Ketika mereka berdua telah siap, Saka berdiri di ambang pintu, sambil memegang kopernya, wajahnya masih menunjukkan ketidaksabaran. "Ingat ya, jika ada yang bertanya kenapa kita pindah, bilang saja kita ingin hidup mandiri! Jangan bicara macam-macam!" ujarnya mengancam, mengacungkan jari telunjuk ke wajah Senja yang pucat.
"Iya Mas!" Senja mengangguk kecil, suaranya nyaris tak terdengar, patuh pada perintah suaminya.
Keduanya kemudian keluar dari kamar berjalan menuruni anak tangga. Koper yang mereka dorong menimbulkan bunyi yang menarik perhatian orang-orang yang ada di rumah itu.
Seorang wanita paruh baya berdiri di depan anak tangga. "Loh, Senja, Saka Kalian mau ke mana membawa koper itu?" tanya Bu Wardah- ibunya Saka dengan bingung.
"Nggak ke mana-mana kok, Ma. Kami ingin tinggal di rumah kami sendiri," kata Saka.
"Oh! jadi kamu sudah punya rumah sendiri ?" tanya Bu Wardah dengan kaget sekaligus bahagia
"Hehe iya,Ma," Ini juga mendadak belinya berhubungan pernikahan kami juga mendadak," jawab Saka memberi alasan.
"Oh ya sudah! kalau begitu tidak apa-apa. Nanti kapan-kapan mama dan papa bakalan main ke rumah kalian," kata Bu Wardah.
"Kalau begitu Kami pergi dulu ya Ma." pasangan suami istri yang baru menikah itu mencium punggung tangan wanita paruh baya itu. Kemudian mereka berdua mendorong koper tersebut berjalan menuju teras..
Pak Wijaya menatap punggung sepasang pasutri itu yang telah menjauh. "Lho Saka dan Senja ke mana itu, Ma?" tanyanya.
"Katanya Mereka mau pindah ke rumah baru mereka, maklum sajalah Pa, mereka kan pengantin baru jadi pengennya berduaan aja , biar nggak ada yang gangguin, kalau di sini kan nggak bisa berduaan setiap saat," kata Bu Wardah sambil mengedipkan matanya.
“Iya juga ya,” guman pak Wijaya dengan bola mata yang berbinar. “ Si Saka awalnya saja gak mau di nikahkan, nyatanya setelah menikah malah lengket seperti prangko," Imbuhnya lagi
“Iya dong, kan sudah merasakan indahnya surga dunia. Semoga setelah mereka pindah rumah mereka bisa secepatnya memberikan kita momongan dan Saka bisa melupakan mantan kekasihnya itu,” kata bu Wardah dengan penuh harap.
“Semoga saja,” jawab Pak Wijaya.
***
Sepanjang perjalanan kedua suami istri Itu tampak seperti orang asing. Masing-masing mereka larut dalam pikirannya. Saka fokus menyetir sementara Senja masih tak mengerti mengapa mereka pindah begitu cepat.
Sekitar setengah jam perjalanan mereka pun sampai di sebuah komplek perumahan sederhana dengan type 60. Sebuah rumah yang sangat sederhana untuk orang sekelas Saka yang notabene pewaris salah satu pengusaha sukses di negri ini.
Senja merasa asing di permukiman yang begitu sepi dan sunyi. Rumah yang baru saja selesai dibangun itu masih mengeluarkan bau cat yang menyengat. Ia mengernyit, bertanya-tanya mengapa mereka terburu-buru memilih tinggal di sini, ketika banyak pilihan apartemen yang lebih aman dan nyaman sementara. Namun, suaranya terkunci di tenggorokan, tak mampu mengekspresikan keberatan yang mendalam. Di depan pintu, Ridho yang membawa koper besar mereka, mendorongnya hingga berada tepat di ambang pintu. Dengan gerakan tangkas, ia memasukkan kunci dan memutar doorknob, membuka pintu ke dalam rumah yang walaupun baru, telah diisi dengan furniture yang lengkap.
Senja mengikuti, masuk ke dalam rumah, mata mereka segera tertuju pada dua kamar yang saling berhadapan di dalam koridor yang sunyi itu.
"Kamu tidur di kamar itu!" Tunjuknya. Lalu ia menuju kamar lainnya.
Senja terkesiap, "Loh, Mas, jadi kita nggak sekamar?" tanyanya dengan nada terkejut setengah protes.
Saka menoleh, lalu tersenyum miring. "Kamu cepetan berkaca, dari atas sampai bawah, lalu kamu pikirkan, pantas gak perempuan seperti kamu, tidur sekamar dengan ku?!"
Kata kata pria itu mengalir lancar tanpa tersendat sedikitpun, sementara Senja yang mendengarnya merasa sesak seketika, dadanya seperti tertimpa batu besar yang membuatnya kesulitan untuk bernapas. Namun apa daya, ia terpaksa melangkah memasuki kamar tersebut.
Tangan Senja mulai bergetar ketika melangkah, belum sempat mencerna semua yang terjadi, langkahnya terhenti saat melihat sebuah cermin besar.
Seperti terhipnotis, wanita itu berjalan melangkah melepaskan genggaman kopernya. Lalu ia berhenti di depan kaca besar yang ada di hadapannya. Cermin itu memantulkan bayangan dirinya dari atas kepala hingga ujung kaki.
Tak terasa air matanya menetes, jatuh satu per satu di hadapan cermin yang memantulkan sosoknya sendiri. Wajah pucat, mata sembab, dan rambut yang tergerai berantakan seolah menjadi saksi betapa rapuh hatinya saat itu. Dalam pantulan itu, ia kembali mendengar gema ucapan Saka, ucapan yang seperti menusuk tanpa ampun.
Pandangan Senja merayap ke penampilannya yang sederhana, gaun lusuh, kulit kusam tanpa riasan, kontras dengan bayangan pria tampan yang semalam menjadi suaminya. “Iya, Mas Saka benar…” bisiknya lirih, sebelum suaranya pecah. “Aku memang gak pantas mendampinginya.”
Isaknya makin keras. Ia menunduk, menahan sesak yang menggunung di dada. Dengan lemas, Senja bersandar di depan cermin, membiarkan dinginnya kaca menempel di kulit wajahnya yang basah air mata. “Aku dan dia seperti bumi dan langit,” ujarnya getir. Sekali lagi ia menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
•§͜¢•Nasira✰͜͡ᴠ᭄
yang sabar senja
2025-10-08
1