Aku membuka kedua mataku. Apa yang telah terjadi? Apakah aku sempat pingsan sebelum membunuh Ratu monster itu? Aku memaksakan bangkit, namun yang ada seluruh badanku kesakitan dan aku dapat merasakan seperti ada yang merobek perutku.
Kucoba melihat sekitar, sebuah ruangan luas dengan meja dan kursi yang berisi tumpukan kertas dan amplop surat. Selain itu, aku juga melihat ada berbagai bekas perban berdarah dan bak kecil berisi air.
“Dimana ini?” ucapku saat melihat hampir seluruh dada dan perutku diperban. Mungkin bekas pertarunganku dengan Ratu monster Isla, dia sempat menebasku sebelum aku dapat mengalahkannya. Selain itu, wajahku memerah, aku tak mengenakan bajuku karena perban-perban ini.
Pintu terbuka, Maria melangkah masuk dengan membawa beberapa perban untuk mengganti perbanku kemungkinan. Saat mata kami saling pandang, dia menjatuhkan seluruh barang bawaannya dan berlari kearahku.
“Yang Mulia!” tangisnya pecah saat melihatku, aku tidak tertidur lama kan? Bahkan ini masih sore.
“Sore Maria, ini berarti aku berhasil melakukannya bukan?” anggukan Maria melegakan hatiku.
“Aku tertidur cukup lama ya, dari pagi hingga sore seperti ini,” ucapku coba menenangkannya.
“Apa yang anda katakan Yang Mulia, anda telah koma selama 3 hari!” Hah? Tiga hari? Serius aku tertidur selama itu?
“Kami menemukan anda bersama seorang prajurit pingsan dan dalam keadaan kritis. Jika kami terlambat beberapa menit saja, kalian berdua tidak akan selamat dari sana!” ucapnya dengan mata yang masih berkaca-kaca. Mungkin memang aku yang terlalu bodoh dalam membuat sebuah keputusan.
Aku melihat keluar jendela, pasukan baru sepertinya datang kemari dan membantu dalam urusan pembersihan sisa perang. Aku dapat melihat mereka sedang membersihkan sisa monster dan seluruh tubuh korban jiwa pertempuran ini.
“Yang Mulia, anda terkena serangan di bagian perut anda. Sihir penyembuhan dapat menyembuhkannya, namun membutuhkan proses. Selama tiga hari tim medis berupaya menutup luka-luka anda. Jadi saat anda kembali ke kota Northridge, anda harus memeriksakannya ke rumah sakit,” ucapnya padaku yang hanya mengangguk mendengarnya.
“Luka ini, masih lebih baik daripada aku harus membayarnya dengan nyawaku. Bagaimana dengan yang selamat, berapa banyak?” tanyaku padanya yang memberikanku sebuah kertas.
Setelah aku membacanya sekilas, tersisa sekitar 50 orang saja termasuk aku, Lukasz, Maria dan Elano. Dari sekitar 400an orang, hanya tersisa 50 orang.
Apakah tidak ada cara lain? Apakah ini karena kepemimpinanku yang sangat buruk sehingga hanya tersisa 50 orang saja? Apakah tidak ada cara untuk menyelamatkan setidaknya satu orang lagi? Tanpa kusadari, air mata kembali menetes, ini hari yang buruk, sangat buruk.
“Yang Mulia…” ucap Maria, tangannya memegang tanganku yang diperban.
“Anda bukanlah tuhan Yang Mulia…” ucapnya kembali.
“Tidak ada yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan seluruh orang di situasi seperti itu Yang Mulia … Yang Mulia melakukan dan memikirkan hal yang tidak pernah kami duga … anda melakukan semua yang anda bisa untuk menyelamatkan kami dari situasi mustahil ini Yang Mulia,” ucapnya menambahkan.
“Tapi dari awal akulah yang membawa kalian ke jalan kematian ini, akulah yang seharusnya disalahkan atas semua ini,” ucapku padanya. Sebenarnya yang membawa mereka adalah Verxina, namun karena aku yang ada di tubuhnya, ini adalah sesuatu yang aku pertanggungjawabkan.
“Tidak ada yang pernah mengira monster-monster tersebut akan bergerak dalam jumlah yang sangat banyak Yang Mulia. Oleh karena itu, tidak ada yang mencoba menghentikanmu dari kampanye anda … jadi kami mohon untuk tidak terlalu keras bagi diri anda sendiri … tanpa anda disini, kami tidak yakin dapat selamat dari musibah ini,” ucapnya mencoba melegakan hatiku. Aku merasa cukup lega mendengarnya, terlebih dari Maria.
