(Update setiap hari selama ongoing!)
Clara merasa kepalanya pusing tiba-tiba saat ia melihat kekasihnya bercinta dengan sahabatnya sendiri yang sudah ia anggap seperti saudara kandungnya. Mereka berdua tampak terkejut seperti melihat hantu setelah menyadari Clara muncul dari balik pintu kamar dengan cake bertuliskan 'Happy 6th anniversary' yang telah jatuh berantakan di bawah.
"Sa–sayang ...." Kris wang, kekasihnya tampak panik sambil berusaha memakai kembali dalaman miliknya.
Leah Ivanova juga tak kalah terkejut. Ia tampak berantakan dan berusaha menutupi tubuhnya dengan kain yang kini Tanpa busana.
"Ini bukan seperti yang kamu pikirkan, Clara!" Kris berusaha mengambil alih Clara.
Gadis itu tersenyum kecut. Berani sekali ia bicara begitu padahal segalanya telah keliatan jelas?
*
Baca kelanjutannya hanya di noveltoon! Gratis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherryblessem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAH| 1
Clara merasa kepalanya pusing tiba-tiba saat ia melihat kekasihnya bercinta dengan sahabatnya sendiri yang sudah ia anggap seperti saudara kandungnya. Mereka berdua tampak terkejut seperti melihat hantu setelah menyadari Clara muncul dari balik pintu kamar dengan cake bertuliskan 'Happy 6th anniversary' yang telah jatuh berantakan di bawah.
"Sa–sayang ...." Kris wang, kekasihnya tampak panik sambil berusaha memakai kembali dalaman miliknya.
Leah Ivanova juga tak kalah terkejut. Ia tampak berantakan dan berusaha menutupi tubuhnya dengan kain yang kini Tanpa busana.
"Ini bukan seperti yang kamu pikirkan, Clara!" Kris berusaha mengambil alih Clara.
Gadis itu tersenyum kecut. Berani sekali ia bicara begitu padahal segalanya telah keliatan jelas?
"Memangnya ini apa, Kris!? Apa yang kalian lakukan! BAJINGAN!" Clara berteriak mengemukakan isi hatinya dengan jelas. Ia seperti memuntahkan sesuatu didalamnya yang meledak begitu saja. Matanya berair dan ia jelas menangis. "PENGKHIANAT! PENGKHIANAT!"
Merasa diteriaki oleh Clara, ego Kris naik dan ia mulai kesal. "Bisa tidak, kamu tidak teriak begitu?"
Clara merasa urat lehernya mau putus mendengar ucapan Kris. Apakah Kris sudah gila? "Tidak teriak? HAHAHAHA! Kau gila, ya? Bagaimana mungkin aku bahkan bisa tenang setelah melihat kamu dan Leah?" Clara melotot tak percaya. Ia tersenyum tapi senyumnya menyeramkan.
"Aku tahu kamu kaget, tapi reaksimu sungguh berlebihan. Itu sangat mengganggu! Lagi pula, aku dan Leah jadi seperti ini karena kamu sibuk dengan urusanmu sendiri setiap hari. Kamu bahkan tak punya waktu untukku sama sekali. Lalu, sekarang kamu marah karena ini? Ini kan salah kamu!?" Kris memanipulasi. Ia jelas tampak tak suka pada reaksi Clara.
Clara mengambil benda apapun yang paling dekat denganya lalu melemparkannya pada Kris. Laki-laki tidak tahu diri ini benar-benar menguji kesabaran Clara.
"DASAR BAJINGAN! Aku sibuk Bekerja karena terlilit Hutang! Kau sendiri tahu betapa aku bekerja seperti orang gila Selama ini!" Clara menggila. Ia marah dan juga sakit hati. Rasanya tidak enak dan pahit sekali. Kris berusaha menghindar lemparannya dan melindungi Leah.
"Hei! Hentikan, bodoh! Kami bisa terluka!?" Kris bicara seolah yang ia lakukan tidak menyakiti Clara.
Clara mendengus tidak percaya. Bisa-bisanya ada orang seperti Kris di dunia ini.
