NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Jadi Bebek

Reinkarnasi Jadi Bebek

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Sistem / Perperangan / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: yuyuka manawari

Siapa sangka, kematian konyol karena mesin penjual minuman bisa menjadi awal petualangan terbesar dalam hidup… atau tepatnya, setelah hidup.

Ketika bangun, ia bukan lagi manusia, melainkan seekor bebek rawa level 1 yang lemah, basah, dan jadi incaran santapan semua makhluk di sekitarnya.

Namun, dunia ini bukan dunia biasa. Ada sistem, evolusi, guild, perang antarspesies, bahkan campur tangan Dewa RNG yang senang mengacak nasib semua makhluk.

Dengan kecerdikan, sedikit keberuntungan, dan banyak teriakan kwek yang tidak selalu berguna, ia membentuk Guild Featherstorm dan mulai menantang hukum alam, serta hukum para dewa.

Dari seekor bebek yang hanya ingin bertahan hidup, ia perlahan menjadi penguasa rawa, memimpin pasukan unggas, dan… mungkin saja, ancaman terbesar bagi seluruh dunia.

Karena kadang, yang paling berbahaya bukan naga, bukan iblis… tapi bebek yang punya dendam..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuyuka manawari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PROLOGUE: Game Over...?

Sorakan keras membanjiri seluruh aula turnamen, menekan gendang telingaku sampai rasanya bergetar. Tepuk tangan bertubi-tubi bercampur dengan teriakan dan siulan yang datang dari segala arah. Suara itu memantul di dinding besar yang dipenuhi poster sponsor berwarna terang, beberapa menampilkan logo minuman energi, ada yang memamerkan gambar headset gaming terbaru. Udara di dalam aula panas dan agak pengap, penuh aroma keringat bercampur parfum, diselipi bau debu halus dari karpet panggung yang terinjak ratusan kaki. Lampu sorot berputar cepat, memotong udara dengan sinarnya yang menyilaukan, fokus ke panggung utama di tengah ruangan.

Aku berdiri tepat di titik sorotan itu, menyapu pandangan ke arah ribuan pasang mata yang menatapku. MC di sebelahku, seorang pria jangkung berjas hitam mengilap, mengangkat tanganku tinggi. Suaranya yang berat menggema lewat mikrofon, diperkuat speaker besar yang tergantung di atas kepala.

“Dan pemenangnya adalah… Player DuckSlayer99!”

Sorakan penonton langsung melonjak, lebih keras dari sebelumnya. Beberapa bahkan berdiri, melambaikan spanduk, dan menjerit memanggil namaku. Blitz kamera berkedip dari segala arah, memunculkan kilatan putih yang menusuk mata. Aku memaksa menahan kedipan, tetap tersenyum lebar sambil membentuk pose santai. Menurutku, itu terlihat keren, dan yang terpenting, percaya diri.

Mereka semua mengira aku berada di sini karena skill bermain game yang luar biasa. Padahal, kenyataannya jauh dari itu.

Di dalam kepalaku, aku terkekeh. Aku tidak menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk latihan. Aku tidak menyusun strategi rumit seperti para pemain profesional. Kemenanganku murni karena satu hal: sebuah script auto-headshot yang kupasang diam-diam di komputerkku. Script itu memastikan setiap peluru yang kutembakkan langsung mengenai kepala lawan. Tidak ada satupun yang meleset.

Memasang script itu memang butuh keahlian. Aku harus mengutak-atik file, mengatur timing, dan memastikan programnya tidak terdeteksi sistem anti-cheat. Jadi, meskipun curang, aku tetap menganggapnya… hasil kerja keras dalam caraku sendiri.

MC menyerahkan trofi besar yang terbuat dari logam mengilap. Tingginya hampir setengah badanku, dan beratnya membuat lenganku langsung menegang. Namun, rasa dingin logam itu di telapak tanganku terasa memuaskan. Aku mengangkatnya tinggi-tinggi, memiringkannya sedikit agar cahaya lampu memantul di permukaannya.