“Yang Mulia!” pintu didobrak dari luar, kesatria berzirah lengkap dengan rambut pirang memaksa masuk.
“Syukurlah anda telah bangun! Saya sangat khawatir Yang Mulia!” suaranya seperti sebuah pengeras suara, sangat berisik seperti Lukasz yang kutahu dari permainan.
“Apakah anda baik-baik saja? Bagaimana dengan luka anda?! Akan kupanggil Maria kemari secepatnya!” Maria kan sudah disini, kau tidak melihatnya?
“Aku kan disini tuan Lukasz,” ucap Maria mengagetkan Lukasz.
“Ah!” kata Lukasz saat melihat tubuhku, sepertinya aku melupakan sesuatu. Ah benar, aku tidak memakai apapun selain perban-perban ini.
“Menyukai pemandangan ini Lukasz?” tanyaku padanya sambil mengambil sebuah bantal.
“Sebenarnya Yang Mulia, anda lebih cant…” belum selesai ia bicara kami telah menghujaninya dengan bantal dan perban.
“Saya akan kembali nanti Yang Mulia, maafkan saya!” larinya kencang menembus pintu kamar ini. Aku menghela nafas, apakah dia ingin mengatakan diriku cantik tadinya?
“Maria bantu aku berdiri, ada yang ingin kukunjungi,” ucapku kepada Maria yang membantuku berdiri. Lebih sakit daripada yang kukira, tapi ini bukanlah apa-apa daripada nyawaku sendiri.
(***)
Kami mendatangi beberapa tempat seperti ruang perawatan, pasukan bantuan dan lain-lainnya hingga kami sampai di kamar mayat pasukan yang gugur saat melawan monster.
“346 tentara dan tim medis. Kami tidak dapat menemukan beberapa mayat karena berbagai hal Yang Mulia,” ucap salah satu tentara yang terlihat memakai perban di wajah dan tangan kirinya.
“Baiklah, pastikan mereka semua dapat dibawa ke Northridge, aku ingin mereka semua mendapat penghormatan disana,” ucapku padanya.
“Dan juga, terima kasih telah selamat dan mempercayai rencana milikku,” ucapku sebelum berjalan menuju tempat lainnya.
“Sekarang kemana Yang Mulia?” tanya Lukasz dan Maria yang mengikutiku.
“Ada seseorang yang ingin kulihat sebelum upacara penghormatan kepada mereka yang gugur,” Kami berjalan menuju salah satu ruang perawatan dimana terlihat Elano yang telah siuman dan kini sudah berjalan mondar-mandir disana.
“Prajurit Elano,” ucapku setelah membuka pintu ruang perawatan.
“Yang Mulia Tuan Putri? Apakah anda telah baik-baik saja?” tanya Elano saat melihat diriku telah berada didepannya.
“Lebih baik daripada harus kehilangan nyawaku. Terima kasih telah membantuku saat penyerangan itu,” ucapku padanya dengan membungkukkan kepalaku padanya, Lukasz dan Maria juga melakukan hal yang sama.
“Eh! Y..Yang Mulia, Komandan Lukasz dan Nona Maria, tolong angkat kepala kalian, aku ini hanyalah tentara biasa, tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti ini,” jawab Elano dengan panik, mungkin karena melihat seorang Putri membungkuk didepannya.
“Oleh karena itu, sebagai ‘hanya seorang tentara’ kau memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa hingga mengikutiku dalam misi bunuh diri itu,” ucapku padanya.
“Jadi anda mengakui kalau itu misi bunuh diri?” tatapan Maria dan Lukasz sangat intens, kenapa sih kalian ini.
“Anda melakukan hal-hal bodoh lagi Yang Mulia!” ucapan Maria menusuk hati rapuhku seperti sebuah tombak.
“Aku tidak percaya Yang Mulia akan melakukan hal seperti itu,” kini ucapan Lukasz menusukku seperti anak panah di siang hari.
“Sebenarnya, Kapten yang memiliki ide untuk membantu Yang Mulia dalam mengalahkan Ratu musuh,” kami menghentikan adu argumen kami dan mendengarkan Elano.
“Kapten datang pada kami dengan wajahnya yang dipenuhi horor malam itu.. Dia mengatakan bahwa Tuan Putri memiliki sebuah ide gila,” kami saling menatap tanpa memberikan komentar, namun Lukasz dan Maria hanya mengangguk seperti setuju akan hal itu.
“Heee … apakah itu benar-benar gila?” tanyaku pada mereka.
“Kapten juga mengatakan bahwa sepertinya Tuan Putri sedang berada di ambang batasnya setelah pertempuran pertama,” dan itu benar juga.
