"Lepaskan!” Senja menjerit ketakutan, air matanya bercucuran tanpa henti. Ia berusaha meronta, tapi sia-sia, empat pria bertubuh kekar menarik tangan dan kakinya dengan paksa, kemudian membawanya ke sebuah rumah kosong.
“Tolong!” Senja masih berteriak, meronta tapi apa daya. Tubuhnya tak sanggup melawan mereka semua.
“Letakkan dia di meja, kita akan nikmati di bersama!” titah salah satu dari mereka.
Mendengar itu Senja semakin jadi menangis. “Tolong jangan sakiti, aku! Aku sudah punya suami,” pintanya dengan memohon, meskipun kecil kemungkinan mereka akan melepaskan dirinya.
“Haha! Mana mungkin kami melepaskan santapan kami, sementara kami begitu lapar, iya kan!” sahut salah seorang dari mereka.
Namun di jawab dengan tawa yang menggema.
Bruk… punggung Senja terhempas diatas meja.
Napasnya tersengal, tubuhnya gemetar hebat, melihat pria yang mengelilinginya menatapnya dengan pandangan liar, seolah menikmati ketakutan yang terpancar dari wajahnya. Tawa mereka pecah, kasar dan menghina, memenuhi udara malam yang pengap.
Salah satu dari mereka melangkah maju dan memberi isyarat kepada rekan-rekannya. “Pegang tangannya!”
Dua orang segera mencengkram kedua tangan Senja, membuatnya semakin tak berdaya. Ia terus meronta, air mata bercampur keringat menetes di pipinya.
“Kalian bersiaplah, biar aku nikmati dia terlebih dahulu!” kata salah seorang dari mereka yang langsung melepaskan Gasper nya.
Senja menangis sejadi-jadinya. Namun ia tak kuasa lagi, karena kaki tangannya dicengkeram erat. Yang ia bisa lakukan hanya berdoa, meminta tolong pun rasanya percuma tidak akan ada yang akan mendengarnya.
Salah satu pria itu tersenyum menyeringai, ia mendekati Senja dengan tatapan penuh hasrat. Senja hanya bisa pasrah menunggu waktu dunia yang sebentar lagi akan hancur, saat melihat pria itu dengan beringas menarik celana kulot yang ia kenakan. “Tidak… “
Dor! Tiba-tiba suara letusan senjata api meledak. Menembak ke udara, tepat sebelum salah satu dari mereka melepaskan penutup bagian bawahnya.
Suasana langsung membeku. Semua kepala serentak menoleh ke arah sumber suara.
Dari pintu derap langkah berat terdengar mendekat. Dalam hitungan detik, sekumpulan polisi lengkap dengan persenjataan menodongkan senjata ke arah para pria itu.
Wajah para pelaku pucat seketika, dan tawa mereka yang tadi menggema berubah menjadi ketakutan yang sama seperti yang sempat dirasakan Senja.
“Kalian semua dikepung! Angkat tangan!” seru salah satu polisi lantang, suaranya menggema di antara tembok-tembok bangunan terbengkalai itu.
Para pria mabuk itu seketika panik, beberapa di antaranya mundur terhuyung, sementara yang lain terdiam tak tahu harus berbuat apa. Di tengah kekacauan itu, Senja melihat kesempatan. Ia bergegas berdiri, berusaha melarikan diri.
Namun, baru beberapa langkah, sebuah tangan kasar mencengkram pergelangan tangannya. “Kau mau ke mana, hah?” teriak salah satu pria itu sambil menariknya kuat-kuat hingga tubuh Senja terjatuh ke pelukannya. Nafasnya tersengal, matanya membelalak ketakutan.
Pria itu langsung menodongkan pisau ke leher Senja. “Mundur! Atau dia mati!” ancamnya keras terhadap polisi.
Senja terpejam ketika merasa dinginnya pisau yang yang tajam itu menyentuh kulitnya yang basah penuh keringat.
Suasana pun semakin tegang. Para polisi itu tak berani mendekat, namun mereka tetap waspada.
Pria itu pun menyeret Senja, menjadikan dia sebagai sandera. “Beri jalan!” Ancam pria yang hanya memakai celana cawat itu. “Jika tidak, akan ku bunuh dia!”
Para polisi itu bergerak seolah memberi jalan.
Senja hanya bisa menatap ketakutan, tubuhnya bergetar di bawah cengkeraman tangan yang dingin dan penuh ancaman itu.
Di tengah suasana yang menegangkan, semua mata tertuju pada pria yang masih menodongkan pisau ke leher Senja. Mereka mengelilingi Senja menjadikannya sebagai ancaman untuk polisi itu.
Namun baru beberapa langkah para penjahat itu berjalan melarikan diri. Tiba-tiba terdengar suara tembakan beruntun.
Dor dor…
Rumah kosong itu pun pecah oleh suara tembakan dan jeritan kesakitan. Diiringi derap langkah dari arah belakang yang menghampiri para penjahat itu.
Darah bercucuran bekas luka tembak di kaki membasahi ubin putih.
Senja tak membuang waktu. Dengan sisa tenaga, ia segera bangkit dan berlari menjauh, tubuhnya limbung namun semangat bertahan membuatnya terus melangkah. Seorang polisi cepat bereaksi, menghampirinya dan menahan tubuh Senja yang hampir ambruk.
“Sudah, kamu aman sekarang,” ucap polisi itu lembut sambil menopang bahunya. Senja terisak, napasnya tersengal di antara rasa lega dan trauma yang masih mengguncang. Sementara itu, polisi lain segera mengamankan para pelaku yang kini tak lagi berdaya di bawah todongan senjata.
Para polisi segera bergerak cepat setelah situasi terkendali. Beberapa dari mereka menundukkan para penjahat ke tanah, memborgol tangan mereka satu per satu. Suara bentakan dan derap langkah sepatu membaur dengan erangan kesakitan dari pelaku yang tertembak. Lampu-lampu mobil patroli yang berputar menambah kesan dramatik di tengah malam yang mencekam itu.
Sementara itu, Senja masih terlihat gemetar di pelukan salah satu petugas. Wajahnya pucat, matanya sembab akibat menangis. Polisi yang menenangkannya dengan sabar lalu membimbingnya menuju mobil patroli.
“Tenang, Nona. Sekarang kamu sudah aman,” ujar petugas itu lembut.”Kamu ikut kita dulu ya, ke kantor polisi.
Senja naik ke mobil dan dibawa menuju kantor polisi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
•§͜¢•Nasira✰͜͡ᴠ᭄
hampir saja 🤣🏃🏻♀️🏃🏻♀️🏃🏻♀️
2025-10-13
0
Dwisya Aurizra
Alhamdulillah pertolongan datang
2025-10-09
0