… ketahuan.” Suaranya terdengar lemah.

“Ketahuan?” Marissa langsung mencondongkan tubuh, mata membulat tidak percaya.

Diandra mengangguk, masih mencoba menstabilkan nafasnya. “Gila… aura dia tuh kejam banget, Ca. Dingin, tajam… kayak bisa menguliti orang lewat tatapannya.”

Marissa mengernyit. “Kok bisa sih lo langsung ketahuan?”

“Baru juga masuk ruangan, tiba-tiba ada yang manggil gue… pakai nama lengkap pula! Diandra Elene Maris!” Diandra mendengus, syok masih jelas membekas di wajahnya.

Marissa sontak menegakkan punggung. “Lingga tahu nama lengkap lo? Kok bisa?!”

“Itu dia yang gue nggak ngerti.” Diandra mengusap wajahnya, nadanya berat. “Gue nggak pernah ngenalin diri sebagai anak bokap. Gue nggak pernah pakai nama keluarga gue. Tapi… kenapa dia tahu nama lengkap gue?”

"Yah, berarti rencana kita gagal dong? Gue ngarep banget lo bisa bantu dikit. Ini penting banget, Ra." ujar Marissa sedikit kecewa.

“Ca...” Diandra menoleh dengan wajah serius. “Lo lupa siapa gue? Gue anaknya Harris Aditama. Dan keluarga gue udah musuhan lama sama keluarga Lingga sejak zaman baheula. Lo pikir gue bisa bantu lo dalam kondisi kayak begini?”

Marissa mendesah panjang. Ia tahu itu. Semua orang di kalangan bisnis tahu. Dua nama besar,  Adiwijaya dan Aditama, ibarat kutub yang tak pernah akur. Bahkan dulu sempat ada skandal besar yang nyaris bikin dua keluarga itu saling menghancurkan.

“Tapi... lo kan nggak pernah tampil di publik sebagai anak bokap lo. Nama lo juga nggak ada embel-embel Aditama. Profesi lo beda banget sama jalur keluarga lo. Gue kira, ya... dia nggak bakal ngeh.”

“Gue juga mikir gitu, Ca. Tapi kenyataannya?” Diandra menatap sahabatnya tajam. “Dia nyebut nama gue lengkap. Dengan nada datar, dingin, dan creepy abis.”

Marissa menggeleng tak percaya. “Tapi tetap aja aneh, Ra. Dia bisa tahu nama lengkap lo segitunya? Dari mana coba?”

Diandra terdiam. Matanya menunduk menatap gelas yang nyaris kosong. Semakin ia pikirkan, semakin tidak masuk akal.

“Iya ya... Bahkan di dokumen-dokumen resmi pun gue nggak pakai nama keluarga. Semua dirahasiain.”

Keduanya terdiam. Hening mendadak menyelimuti meja mereka. Suara denting sendok, dengung mesin kopi dari balik bar, dan obrolan pelan pengunjung lain terasa seperti gema jauh.

Namun di benak Diandra, hanya satu suara yang bergema, Bagaimana Lingga bisa tahu siapa dia sebenarnya?

Marissa akhirnya mendesah keras, lalu menjatuhkan kepalanya ke meja dengan dramatis.

"Terus gue harus gimana, Ra?" suaranya nyaris putus asa.

Diandra menyandarkan diri ke kursi, mengangkat alis dengan santai. "Ya udahlah... terima aja. Dari wajah sih, nggak nyesel."

Marissa mengangkat kepala, menatap sahabatnya tajam.

"Tampang doang nggak cukup buat bikin bahagia, Diandra!" suaranya mulai bergetar, lalu tiba-tiba saja isakan kecil lolos dari bibirnya. "Gue nggak bisa bayangin harus hidup sama orang kayak dia... dingin, kaku, misterius... kayak tembok beton!"

Isaknya semakin jelas. Beberapa pengunjung mulai melirik penasaran, tapi Marissa tak peduli.

"Katanya... dia nggak percaya sama cinta atau hubungan apa pun. Terus, gimana nasib gue nanti?" gumamnya di sela tangis.

Diandra hanya bisa memandang dengan tatapan prihatin. Meski mulutnya kadang seenaknya, tapi tetap saja ia tidak tega.

"Udahlah... jangan nangis, Ca. Lo bisa cari cara lain." ucapnya pelan sambil mengelus bahu sahabatnya.

"Ini tuh antara hidup dan mati, Diandra!" seru Marissa sambil kembali menjatuhkan kepalanya ke meja.

"Dia ganteng, Ca. Setidaknya lo bisa cuci mata setiap hari," goda Diandra mencoba mencairkan suasana.

"Diandra Elene Maris!" teriak Marissa kesal.

1
Erika Solis
Duh, sakit banget hatiku. Terharu banget sama author!
Isolde
🙌 Suka banget sama buku ini, kayaknya bakal aku baca lagi deh.
Madison UwU
Gak sabar lanjut baca!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!