“Oleh karena itu, Kapten dan beberapa orang memutuskan untuk ikut membantu Tuan Putri dalam misi bunuh diri itu,”
“Awalnya aku tidak ingin ikut, apalagi saya hanyalah seorang prajurit baru dan tidak memiliki kemampuan yang baik dalam melawan monster, namun.”
“Melihat Yang Mulia di depan gerbang itu penuh dengan semangat dan pendirian yang kokoh, saya tidak bisa jika hanya diam disana. saya juga ingin berguna untuk Yang Mulia, walaupun dengan kemampuan saya yang terbatas.”
“Jangan tundukkan kepalamu, berkat dirimu, kita dapat berkumpul disini. Dan aku takkan melupakan kegigihanmu saat pertempuran kemarin,” ucapku padanya disusul dengan anggukan oleh Lukasz dan Maria.
“Apakah ada yang kau inginkan?” tanyaku padanya.
“Tidak ada Yang Mulia,” kami terkejut dengan jawabannya, namun aku mengerti.
“Baiklah karena itu, aku mengangkatmu sebagai seorang Ksatria dibawah perintah Putri Terakhir Kerajaan Andalusia, Putri Verxina Cheval sekarang adalah komandanmu secara langsung. Jangan kecewakan aku,” ucapku sebelum melangkah meninggalkannya yang terlihat masih berada di pandangan kosongnya.
“Anda lagi-lagi merekrut sebuah berlian yang belum diasah ya,” ucap Lukasz dari belakangku.
“Sungguh anak yang baik,” ucap Maria menambahkan.
“Menurutmu apakah aku salah dalam memilih sesuatu?” tanyaku ke Lukasz yang tersenyum.
“Saya dapat merasakan potensinya yang bagus Yang Mulia,” Kami melanjutkan ke lapangan utama. Disana telah dinyalakan obor raksasa dengan seluruh nama orang yang telah gugur disana.
Seluruh personal, baik tentara maupun yang bukan telah ada disana. Pandangan kami tertunduk, merasakan seluruh orang yang telah gugur mendahului kami. Kami tidak tahu siapakah selanjutnya, atau inikah akhir dari korban-korban yang akan gugur selanjutnya.
Atmosfernya terasa sangat suram dan gelap. Sinar Matahari tak membantu menceriakan, dan malah menambah efek kesedihan kami semua. 362 orang telah gugur dalam pertempuran dua hari itu. Kami berhasil bertahan dan memenangkan pertempuran walaupun hasilnya sangat tipis antara kami dan para monster.
“Namaku Verxina Cheval, Putri Terakhir Kerajaan Andalusia. Putri bodoh yang telah memimpin pertahanan dari gempuran Monster yang akan menghancurkan umat manusia.”
“Sebanyak 362 orang, teman kita telah gugur mendahului kita dalam tugas menjaga umat manusia dari kehancurannya.”
“Namun, kita sebagai orang yang selamat, tidak boleh membiarkan pengorbanan mereka menjadi sia-sia. Bagaimana caranya? Dengan mengenang. Kita harus marah, kepada siapa? Kepada seluruh monster yang menyerang kita.”
“Aku tidak dapat menjamin pada pertempuran selanjutnya tidak akan terdapat korban jiwa, namun aku dapat pastikan, kita akan menekan korban-korban itu seminimal mungkin. Sebagai korban selamat kita akan terus berjuang mempertahankan apa yang menjadi hak dan kewajiban kita!”
“Namun sebelum itu, kita tundukkan kepala kita, beri hormat pada para pahlawan yang gugur dengan gagah berani disini demi kita semua,” ucapku sebelum menundukkan kepalaku dengan melihat api biru yang makin terang nyalanya, apakah mereka sedang memperhatikan kita dari sana.
Aku seperti dapat melihat wajah-wajah mereka, bahkan Kapten itu sepertinya tersenyum dengan lebar padaku. Aku tidak akan lupa dengan apa yang dia katakan kemarin. “Jaga diri kalian, kalian masih muda”
Air mata kembali menetes, ini hari yang benar-benar buruk untuk hujan.
Aku menggelengkan kepala dan menatap seluruh orang yang kini berada didepanku, termasuk Lukasz, Maria dan Elano yang kini menjadi Ksatria dibawah komandoku secara langsung.
“Hidup Yang Mulia Putri Verxina!” Salah satu tentara berteriak dengan tangannya mengepal dan diayun keatas. Suara sorakan semakin terdengar keras. Seluruh orang bersorak denganku, dasar para pembawa masalah.
“Beristirahatlah kalian semua, besok pagi kita akan kembali ke Northridge!” Sorakan semakin keras dan aku harus turun karena air mataku tak henti-hentinya mengalir deras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments