Malam Kesendirian

Kamar yang cukup lama tidak ditempati, nuansanya tetap sama. Tidak ada yang berubah hanya beberapa barang yang dia bawa ke tempat Delan, tapi sekarang sudah dia bawa kembali. Gadis itu membuka kopernya, menata kembali barang yang tidak terlalu banyak ke tempat semula, tempat awalnya sebelum pindah ke tempat Delan.

Tidak butuh waktu lama karena barangnya tidak banyak, masih banyak yang dia tinggal di tempat Delan setelah mendapatkan persetujuan pria itu. Setelah memastikan semuanya beres, Radella merebahkan diri di kasurnya. Matanya terpejam meresapi perasaan aneh yang terus dirasakan saat keluar dari rumah Delan.

Kamar yang sering dia rindukan, menjadi saksi bisu curahan hatinya. Namun, sekarang dia malah kesepian saat masuk tadi. Saat memejamkan mata sekarang pun, dia merasa berada di kamar yang dia tempati setahun terakhir ini bersama seorang pria, yang tak lain adalah suaminya, sebelum mereka memutuskan untuk berpisah sekarang.

"Ada apa denganku? Bukankah ini keinginanku?" keluh Radella membuka matanya. Wajahnya terlihat frustasi karena ketidaknyamanan perasaannya.

"Harusnya aku lega, aku senang. Bukan malah gelisah seperti ini!" teriaknya melampiaskan frustasinya.

Perempuan itu mencoba menarik napas, melepaskan dengan pelan-pelan untuk menenangkan diri. Otaknya dia alihkan pada hal lain, tapi malah terus terbayang momen sederhana bersama Delan selama ini. Padahal, selama mereka menikah tidak ada hal romantis yang perlu dikenang atau membuatnya berdetak tidak karuan.

Hanya momen sederhana, kehidupan sehari-hari sebagai seorang yang tinggal bersama bukan dua orang yang sedang hidup bersama. Namun, dirinya langsung membeku saat momen itu terus berlanjut hingga ciuman semalam mereka, yang katanya ciuman pertama dan terakhir. Wajahnya memanas, dengan perasaan yang semakin kalut.

"Ini tidak beres, sementara Delan sudah merasa lega tapi kenapa aku malah gelisah seperti ini!" Dia menggeleng beberapa kali mengusir bayangan yang bisa membuatnya kalut.

Dia segera beranjak, masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Meski sebelum pulang, dia sudah membersihkan tubuhnya di rumah Delan. Dia hanya ingin menyegarkan pikirannya dan mengenyahkan bayangan bersama Delan. Radella merasa ada yang salah dengan dirinya, tidak seharusnya seperti sekarang karena mereka sudah bulat memutuskan berpisah dan menjalin dengan kekasih masing-masing tanpa ada rasa bersalah saling mengkhianati.

Cukup lama Radella membasahi seluruh tubuhnya hingga dirinya merasa kedinginan karena waktu juga mulai beranjak malam. Dia segera menyudahi dan keluar dengan baju tidur yang nyaman. Langkah kakinya berjalan menuju jendela, membukanya dan duduk di kusen jendela membiarkan punggungnya merasakan angin segar.

"Harusnya, ada balkon kamar seperti di rumah Delan," bisiknya tanpa sadar.

Tidak lama, suara ketukan terdengar disertai panggilan untuknya. Setelahnya pintu terbuka menampilkan seorang gadis cantik yang lumayan mirip dengannya, gadis itu berjalan sambil tersenyum cerah, berbanding terbalik dengan dirinya yang terlihat kusut padahal habis mandi.

"Kebiasaan banget langsung nyelonong," sindir Radella menatap pergerakan gadis itu yang langsung rebahan di kasurnya.

Gadis itu kembali duduk, menatap kakanya yang duduk di kusen jendela dengan rambut basah. Dia baru pertama melihat jendela kamar kakaknya terbuka selama dirinya hidup, karena perempuan itu sedari dulu anti membuka jendela apalagi sampai duduk seperti itu.

"Aku tadi sudah mengetuk pintu, memanggil nama Kakak juga," balasnya tidak ingin kalah. Dia juga hafal, kakaknya jarang mengunci pintu kamar yang membuatnya mudah untuk masuk saat ketukannya tidak ada respon.

Radella tidak membalas, memilih beranjak lalu ikut bergabung di kasurnya bersama sang adik yang usianya tidak terpaut jauh dengannya. "Mau ngapain ke sini?" tanyanya menatap adiknya datar.

"Yaelah, Kak, biasa aja dong. Harusnya, Kakak berterimakasih karena selama Kakak gak di sini, aku yang sering membersihkan kamar ini," jawabnya sambil memasang wajah jumawa.

"Gak sopan, gak ada orangnya malah ditempati," dengus Radella.