"Maafkan aku, Clara. Aku gak bermaksud nyakitin kamu. Hanya saja sebagai orang dewasa kami berdua sama-sama kesepian dan butuh kehangatan dari pasangan. Lagian kamu juga salah, karena tidak mau memberikan apa yang Kris inginkan" Leah menangis di pelukan Kris. Ucapannya yang terdengar manja membuat Clara merasa jijik.
Clara mendengus makin tidak percaya. Ia bingung harus tertawa atau menangis mendengar ucapan Leah. Kalau dipikir-pikir, keduanya memang tampak cocok karena sama-sama tolol dan tak punya hati.
"Tenanglah, Leah .... Dia memang pantas mendapatkannya. Perempuan egois!" Kris mencela.
Clara kini tertawa keras. Suaranya nyaring namun dipaksakan. Sebuah tawa yang tidak memuaskan dan kering namun cukup untuk mengekspresikan ketidakpercayaannya.
"Wah! Ini gila! Kalian yang berselingkuh tetapi aku yang disalahkan! Luar biasa!" Clara benar-benar tak habis pikir.
"Semua ini terjadi karena kamu! Kalau kamu lebih perhatian dan tidak egois, kita tidak akan seperti ini. Kamu berbeda dengan Leah yang manis dan baik. Kamu perempuan keras kepala yang menyebalkan!"
Apakah ia tidak salah dengar? "Parsetan dengan kalian!" Clara berteriak lalu berlari keluar, tidak tahan harus menghadapi sifat gila dua manusia itu.
Saat sampai di luar, ponselnya berdering. Sebuah nomor tidak di kenal kembali menerornya. Ia menarik nafas lelah sambil mengangkat panggilan.
"Sialan! Cepat lunasi hutangmu! Mau sampai kapan kamu lari, hah?" Suara dari seberang terdengar menyala.
Clara meraskaan kepalanya sakit mendengar makian dari balik telepon. Semua emosi bercampur jadi satu menciptakan sakit yang tak terdefinisi dalam dadanya.
Sudah seminggu Clara diteror oleh debt colector pinjaman online karena sebuah pinjaman yang bahkan tak ia lakukan. Tiba-tiba saja ia ditelepon dan dimintai uang dengan jumlah yang besar padahal ia sendiri tak melakukan pinjaman apapun dimanapun. Pantang baginya untuk meminjam uang.
Tak tanggung-tanggung, uang yang dipinjam senilai seratus juta rupiah. Untuk ukuran fresh graduate dan orang yang baru mencari kerja, seratus juta sangatlah banyak untuknya. Bagaimana mungkin mencari sepuluh juta saja ia sudah kesusahan mampu membayar uang sebanyak itu?
"Mas, saya lagi gak ada uang. Nanti saya usahakan cari. Tapi, saya mohon, kasih saya waktu. Itu bahkan bukan uang yang saya pinjam ..." Clara memohon dengan nada gemetar dan pahit. Sial sekali dirinya hari ini.
"Saya tidak mau tahu! Cepat lunasi hutangmu sekarang! Jual diri sana biar bisa bayar hutang!" Makinya sebelum mematikan telepon.
Clara merasa jiwanya disedot kedalam ponselnya. Ia baru saja memergoki kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya dan kini ia harus menerima telepon sialan dari seorang debt colector. Clara merasa hidupnya sudah hancur. Entah apa yang lebih buruk dari ini.
*
'Nomor yang anda tuju, sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan. Silahkan coba beberapa saat lagi...'
Sambungan telepon itu sudah puluhan kali terdengar di telinga Julian. Ia hampir mual menengar dialog itu dan mulai kesal karena pengulangan yang tak berarti. Sejak tadi, ia berusaha menelepon kekasihnya yang tak kunjung muncul padahal sebentar lagi acara pernikahan mereka dimulai.
"Apakah sudah ada jawaban?" Julian bertanya dengan penuh hati-hati pada Mr. Jhon, asistennya.
