Bab 3 : Mimpi

Basah

Bibirnya yang kenyal dan basah menempel pada luka bakar di wajah Zac. Gerakannya lembut seperti usapan angin yang berhembus. Terasa basah dan dingin di permukaan kulitnya, gerakannya membuat bulu halus Zac meremang sekujur tubuh.

'Seperti inikah rasanya?' gumam Zac terbata, napasnya memburu disertai detak jantungnya yang bekerja lebih cepat.

Zac berusaha menyentuh wajah gadis itu, bulu halus di wajahnya terasa lembut seperti permadani yang hangat. Tangan Zac seakan terhipnotis dengan kelembutannya. Kini mereka berdua menari di tepian danau dengan pemandangan yang indah, kelopak bunga teratai berlapis, kupu-kupu menari dan riak air danau bergoyang lembut mengikuti arah angin.

Sreekkk!

Zac jatuh di tanah basah dan berlumpur, gadis itu tertawa renyah, pipinya yang putih dan gembul sampai memerah karena tertawa geli. Ia gemas melihat pipi itu, cubitan gemas mendarat di pipi Senja.

"Zac, celanamu basah!" teriaknya di sela tawanya.

"Meong!" suara Kimi seperti tengah terusik sesuatu dan kukunya yang tajam dengan cepat menggores lengan Zac.

"Adduuh!!" pekik Zac merasakan tubuhnya terhempas dari ketinggian.

Zac terbangun dan bangkit dari posisi tidurnya. Ia meraba lengannya yang tergores dan berdarah. Kimi, kucing kesayangannya menatapnya penuh waspada.

"Aku mimpi?!" kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Kamarnya kosong, hanya ada dirinya, kimi dan keheningan dini hari. Suara detak jarum jam terdengar mendominasi seisi ruangan.

Ia meraba pipinya yang tadi terasa dicium oleh Senja. Pipinya basah, Zac langsung menatap Kimi yang sedang menatap waspada ke arahnya.

"Ini pasti ulahmu? Iya kan?!" tuduh Zac

"Meong!" jawab Kimi sewot.

Jam digital yang terletak di atas meja samping kasurnya menunjukkan pukul 03.15 WIB. Ia beneran mimpi, tidak mungkin Senja masih di rumah mbok Darmi jam tiga pagi, tapi ini mimpi yang sangat aneh. Zac meraba pangkal pahanya yang terasa lembab dan basah. Matanya terbelalak, celana boxer-nya basah dan terasa lengket. Ia kembali menatap Kimi, kali ini tatapannya penuh selidik.

"Kau apain celanaku? Kamu buang air kecil di atas celanaku?!" tuduhnya lagi.

Mata kucing itu berkilat marah, "meong!!" jerit Kimi kali ini disertai cakaran.

Ia tidak terima dituduh sembarangan. Harga dirinya sebagai kucing merasa direndahkan, dituduh tanpa perasaan. Ia kucing yang disiplin dan sopan, tidak pernah buang air sembarangan. Sebagai 'majikan' ia memastikan sang babu (Zac) membersihkan toiletnya secara rutin dan berkala. Medianya selalu diganti setiap hari. Jika tidak, maka ia akan tantrum dengan mencakar permukaan sofa, karpet dan kaki meja.

"Arrggkk... Kok galakan kamu sih, Kim! Udah ngaku aja!" tuduh Zac

Kimi melengos, ia melangkah anggun ke arah tempat tidurnya di sudut kamar.

"Eehh... Malah kabur!" tunjuk Zac dengan wajah kesal.

Ia segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti celana boxer nya.

Pagi hari...

Suara irama khas pagi hari, denting sendok beradu dengan gelas keramik cangkir kopi mas Jo dan benturan alat masak, meramaikan suasana pagi di dapur mungil milik Mbok Darmi. Aroma nasi goreng kampung berisi ikan teri plus petai, menyeruak memenuhi ruang makan yang menyatu dengan ruang nonton TV. Zac keluar kamar sambil menenteng tas sekolah, seragamnya putih bersih dan licin. Zac selalu mengurus pakaiannya sendiri tanpa bantuan mbok Darmi.

