Bab 5

"Yang Mulia Ratu, Lady Meriel datang," ucap seorang pelayan dari luar pintu kamar Corvina.

"Kenapa dia tiba-tiba datang? Ini kan waktu kunjungan Yang Mulia Kaisar," ujar Cesie dengan nada curiga.

Corvina hanya tersenyum santai. "Mungkin ada urusan yang mendesak." Ia melirik Cesie, lalu berkata dengan tenang, "Persilakan Lady masuk."

Pintu terbuka, dan Lady Meriel melangkah masuk dengan penuh keangkuhan. Senyumnya tipis, seperti selalu, penuh kemenangan.

"Hormat kepada Yang Mulia Ratu," katanya, suaranya penuh arti.

Corvina menatapnya tanpa ekspresi, meskipun dalam pikirannya, ia bisa merasakan ketegangan yang terpendam. "Ada perlu apa, Lady Meriel?"

Meriel mendekat, matanya berbinar seperti menyimpan sesuatu. "Aku hanya ingin berbicara sebentar, Ratu," jawabnya, suaranya lembut namun penuh dengan makna tersembunyi. "Aku rasa kita perlu berbicara."

"Katakanlah, apa yang ingin kamu bicarakan?" Corvina berkata, suaranya tetap tenang, meskipun tatapannya tajam.

Meriel tersenyum, namun senyum itu terkesan dipaksakan. "Menurut tradisi kerajaan, selir yang diangkat secara resmi berhak menerima hadiah dari Ratu. Apa itu benar?"

Corvina mengangkat alis, sedikit terkejut, namun tetap menjaga ekspresi wajahnya. "Ya, itu memang benar," jawabnya santai, seolah tidak ada yang luar biasa dari pertanyaan itu.

"Jadi kenapa Yang Mulia belum memberikan hadiah untukku?" tanya Meriel, nada suaranya berubah, lebih tajam, seolah menuntut jawaban.

Corvina tidak langsung menjawab, malah tersenyum samar. "Karena aku tidak berniat memberikan hadiah," ujarnya dengan nada dingin.

Meriel tampak terkejut, namun segera mengendalikan emosinya. "Yang Mulia, Anda jangan keterlaluan. Anda tidak bisa bersikap seperti itu terhadap selir Kaisar."

Corvina menatapnya langsung, tak ada rasa gentar di matanya. "Lady Meriel," kata Corvina dengan tegas, "Hadiah dari Ratu untuk selir Kaisar yang diangkat secara resmi hanya diberikan jika selir tersebut berasal dari kalangan bangsawan atau kerabat kerajaan. Bukan kepada seorang pelayan sepertimu."

"Yang Mulia merendahkan saya!" Meriel berteriak, suara penuh amarah yang membuat para pelayan terkejut. Mereka semua menahan napas, tak menyangka Lady Meriel berani mengangkat suara begitu tinggi di hadapan Ratu.

Wanita jalang satu ini sungguh tidak tahu malu, aku sudah benar-benar muak dengan kelakuannya... batin Corvina, namun ia tetap menjaga ketenangannya, tidak menunjukkan kekesalan di wajahnya.

Corvina duduk dengan tenang, senyum tipis tak berubah di bibirnya. “Jangan berteriak, Lady Meriel. Tindakanmu bisa dianggap tidak hormat kepada Ratu.”

Meriel menyeringai, sedikit menantang. “Kita sekarang sama-sama wanita dari satu pria, Ratu,” ujarnya, suara sengaja dibuat datar, tapi penuh arti.

Ratu? pikiran Corvina tersentak. Dia berani memanggilku tanpa embel-embel ‘Yang Mulia’? hanya Kaisar atau orang yang lebih tinggi pangkatnya yang boleh memanggilnya begitu.

Dengan tatapan tajam, Corvina bangkit dan menegakkan tubuhnya. “Kamu sepertinya perlu belajar etika kerajaan, Lady Meriel. Sikapmu sungguh tak mencerminkan selir Kaisar.”

Matanya menatap tajam, memberi peringatan yang jelas.

"Ratu pasti iri karena Yang Mulia Kaisar lebih memperhatikanku," ujar Meriel, senyum licik menyungging di bibirnya. "Anda pasti takut kalau nantinya aku hamil duluan daripada Ratu, dan nantinya anakku yang akan jadi putra mahkota. Benarkan, Anda takut?"

Plak!

Tangan Corvina mendarat dengan keras di pipi Meriel, suara tamparan itu menggema di ruangan. Semua yang ada di sana terkejut, mata mereka terbelalak tidak percaya. Suasana hening sejenak, sebelum beberapa pelayan dengan cepat menundukkan kepala, tak berani melihat lebih lama.

Cassian yang baru saja tiba di ambang pintu, terdiam sejenak, melihat kejadian yang terjadi begitu cepat. Matanya bertemu dengan mata Corvina yang dingin, dan ia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara.

Meriel memegangi pipinya, terkejut dan marah, tetapi senyum penuh kebencian masih tergambar di wajahnya.

Corvina berdiri dengan tenang, matanya tidak sekali pun berpaling dari Meriel. “Jangan pernah berani mengancamku dengan permainan kotor seperti itu, Lady Meriel. Aku tidak takut pada permainanmu yang kotor.”

Cassian melangkah maju, tatapannya tajam. “Apa yang terjadi di sini?” Suaranya lebih keras dari biasanya, penuh perintah. Namun, di matanya, ada sedikit kekhawatiran yang mulai muncul, meski ia berusaha menutupi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!