Bab 2

Di dalam kamar Aisya berbaring di atas kasur, menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong, di sampingnya tergeletak kebaya pengantin yang berhasil ia selamatkan dari rampasan Bu sari.

Ia mendengar desas desus warga dari jendela kamarnya, jika pernikahan itu tetap berlangsung besok. Namun bukan dirinya yang duduk di pelaminan, melainkan wanita lain yang menggantikan posisinya.

Aisya merasa sudah tak tahan, dengan semua ini, diam-diam ia memasukkan beberapa pasang pakaiannya kedalam tas ranselnya. Jujur ia malu, kecewa dan sakit hati berbaur jadi satu, yang ia inginkan saat ini adalah menghilang dari desa ini.

Aisya berencana akan kembali ke kota hari ini juga. Ia ingin segera menjauh dari tatapan sinis orang-orang yang menganggap dirinya wanita mandul. Aisya menarik tasnya yang tergeletak di atas tempat tidur, keluar dari dalam kamar menuju pintu belakang rumah. Ia tak ingin menemui siapapun, lewat jalan setapak yang sepi ia berjalan pasti melewati kebun-kebun warga tanpa menoleh ke belakang lagi.

Ia terus menarik langkahnya tanpa menghiraukan hujan yang kini turun membasahi seluruh badannya. Seolah alam pun ikut menangis nasibnya yang malang. Ia memanfaatkan hujan turun, untuk menangis sepuasnya, air matanya bercampur dengan air hujan menemani setiap langkahnya.

Perjalanan panjang itu membawanya sampai ke jalan raya di desanya, ia gegas mencari ojek untuk mengantarkan dirinya ke terminal.

Hujan telah berhenti beberapa menit lalu, bersamaan dengan air mata Aisya yang juga ikut berhenti mengalir, ia merasa sedikit lega setelah puas menangis.

Setelah mendapatkan ojek, ia langsung meninggalkan desanya menuju ke terminal. Di mana ia bisa naik bus menuju ibu kota. Namun di tengah perjalanan ia melihat seorang pria lansia yang hendak melompat ke sungai, bahkan satu kaki kakek itu sudah menginjak salah satu besi pembatas jembatan.

"Kang! Stop!" pinta Aisha sambil menepuk-nepuk pundak kang ojek agar segera menghentikan motornya.

Begitu kang ojek menghentikan motornya, Aisya gegas turun dan berlari cepat kearah sang Kakek bertubuh tegap, tinggi dengan rambut sudah memutih seluruhnya.

"Kakek jangan!" teriak Aisya dengan nada tinggi, karena ia mengira Kakek itu sudah kurang pendengarannya, sambil menarik kuat lengan sang Kakek hingga Kakek kembali turun ke atas jembatan.

Kakek mengerutkan keningnya, ia terkejut dengan kehadiran Aisya yang tiba-tiba menariknya, sekilas Kakek bisa melihat mata Aisya yang sembab karena habis menangis.

Aisya menarik nafas lega karena berhasil menyelamatkan sang Kakek yang hendak terjun bebas ke dalam sungai yang arusnya deras. Dengan nafas yang masih memburu ia menatap wajah sang Kakek dengan penuh perhatian.

"Kenapa harus bunuh diri sih kek! Kakek ada masalah? Sebesar apa masalah Kakek? Hingga Kakek nekat bunuh diri, semua orang punya masalah Kek, tapi bunuh diri bukan solusi yang tepat," cerocos Aisya panjang lebar.

Sang Kakek hanya diam dengan wajah datarnya, tanpa merespon ocehan Aisya.

"Kakek kenapa diam aja? Kakek sakit?" lanjut Aisya semakin khawatir.

"Kakek jawab napa? Apa kakek lagi sakit gigi, ya?" Tebak Aisya.

Sang Kakek menggeleng pelan, "Terus kenapa Kakek di sini, disini bahaya Kek!"

Kakek itu kembali menoleh ke bawah jembatan membuat jantung kembali berdegup kencang, Aisya semakin panik.

"Kakek, dengerin Aisya ya, bunuh diri itu dosa besar Kek! jangan ya, lagian Aisyah takut nanti Kakek gentayangan di jembatan ini, emang Kakek mau jadi penunggu jembatan ini?" tanya Aisya semakin ngawur.

Sang Kekek tak lagi menghiraukan ucapan Aisya, ia kembali memegang besi pembatas dan memijaknya lagi.

"Kek! Setidaknya masih ada bakso, somai, seblak, nasi Padang dan teman-temannya yang lain yang jadi alasan kita untuk bertahan hidup kan, Kek?" lanjut Aisya berusaha membujuk sang kakak, dengan segala jenis makanan kesukaannya sendiri.