“Game over untuk kalian semua, pecundang!” teriakku. Beberapa pemain yang masih di belakang panggung melirik dengan wajah masam, ada yang pura-pura tidak peduli, ada yang memutar mata.

Dada terasa hangat oleh rasa puas. Ini adalah panggungku. Namun, rasa itu hanya bertahan sebentar.

KRRIIEEET…

Suara gesekan logam yang kasar dan memanjang terdengar jelas di sisi kanan panggung. Aku spontan menoleh.

Di ujung panggung, sebuah mesin vending minuman bergetar hebat. Mesin itu biasanya hanya berdiri diam dengan deretan botol dan kaleng di balik kaca beningnya. Sekarang, seluruh panelnya bergoyang ke depan dan belakang. Kaca depannya bergetar keras, memantulkan cahaya lampu sorot. Botol dan kaleng di dalamnya ikut berloncatan kecil, seperti siap jatuh kapan saja.

Alisku mengerut. Aku melangkah setengah langkah ke arahnya, tapi ragu untuk mendekat. “Eh… itu aman kan?” bisikku, nyaris hanya terdengar oleh diriku sendiri.

Beberapa penonton di dekat situ mulai menyadari ada yang aneh. Seorang panitia di tepi panggung menunjuk ke arah mesin itu dengan ekspresi panik.

“Minggir! Mesin itu—” teriaknya.

Kata-kata berikutnya lenyap begitu saja.

BRUK!

Sesuatu menghantam tubuhku dari samping dengan kekuatan yang membuat seluruh udara di paru-paruku langsung hilang. Pandanganku terputus, dan mataku menutup spontan.

Tidak ada rasa sakit seperti saat terbentur biasa. Tidak ada darah, tidak ada jeritan. Yang ada hanya rasa dingin menusuk, seperti seluruh tubuhku tiba-tiba tenggelam dalam air bersuhu es. Nafasku tercekat, dan setiap kali mencoba menarik udara, justru semakin sulit.

Sorakan penonton yang tadinya memekakkan telinga menghilang sepenuhnya, diganti keheningan aneh. Hanya ada denging tipis yang mengisi telinga, seakan aku berada di ruangan kedap suara. Tubuhku terasa ringan, tapi juga seperti terus jatuh ke arah yang tidak kukenal.

...----------------...

Kelopak mataku terasa berat saat mulai terbuka. Cahaya samar masuk pelan-pelan, membuat pandanganku beradaptasi. Bukan cahaya lampu panggung yang hangat dan memantul dari permukaan trofi, melainkan sinar oranye redup yang seolah merembes dari langit yang sudah kehilangan sebagian warnanya.

Udara di sekitarku lembap, menempel di kulit seperti lapisan tipis air. Saat menarik napas, aroma amis bercampur lumpur basah langsung menyeruak. Bau itu menusuk hidung, pekat sampai membuatku refleks mengernyit dan menghembuskan napas cepat, seolah bisa mengusirnya. Setiap tarikan napas justru membuat dada terasa berat, seperti ada sesuatu yang menekan dari dalam.

Telingaku menangkap suara serangga dari berbagai arah. Dengungan nyaring dan cicitan tipis saling bersahutan, membentuk suara latar yang monoton. Di sela-sela bunyi itu, samar-samar terdengar suara cipratan kecil, seperti ada makhluk yang bergerak di atas permukaan air dangkal.

Aku mengangkat pandangan. Langit di atas berwarna oranye kusam, matahari menggantung rendah, setengahnya sudah tersembunyi di balik deretan pepohonan tinggi di kejauhan. Siluet batang-batang pohon itu terlihat gelap pekat, kontras tajam dengan warna langit yang meredup.

“Kok… bukan di panggung?” gumamku pelan, nyaris hanya untuk diriku sendiri. Suaraku terdengar aneh di telinga, bukan gema dalam ruangan, melainkan terbuka dan luas.

