bab 2 tetap diam dan bersembunyi

Masih di kontrakan sederhana, kediaman Viola....

Viola terdiam beberapa saat namun sesaat kemudian ialah pun berkata kembali.

"Tapi lingkungan tempat tinggal ku ini, tidak semudah yang kamu bayangkan, mereka tidak akan menutup mulut dan mata saat mengetahui aku memasukkan pria asing di kediamanku dan itu akan membuat hidupku menjadi sulit..!"

"Hmph..!"Jovan menarik nafas perlahan ia mengerti bukan berarti Viola tidak ingin keberadaannya di sana hanya saja ia tidak ingin menimbulkan prasangka dan nada-nada sumbang yang nantinya akan menghancurkan reputasi dan nama baiknya di lingkungan tempat tinggalnya.

Diam-diam Jovan merasa Viola seorang wanita yang sangat menjaga diri dan ia pun menganggukkan kepalanya dan menyetujui akan segera pergi dari kediaman Viola.

Pagi itu, setelah menyiapkan sarapan seadanya, Viola bersiap-siap untuk berangkat kerja ke pabrik garmen. Ia menoleh sebentar ke arah Jovan yang masih duduk di kursi di dalam kamar tamu, wajahnya tampak tegas namun menyimpan gelisah.

 "Jovan, tolong ya… jangan keluar dulu. Tetangga di sini gampang sekali curiga kalau lihat orang asing, apalagi…-" Viola melirik sebentar ke arah jendela, dimana para ibu -ibu di komplek itu.

"Saya nggak mau jadi bahan omongan..."

Jovan mengangguk pelan, seolah setuju. "Baik, aku akan diam di sini. Kamu tenang saja."

Viola tersenyum lega, lalu berangkat kerja dengan langkah cepat.

Namun, begitu pintu rumah tertutup, wajah Jovan berubah muram. Ia menatap jam tangan mahal di pergelangan tangannya, lalu menarik napas panjang.

"Aku nggak bisa terus berdiam di sini. Mereka pasti masih mencari. Kalau aku terlalu lama, justru Viola yang akan kena masalah."

Ia meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Datang sekarang. Bawa mobil cadangan. Aku harus segera pergi dari sini," ucapnya singkat, suaranya penuh wibawa.

Tak lama kemudian, sebuah mobil hitam mewah berhenti tak jauh dari kontrakan Viola.

 Jovan keluar diam-diam, hanya membawa langkahnya.

Ia menoleh sebentar ke arah rumah sederhana itu. Ada rasa berat di hatinya.

"Maaf, Viola… aku tidak sempat pamit. Semoga kita bisa bertemu lagi."

Lalu ia pun melangkah masuk ke mobil dan pergi meninggalkan gang sempit itu.

Sementara itu, para tetangga yang sejak pagi memperhatikan rumah Viola mulai berbisik-bisik.

"Eh, tadi itu siapa ya? Ada mobil gede nongkrong di depan rumah Viola."

"Iya, aku lihat juga. Kayaknya orang kaya. Jangan-jangan dia punya simpanan?"

"Hush, jangan ngomong sembarangan. Tapi memang aneh, soalnya Viola kan kerja di garmen, gajinya mana cukup buat beli mobil begituan."

Bisik-bisik semakin ramai, membuat suasana jadi penuh spekulasi. Ada yang sinis, ada pula yang penasaran.

Di sisi lain, saat jam istirahat kerja, Viola duduk di kantin pabrik. Ia merasa gelisah. Pikirannya terus melayang pada sosok Jovan.

"Tadi pagi dia janji nunggu… tapi kalau dia bener-bener pergi tanpa bilang, gimana aku bisa nemuin dia lagi? Bahkan kami belum sempat tukeran nomor…"racau batinnya

Hatinya digelayuti rasa bingung dan kecewa. Sementara ia belum tahu, gosip di sekitar rumahnya sudah mulai tersebar.

Hari itu, Viola merasa tidak tenang sepanjang bekerja. Berkali-kali ia mencuri pandang ke jam dinding pabrik, hatinya dipenuhi rasa cemas. "Bagaimana kalau pria itu butuh sesuatu? Bagaimana kalau ada tetangga yang curiga dan melapor?"

Akhirnya, dengan alasan tidak enak badan, ia meminta izin pulang lebih awal. Langkahnya tergesa, menembus gang sempit menuju kontrakan.

Namun begitu tiba di depan rumah, hatinya langsung tercekat.