"Mbok, celana boxer ku yang di ember hitam kemana?" tanyanya dengan nada panik dari area laundry.

"Udah mbok cuci, Zac," jawab mbok sambil tersenyum dengan tatapan seakan ingin mengatakan sesuatu.

"Kok dicuci sih, itu kena kotoran Kimi mau aku buang mbok."

"Kimi disalahin," sanggah mas Jo

"Lho, emang? Aku bangun tidur tau-tau pipi dan celanaku basah. Siapa lagi kalau pelakunya bukan... dia!" Zac menunjuk Kimi, kucing Persia itu langsung memasang wajah jutek.

Mas Jo terkekeh sambil menyendok nasi goreng dan ia letakkan di atas piring Zac. "Ini Zac, cepat makan sarapan mu. Mas Jo harus berangkat pagi-pagi karena den Sam dan Shaka minta diantar ke Senayan," katanya.

Mbok Darmi menghampiri sambil membawa sepiring telur dadar. "Zac, mbok rasa kejadian semalam itu kamu mimpi basah. Itu normal untuk remaja seusia kamu. Itu bukan aib, jadi nggak usah malu sama mbok," ucapnya sambil menepuk bahu Zac dengan lembut.

"Maksudnya, mbok? Aku nggak ngerti." wajah Zac mengernyit

"Kamu 'ngompol' Zac" mas Jo memberi tanda petik di atas kepala dengan kedua tangannya.

"Itu namanya masa pubertas, Zac. Perubahan dari masa anak-anak menanjak usia remaja. Kalau dulu mas Jo ngalami pubertas itu usia 12 tahun. Suara mulai pecah, perubahan tinggi badan dan mulai naksir cewe. Cewek pertama yang mas Jo taksir namanya Mirna, cuantikke puol Zac."

Zac masih mengernyit, pikirannya belum nyambung dengan obrolan dua orang dewasa di depannya.

"Yowes, searching deh. Ketik mimpi basah, biar si mbah menjelaskan secara medisnya. Kalau mas Jo nggak ngerti bahasa medisnya apa."

Zac membuka layar handphone, lalu ia searching apa yang mas Jo dan mbok Darmi katakan. Tatapannya serius menatap layar ponsel, ia baca dengan teliti lalu matanya sedikit terbuka lebar. Ia mengangguk seakan paham. Lalu bibirnya tersenyum tipis.

"Artinya aku boleh pacaran dong!" jawab Zac santai sambil mengunyah nasi goreng ternikmat buatan mbok Darmi.

"Naksir boleh, pacaran jangan dulu Zac. Nanti papa mama marah sama mbok."

"Mbok jangan bilang sama mama, beres urusannya."

"Memangnya sudah ada cewe yang kamu taksir?" tanya Jo

Zac mengedikkan bahunya pelan, tapi pikirannya mengarah pada satu wajah, gadis itu. Gadis gemoy yang ada dalam mimpinya semalam.

...***...

Kesempatan

"Zac, pulang sekolah jangan kemana-mana. Mas Jo jemput di tepat biasa," teriak Jo setelah menurunkan Zac di gerbang sekolahnya.

"Baik mas Jo!" sahut Zac

Zac berjalan melewati koridor sekolah dengan santai, tas besar menggantung di bahunya berayun seiring gerak langkahnya. Beberapa pasang mata para gadis menatap jijik pada wajah Zac, alasannya hanya satu, luka bakar di wajahnya begitu kentara dan mengerikan. Zac tidak peduli dengan tatapan aneh mereka. Ia terus melangkah dengan semangat setiap harinya.

Ia duduk di baris kedua, membuka buku, tangannya menuliskan sesuatu. Tapi pikirannya tidak berada pada apa yang sedang ia tulis. Di benaknya hanya ada ...