Sebelum aku sempat memikirkan lebih jauh, suara asing memotong lamunanku.

“Kwek.”

Aku diam seketika. Napasku tertahan.

Itu… bukan suara manusia. Nada tinggi, pendek, dan terputus.

Aku mencoba lagi. “Halo? Ada orang—”

“Kwek.”

Kali ini jelas. Tidak ada keraguan. Itu suara bebek.

Dan lebih buruknya… sumbernya dari arah mulutku sendiri.

Jantungku berdegup kencang. Rasanya panas merayap naik dari dada ke wajah, atau apa pun bentuknya sekarang. Dengan gerakan hati-hati, aku menunduk.

Yang kulihat membuat otakku seperti berhenti bekerja.

Kakiku… kecil. Kulitnya berwarna kuning pucat. Ada selaput tipis membentang di antara jari-jarinya, menghubungkan seperti sirip. Itu bukan kaki manusia.

“APA—APA INI?!” teriakanku pecah, tapi lagi-lagi yang keluar hanya suara serak tinggi.

“Kwek! Kwek!”

Aku mencoba melangkah, tapi tubuhku malah bergoyang ke kiri dan kanan seperti tidak punya keseimbangan. Langkahku pendek, kaku, dan setiap pijakan menimbulkan suara cekup kecil dari lumpur yang menempel di sela jari kaki.

Mataku tertarik pada genangan air yang terletak tak jauh di antara rerumputan rawa. Permukaannya bergelombang ringan, namun cukup bening untuk memantulkan bayangan. Aku mendekat, lumpur mengisap kaki kecilku setiap kali kuangkat.

Begitu jarak tinggal satu langkah, aku melihatnya.

Bukan wajah manusia.

Seekor bebek kecil menatap balik dari permukaan air. Bulunya halus berwarna kuning pucat, matanya bulat besar mengilap seperti manik kaca. Paruhnya pendek, berwarna kuning sedikit lebih gelap, bergerak seiring aku membuka mulut.

“Aku… bebek?!” teriak batinku. Tapi udara hanya membawa lagi suara melengking itu.

“Kwek!”

Aku mundur spontan. Kaki kecilku terpeleset di lumpur, membuat tubuhku oleng sebelum berhasil menahan keseimbangan. Nafasku menjadi cepat, dada terasa sesak.

Belum sempat aku mencari jawaban, sesuatu yang tak masuk akal terjadi.

Tepat di depanku, muncul sebuah layar transparan berwarna biru pucat. Ukurannya kira-kira setengah dari tubuh mungilku sekarang. Bentuknya persegi panjang, tepinya memancarkan cahaya lembut. Tulisan-tulisan kecil bergerak di atasnya, mirip antarmuka game di komputer yang pernah kulihat.

Bedanya… tidak ada monitor. Tidak ada proyektor. Layar itu melayang di udara, tetap stabil meski angin rawa membuat rumput di sekitarku bergerak.

Aku berkedip cepat, berharap itu hanya ilusi atau efek cahaya. Tapi layar itu tetap di sana, tak bergeming, seolah benar-benar nyata… dan menungguku untuk membacanya.

...----------------...

[Sistem Evolusi Monster diaktifkan]

Jenis: Bebek Liar (Lv.1)

Status: Rentan, lezat, mudah menjadi mangsa

Misi utama: Bertahan hidup selama 7 hari tanpa dimakan

Hadiah: Hak memilih jalur evolusi

...----------------...

Garis-garis huruf itu tetap melayang di udara, seakan menempel pada pandanganku. Latar belakangnya transparan, tetapi ada cahaya samar kebiruan di tepinya, membuatnya tetap jelas meski warna senja di sekeliling mulai memudar. Udara terasa sedikit lebih dingin sekarang, embusan angin membawa bau amis yang menusuk dari rawa.