Pria tua itu menggeleng. "Belum sama sekali, Tuan. Kupikir, sudah saatnya kita menerima bahwa Nona Bright kabur sebab kerabatnya semua bahkan tak ikut hadir kecuali beberapa kenalan dan orang." Wajahnya tampak menyesal.
Julian merasa dirinya baru saja di tabrak truk. Tubuhnya lemas dan jantungnya berdebar kencang. Ia terduduk di bangku taman depan hotel ia menggelar pernikahannya dan mulai merasakan kekosongan yang hancur.
Ditengah itu, ponsel Julian bergetar. Nama yang tertera seakan membuat jiwanya kembali bangun dan segera ia mengangkat telepon.
"Sayang, aku minta maaf. Aku tidak bisa menikah sekarang. Aku harus pergi dan menjernihkan pikiranku dahulu. Aku mencintaimu tapi aku harus pergi. Aku sudah di pesawat dan akan berangkat sebentar lagi. Maafkan aku sekali lagi sayang. Aku sangat mencintaimu." Singkat, begitu pesan yang diberikan Irene begitu Julian menerima telepon.
Tanpa memberikan Julian kesempatan untuk bicara, ia langsung mematikan telepon sekaligus mematikan harapan Julian yang baru muncul.
Pesan singkat itu jelas menghancurkan Julian dalam waktu singkat. Ia jelas tak tahu harus bagaimana lagi. Haruskah ia masuk dan mempermalukan dirinya dengan membubarkan tamu undangan?
"Apa yang anda ingin saya lakukan, Tuan?" Mr. Jhon membaca ekspresi kecewa Julian dan ia tahu bahwa acara ini akan segera batal.
Julian menutup matanya sebentar, berharap ada secercah harapan dari yang maha kuasa agar ia bisa melakukan sesuatu. Pernikahan ini memang terjadi sangat cepat demi sang kakek yang sedang sakit keras dan divonis tak akan bertahan lama. Namun, ia dan Irene telah berkencan selama tujuh tahun. Tidak mungkin kekasihnya itu tak merindukan pernikahan.
Apakah ini terjadi karena Julian mengharapkan sang kakek tidak pergi sebelum ia menikah? Apakah karena tujuan pernikahannya telah salah? Tapi, ia mencintai Irene dengan tulus sejak dahulu. Apakah ini sebuah kesalahan juga?
Sekarang Julian makin stress karena kakeknya punya riwayat jantung dan tak akan sanggup menghadapi ini semua jika ia membubarkan pernikahan ini. Jika ia berani membubarkan pernikahannya, kakeknya mungkin tak akan sanggup menahannya.
Mata Julian terbuka ketika ia mendengar sebuah suara putus asa. Seperti sebuah sinyal yang kuat, kepalanya terputar mencari sumber suara itu. Dengan mantap namun diselimuti keraguan, kakinya dibawa melangkah menuju sumber suara itu. Melihat Julian melangkah tanpa tujuan, Mr. Jhon mengekor dari belakang.
"Apa!?" Suara itu menggantung penuh pilu.
Ketika Julian sampai, ia bersembunyi dibalik tembok karena mendengar suara itu terkejut dengan panggilan teleponnya.
"Baik, buk! Aku akan kesana." Tepat setelah itu, gadis yang menjadi sumber perhatian Julian terduduk dan mulai menangis tersedu-sedu.
"Kenapa sih! Kenapa hidupku harus begini! Kenapa!" Ia menangis hebat. Tubuhnya gemetar dan Julian bisa merasa kesedihan itu sebab ia juga ingin melakukan hal yang sama, sejujurnya.
Merasa iba, Julian mendekati gadis itu namun ditahan oleh Mr. Jhon.
"Sebaiknya kita pergi, Tuan." Ia menahan tangan Julian.
Julian melepas pegangan itu tanpa menoleh. Ia merasa penting untuk menuju gadis itu. Mr. Jhon memanggil dari belakang namun ia tak peduli.
Sambil mengulurkan sapu tangan, Julian berharap gadis itu menerima uluran tangannya. Tak akan Julian bayangkan bahwa kebaikannya itu akan membawa sebuah perubahan besar.