Senja. Si gadis gemoy yang menawan.

"Bonyok, lo dipanggil pak Bimo!" teriak Ervan

Zac bangun dari duduk termenungnya. Kaki panjangnya melangkah menuju ruang Wakepsek. Di sana sudah ada Kepala sekolah, wakilnya dan guru olahraganya, pak Bimo.

"Selamat siang pak," sapanya saat sampai di ambang pintu.

"Duduk sini, Zac!"

Ia pun duduk dengan perasaan bingung dan bertanya-tanya. Pak Bimo tersenyum ramah dan menepuk bahu Zac dengan lembut.

"Bapak baru saja mendapat surat dari kementerian pemuda dan olahraga untuk mengirimkan siswa berbakat di bidang sepak bola untuk mengikuti seleksi masuk PSSI U-17. Bapak tahu kamu memiliki prestasi gemilang sejak kecil di tempat tinggalmu yang lama. Bagaimana, apa kamu ingin mengambil tantangan ini?" tanya kepala sekolah.

"Ini kesempatan emas, Zac," ujar pak Bimo, mantan striker Timnas era 2000. Zac biasa panggil om Bimo saat tidak berada di lingkungan sekolah, karena Bimo teman kecil papanya.

Zac menegakkan punggungnya, kedua telapak tangannya mengusap pahanya dengan gerakan cepat. Senyuman terbit di bibir Zac, "baik pak, saya terima tawaran ini."

Setelah mengurus beberapa administrasi dan mengisi formulir, akhirnya Zac keluar dari ruang kepala sekolah.

Di halaman belakang sekolah, om Bimo membawa Zac untuk bicara empat mata.

"Om, tawaran ini... Apa ada intervensi dari papa?" tanya Zac

"Tentu saja tidak. Kamu tahu papamu sangat disiplin akan hal itu. Dia juga tahu kamu memiliki prinsip seperti kakekmu, tidak ingin memanfaatkan orang lain untuk kepentingan pribadi. Tapi Zac... " ujarnya menggantung kalimat.

Wajah Zac menegang. Telapak tangannya yang ia simpan di dalam saku kini mengepal.

"Om Bimo ingin kamu menuruti permintaan papamu untuk melanjutkan sekolah di Manchester united. Kamu berbakat, kamu bisa. Jangan menyerah sebelum berjuang," sarannya, tatapan Bimo penuh harap.

"Om, kegagalan pertama bikin aku hilang semangat. Aku takut gagal untuk kedua kalinya."

"Om janji akan membina kamu sampai titik darah penghabisan. Formulir sudah sampai di kantor Om kemarin sore. Isi dan tanda tangani, sisanya biar menjadi urusan om dan papa kamu." Bimo menyerahkan map plastik berlogo Manchester united di hadapan Zac.

Di ruang kelas yang sepi, Zac mengelus lembut map yang baru saja ia terima. Jantungnya berdegup kencang, sebuah luka yang masih basah dan harapan yang setipis kabut menjadi satu di dada Zac.

Ia pernah mencobanya tahun kemarin dengan keyakinan penuh dan tingginya harapan. Namun, semua harapannya terbakar hanya dengan satu jawaban. Failed.

Zac mengusap wajahnya sebentar, lalu berusaha untuk fokus pada map yang baru saja diberikan pak Bimo. Ia membacanya sebentar, tidak berapa lama tangannya secara otomatis menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang jumlahnya ratusan dalam bahasa inggris.

Terpopuler

Comments

Dee

Dee

Wah, aku udah ketinggalan banyak bab nih maklum, IRL lagi chaos banget + karya sendiri stuck mulu progressnya sedikit🤭

2025-10-24

2

Dee

Dee

Di Juventus aja zack, aku bakal jd penggemar mu nanti😎

2025-10-24

2

Miu Nuha.

Miu Nuha.

divisual Zac gk dibikin gitu yaa 🤔

2025-10-10

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!