Aku menatap layar itu dengan paruh sedikit terbuka. Nafasku terasa berat, dada mungil ini naik-turun cepat. Saat membaca deretan kata di sana, mataku terbelalak.

[Status: Rentan – Lezat – Mudah Menjadi Mangsa]

“Rentan? Lezat? Mudah menjadi mangsa?!” teriakanku melengking, terdengar lebih seperti pekikan ketakutan ketimbang protes.

Kata-kata itu seperti menjelaskan nasibku dalam tiga kalimat singkat. Bukannya memberi semangat, malah seperti catatan seorang pemburu atau koki yang sedang menilai bahan makanan.

“Tidak… tidak mungkin,” gumamku cepat sambil menggeleng. Gerakan itu membuat kepalaku sedikit pusing, tubuh kecilku ikut bergoyang ke kiri dan kanan. “Ini pasti cuma mimpi buruk. Aku cuma pingsan di dunia nyata… ini semua cuma semacam simulasi aneh.”

Aku menatap layar itu lama, sampai akhirnya aku berteriak,

"Hei! Sistem! Kalau kau bisa bikin layar ini muncul, berarti kau bisa dengar aku, kan?! Gimana caranya aku balik jadi manusia?!"

Tidak ada jawaban.

Hanya layar itu yang tetap melayang, seakan menatap balik dengan tenang.

Aku menggeretakkan… yah, bukan gigi, tapi apa pun yang ada di dalam paruh ini. "Aku nggak mau jadi bebek! Dengar nggak?! Jawab aku!"

Suara ding lembut terdengar, dan huruf baru muncul.

[Permintaan tidak dapat diproses. Informasi belum tersedia.]

Aku merasa darahku, atau mungkin cairan bebekku, mendidih. “Belum tersedia kepalamu! Kalau gitu kasih tau aku sekarang, gimana caranya!”

Layar bergetar sedikit, lalu baris baru muncul dengan tenang.

[Jika mencapai Level 40, jalur evolusi 'Manusia Setengah Bebek Iblis' akan terbuka.]

Aku terdiam. Setengah bebek? Setengah iblis? Itu… terdengar absurd, tapi jauh lebih baik daripada jadi menu sarapan.

Paruhku membentuk senyum tipis.

"Baiklah… level 40. Aku akan bertahan hidup di dunia ini. Mungkin ini pembalasan Tuhan… atau para player pecundang di luar sana yang dipermalukan olehku karena diriku menggunakan cheat. Tapi aku tidak akan mati di sini. Aku akan bertahan 7 hari, dan setelah itu… aku akan jadi manusia lagi."

1
Anyelir
kasihan bebek
Anyelir
wow, itu nanti sebelum di up kakak cek lagi nggak?
yuyuka: sampai 150 Chap masih outline kasar kak, jadi penulisannya belum🤗
total 1 replies
Anyelir
ini terhitung curang kan?
yuyuka: eh makasi udah mampir hehe

aku jawab ya: bukan curang lagi itu mah hahaha
total 1 replies
POELA
🥶🥶
yuyuka
keluarkan emot dingin kalian🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE: 🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶
total 1 replies
yuyuka
🥶🥶🥶🥶
Mencoba bertanya tdk
lagu dark aria langsung berkumandang🥶🥶
yuyuka: jadi solo leveling dong wkwkwkw
total 1 replies
Mencoba bertanya tdk
🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE
bro...
Mencoba bertanya tdk
dingin banget atmin🥶
FANTASY IS MY LIFE: sigma bgt🥶
total 1 replies
FANTASY IS MY LIFE
ini kapan upnya dah?
yuyuka: ga crazy up jg gw mah ttp sigma🥶🥶
total 1 replies
Leo
Aku mampir, semangat Thor🔥
yuyuka: makasi uda mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir lagi/Slight/
yuyuka: arigatou udah mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir
yuyuka: /Tongue/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!