Pintu rumahnya , hanya tertutup, tanpa terkunci, Viola membuka pintu dan memeriksa kamar satu persatu dengan panik, memanggil pelan, Jo... Jovan…kamu di mana…?"

Sunyi.

Ruang tamu kosong, hanya meninggalkan gelas yang tadi pagi ia gunakan untuk menyuguhkan air putih. Tak ada jejak keberadaan Jovan. Viola masuk ke kamar, ke dapur,bahkan ke halaman belakang semua hening.

Ia menjatuhkan diri di kursi kayu, matanya berkaca-kaca.

"Kenapa… kenapa ia pergi begitu saja tanpa bilang apa-apa? Bahkan… nomor pun kita belum sempat tukar…" bisiknya lirih.

Dari luar, samar terdengar suara bisik-bisik tetangga.

"Itu lho, Vio pulang lebih cepat. Pasti mau ketemu sama pria yang tadi pagi.'

"Eh, tapi kok orangnya nggak ada ya?"

"Mungkin sudah kabur. Jangan-jangan beneran bukan orang baik-baik."

Viola menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Ya Allah… apa yang harus aku lakukan?" Ia merasa dihantam dua rasa sekaligus.

kecewa karena Jovan menghilang, dan cemas karena tetangganya mulai berspekulasi.

Di lubuk hatinya, Viola masih yakin pria itu bukan sembarangan orang. Ada sesuatu yang besar disembunyikan Jovan. Tapi sekarang yang tersisa hanya tanda tanya dan kerinduan yang menggantung.

"Kalau memang kita ditakdirkan bertemu lagi, pasti ada jalan…," bisiknya, berusaha menenangkan diri meski hatinya perih.

Sementara di tempat yang berbeda...

Di sebuah rumah mewah yang disediakan oleh orang kepercayaannya, Jovan terbaring di sofa empuk. Lampu temaram menyinari wajahnya yang masih pucat, bekas luka di lengannya belum sepenuhnya pulih. Bau obat dan perban masih menyelimuti ruangan.

Namun, pikirannya justru melayang jauh… bukan pada luka, bukan pada musuh-musuhnya… melainkan pada Viola.

"Kenapa wajahnya terus muncul di benakku?" gumamnya pelan, menatap langit-langit.

Bayangan senyum sederhana Viola, caranya menunduk penuh sopan, bahkan sorot matanya yang tulus saat menolongnya malam itu semua itu membuat dada Jovan terasa sesak.

Ia menggenggam kepalanya.

"Tidak mungkin… aku ini siapa..? Hidupku penuh bahaya. Sedangkan dia… gadis biasa, pekerja keras, polos… seharusnya aku menjauh, bukan memikirkan."ujar Jovan bermonolog.

Namun semakin ia mencoba menepis, semakin kuat rasa itu menekan hatinya. Ada sesuatu dari Viola yang berbeda bukan sekadar belas kasihan karena ia ditolong, melainkan ketulusan yang jarang ia temui di lingkaran hidupnya yang keras.

Diam-diam, Jovan tersenyum tipis.

"Mungkinkah… aku jatuh cinta pada gadis sederhana itu?" bisiknya, nyaris tak percaya pada dirinya sendiri.

Tapi hatinya kembali berat saat ia menatap ke luar jendela, memastikan pintu rumah aman itu terkunci rapat. Ia tahu musuh-musuhnya masih mencarinya, dan kembali ke rumah orang tuanya hanya akan membahayakan semuanya.

Namun satu hal pasti, sejak pertemuan itu, Viola sudah mengisi ruang yang tak pernah ia biarkan orang lain memasukinya.

Dan entah bagaimana, kisah selanjutnya,ia tidak pernah tahu bahwa cepat atau lambat, mungkinkah takdir akan membawanya kembali pada gadis itu.?

Sementara di di sisi yang lainnya di rumah kontrakan sederhana milik Viola.ia duduk di tepi ranjang kecilnya malam itu. Tubuhnya lelah selepas bekerja, tapi matanya enggan terpejam. Sesekali ia menatap jendela yang dibiarkan terbuka, langit malam berhiaskan bulan sabit.

"Kenapa aku malah mengingat dia?"bisiknya lirih.

Ia menggeleng, berusaha menepis bayangan wajah "pria misterius" yang sempat ia tolong. Awalnya ia yakin, setelah pria itu pergi tanpa jejak, semuanya akan berlalu begitu saja. Namun justru sebaliknya—ada kerinduan yang diam-diam tumbuh, kerinduan yang tak masuk akal.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!