Kakek itu menggeleng samar lalu tersenyum tipis, mendengar ocehan Aisya yang random. Setelahnya ia langsung melompat cepat ke dalam sungai.

"Gawat, Kakek!!" teriak Aisyah schok dengan aksi si kakek yang cepat, ia semakin panik saat menatap dari atas jembatan melihat arus sungai yang deras.

"Tolong ...! teriak Aisya cemas. Namun tidak ada siapapun yang melintas hanya ada kang ojek yang sebelumnya ia tumpangi.

Karena tidak ada siapapun akhirnya Aisya dan kang ojek memutuskan untuk turun melalui tangga yang ada di samping jembatan, memastikan keadaan si Kakek.

Begitu mereka sampai di bawah jembatan mulut Aisya menganga lebar, melihat pemandangan di depannya, bagaimana tidak ternyata sang Kakek jago berenang, ia dengan mudah berenang ke tepian sungai dengan mengendong seekor kelinci yang basah di pelukannya.

Kang ojek yang melihat si Kakek selamat memutuskan untuk pergi dari situ meninggalkan Aisya dan sang Kakek begitu aja.

"Kakek nekat terjun, karena ingin menolong kelinci, ini?" tebak Aisya mengerti, lalu meraih hewan berbulu putih itu dari gendongan si kakek.

Kakek hanya mengangguk, diam-diam Aisya menatap kagum dengan stamina sang Kakek yang bisa terjun dari jembatan tanpa cedera sedikitpun.

Aisya mengambil kebaya pengantin dari dalam tasnya lalu mengeringkan badan kelinci itu dengan lembut mengunakan kebayanya.

Si Kakek berdehem pelan berusaha menyamarkan suaranya. Aisya tak tahu jika di balik wajah tua sang Kakek adalah Satria Pratama Dirgantara, seorang Komandan elite yang sedang menyamar karena sebuah alasan.

Sang Kakek menatap heran pada kebaya putih di tangan Aisya. "Kenapa kamu menggunakan kebaya itu?" tanya pria tampan di balik wajah topeng kakek-kakek.

"Hm! Ceritanya panjang, tapi yang jelas kebaya ini sudah tak berarti lagi, pernikahan kami batal."

"Sama, saya juga baru saja membatalkan rencana pernikahan saya, ternyata dia tak tulus," gumam Satria sambil menatap jauh ke seberang sungai.

"CK! Nenek gayung mana yang membuat Kakek patah hati?" Aisya sampai menggelengkan kepalanya merasa geli, mendengar curhatan kakek-kakek yang sedang galau di sampingnya.

"Kamu gak kenal saya?" tanya Satria tiba-tiba, ia tersenyum samar di balik riasan make-up ala Kakek-kakek.

"Enggak? Kakek Artis?" tebak Aisya memperhatikan postur tubuh si Kakek yang atletis, gagah dengan sorot matanya yang tajam, meskipun kulit wajahnya terlihat keriput dan rambutnya ubanan.

"Bukan," jawab Kakek singkat.

"Terus Kakek emangnya siapa? Mantan Model atau CEO?" Aisya terus menebak-nebak.

"Bagaimana kalau kamu menikah dengan saya saja?" usulnya tanpa menjawab pertanyaan Aisya sebelumnya.

Aisyah terkekeh pelan, sambil menggelengkan kepalanya cepat.

"Uang saya banyak!" tambah Kakek yang berusaha meyakinkan Aisya.

"Terima kasih atas tawarannya, Kek! Tapi aku sukanya Oppa-oppa! Bukan aki-aki!" ceplos Aisya yang merasa geli di taksir kakek-kakek.

"Kalau saya bukan aki-aki?" tantang Satria dengan tatapan serius.

"Berarti kakek-kakek dong!" kekeh Aisya lalu tertawa lepas. Ia merasa sedikit terhibur dengan hadirnya si Kakek.

Satria memicingkan matanya, "Apa bedanya, artinya tetap sama," balas Satria datar.

"He he! Iya maaf Kek!"

"Bagaimana kamu mau kan, menikah dengan saya?" tanya si Kakek penuh harap.

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Ita Xiaomi

Ita Xiaomi

Cocoklah mereka berdua. Salut aku sama Aisyah ternyata random jg😁.

2025-10-09

3

Marsya

Marsya

ada-ada saja Aisya masak bujuk orang mau bunuh diri dengan segala macam jenis makanan/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2025-10-09

2

azela

azela

wah seru bangat ceritanya sangat menghibur, bikin ngakak sendiri. semangat Thor

2025-10-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!