"Kak, aku membersihkan, bukan menempati!" balas adiknya dengan menekan setiap katanya.

Radella tidak membalas, memilih merebahkan tubuhnya sambil menutup mata. Harusnya dia mengeringkan rambutnya terlebih dahulu, agar lebih nyaman dan tidak membuat sakit kepala saat dibawa tidur. Namun, perempuan itu terlalu malas untuk bertindak.

Sang adik menatap kakanya, mengamati wajah Radella yang tengah menutup mata. Matanya berkilat geli saat menelisik wajah Radella. "Kakak, galau, ya!" Tawa sang adik pecah membuat Radella membuka mata dengan pandangan tidak suka.

"Siapa yang galau? Ngapain juga galau?" balas Radella tidak terdengar meyakinkan sama sekali.

"Kakak ngapain pisah sama bang Delan coba, laki-laki setampan itu malah ditinggalin," balas adiknya.

"Kamu tahu apa tentang perasaan. Sudah keluar sana, Kakak mau istirahat!" usir Radella. Dia tidak ingin mendengar atau membahas tentang Delan dan pernikahannya.

"Tapi, Kakak kalau pisah sama bang Delan juga gak masalah, sih. Aku yang akan menggantikan Kakak, aku terima apapun kondisi bang Delan," celutuk adiknya dengan santai. Namun, tidak dengan Radella yang langsung terduduk menatap kesal.

"Rasyafa, keluar dari kamar!" teriaknya yang langsung disambut tawa lebih keras dari adiknya. Namun begitu, Rasyafa tetap berjalan keluar. Sebelum menghilang, dia kembali menoleh memberikan tatapan ejekan kepada Radella yang membuat perempuan itu hanya bisa mendengus kesal.

***

Malam sudah larut, tapi Delan enggan untuk beranjak dari posisinya sekarang. Tetap berdiri di balkon kamarnya, menatap langit yang semakin gelap sedari tadi. Padahal angin malam cukup dingin untuk menyentuh kulitnya.

Rasanya langsung hampa saat salah satu penghuni kamar mereka selama setahun ini pergi. Harusnya dia lega seperti yang dikatakan tempo lalu, tapi dia malah merasa kehilangan. Telepon yang sedari tadi berdering menampilkan nama kekasihnya dia abaikan, padahal mereka telah berjanji untuk jalan malam ini.

Nyatanya, pulang dari rumah Radella untuk mengantarkan perempuan itu, dirinya malah terjebak di balkon kamarnya. Beranjak hanya saat dia haus atau ada perlu lainnya sebentar. Mengingat momen manis malam terakhir mereka sebelum mereka berpisah.

"Apa Radella sudah tidur?" bisiknya pelan. Menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dia hafal, kalau Radella tidak bisa tidur terlalu larut.

Kepalanya memutar waktu keseharian mereka, di mana saat dirinya masih berdiri di balkon seperti itu, Radella akan memanggil untuk mengajak tidur. Meski mereka tidur dengan pembatas guling, tapi Radella selalu mengajak tidur di waktu yang sama.

Delan tersenyum tipis, momen sederhana itu sekarang terasa menyesakkan saat diingat. Sekarang, dirinya malah merindukan momen itu, di mana Radella memanggil dengan keras lalu mengajaknya tidur, kalau dirinya menolak, perempuan itu akan mengoceh panjang lebar yang membuat Delan pusing mendengarnya.

Tidak ingin berlarut, pria itu segera beranjak. Menutup pintu balkon lalu menatap kasur mereka yang tampak rapi dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Malam pertama baginya untuk kembali tidur sendiri, setelah satu tahun tidur bersama Radella. Mulai sekarang dan seterusnya, dia akan tidur sendiri tanpa ada panggilan dari Radella.

"Harusnya tidak seperti ini," desah Delan membaringkan tubuhnya.

Sebelum benar-benar terlelap, ponselnya kembali berdering panjang. Karena pikirannya sedari tadi mengingat Radella, dia dengan cepat menerimanya berharap sang penelepon benar-benar Radella tanpa melihat namanya.

"Akhirnya, kamu angkat telepon aku juga. Kenapa kamu mengabaikan aku, bukankah harusnya kita jalan-jalan seperti yang kamu janjikan?"

Delan tersentak, menjauhkan teleponnya dan melihat nama yang tertera. Dia menghela napas saat tahu bukan Radella yang menghubunginya. Melainkan, sang kekasih yang menagih janjinya karena dirinya menghilang begitu saja.

"Maafkan aku, besok kita jalan-jalan seharian, ya," balas Delan setelah berpikir sebentar. Dia harus fokus pada kekasihnya, mengalihkan pikirannya dari Radella dan bersama sang kekasih yang sudah dua tahun menemaninya dirinya. Namun, ada satu perasaan yang seakan tidak rela dengan pikirannya barusan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!