Salah Paham

Pagi itu, cahaya matahari menembus celah dedaunan, menciptakan bayangan lembut di halaman rumah. Anin berdiri di bawah pohon, tangannya mengayun sapu lidi, menyapu daun-daun kering yang berguguran di halamannya.

“Eh, itu Anin, kan?”

Beberapa gadis mengenakan seragam sekolah menengah pertama berdiri tak jauh dari rumah Anin.

“Iya,” jawab gadis lain.

“Kita samperin yuk,” ajaknya.

Mereka melangkah mendekat, sepatu mereka menggesek dedaunan yang telah Anin kumpulkan dekat pagar.

“Hai, Anin.” Suara manisnya terdengar seperti madu yang menutup racun.

Anin menoleh perlahan, menatap wajah-wajah gadis yang satu kelas dengannya dulu. “Ada urusan apa?”

“Santai, kita cuma nyapa aja kok,” jawab Ikke—siswi paling cantik nan tinggi di antara mereka.

“Oh iya, kata ibuku, kamu berhenti sekolah ya?” tambahnya.

Anin mematung, berbalik, dan membelakangi mereka.

“Eh, jawab dong! Kamu berhenti sekolah, kan?” Ikke mengulang, nadanya lebih nyaring.

Anin tetap membisu, ia tahu Ikke bertanya hanya untuk mengejeknya.

“Kamu budek ya?” sindir Ikke.

Anin melirik, tatapannya tajam. “Kenapa kalau aku berhenti sekolah? Kalian pasti mau ngejek, kan?”

Ikke tertegun, melotot menatap Anin. “Sok banget sih!”

“Terserah aku. Selama aku nggak minta makan sama kalian, aku punya hak untuk sombong,” jawab Anin dingin.

Dia meletakkan sapu lidinya, hendak melangkah ke arah pintu. Tiba-tiba tangannya di cengkeram dan tubuhnya ditarik kencang dari belakang.

“Apa sih mau kalian?” tanya Anin, suaranya sedikit meninggi.

“Kita mau kamu celaka!” seru Ikke, kemudian menyeringai.

Seketika rambut Anin ditarik kasar. Dua gadis lain mencengkeram tangan Anin, dan menyeretnya menjauh dari rumah.

“Lepasin! Sakitt!!” jerit Anin.

“Sakit? Utututu, kasian ... Tapi kamu pantes dapetin ini karena kamu udah rebut pacar Delima!!” bentak Ikke.

“Maksudnya?” Anin mengernyit.

“Jangan pura-pura bego. Semua orang di sekolah kita juga tahu kamu ngerebut Candra dari adikmu,” tuding Ikke.

“Aku nggak ngerebut siapa pun! Aku dan Candra cuma teman jadi tolongg, lepasin ...” ucap Anin, suaranya pecah. Air mata merembes di sudut mata.

“Mana ada maling ngaku? Kalau maling ngaku pasti penjara penuh!” seru Ikke.

Ikke menarik rambut Anin semakin kencang, sedangkan teman-temannya terus menyeret Anin hingga ke depan gang buntu. Tanpa aba-aba, Ikke menendang bokong Anin, membuat wajahnya mencium aspal. Seketika rasa perih menjalar di pipi Anin.

“Apa salahku? Aku nggak pernah ganggu kalian,” ucap Anin dengan lirih.

“Kamu nggak ganggu tapi karena kamu, kita selalu dibandingin guru! Mereka bilang hidupmu terarah, punya tujuan, punya mimpi. Sedangkan kami? Dicap perusak nama sekolah!” Suara Ikke bergetar, tetapi amarahnya tak surut.

“Aku nggak bermaksud bikin kalian iri. Aku juga bingung kenapa para guru selalu banding-bandingin aku sama anak-anak yang lain,” tutur Anin.

“Kita iri? Hahaha, ngapain iri sama orang yang nggak punya ibu?” Ikke menyeringai bengis. “Kita mau kamu ketemu ibumu di neraka!”

Bukk!

Sebuah buku tulis menghantam pipi Anin dengan keras. Anin memejam, sesekali merintih kesakitan, tetapi ia tak bisa melakukan apa pun karena tangan dan kakinya di cengkeram erat.

“Tolong berhenti ....” Suara Anin terisak, air mata semakin mengalir deras.

Ikke tak menjawab, dia berjongkok, dan mencengkeram dagu Anin. “Kami nggak akan berhenti!” tegasnya.

Tangan Ikke melingkar di leher Anin, mencekiknya kencang. Anin terbelalak, mulutnya terbuka lebar, dan tangannya berusaha menarik tangan Ikke.

...**...

Langkah seorang pria terhenti di ujung gang. Matanya membelalak memandang beberapa gadis dalam gang buntu.

“Itu Anin?” Suaranya tercekat. Tanpa pikir panjang, dia berlari. “Anin!!”

“C—Candra ...” ucap Anin pelan.

Candra langsung mendorong Ikke, membuatnya terjatuh. Ikke menoleh, memandang Candra di belakangnya.

“Kenapa Candra ada di sini?” tanya Ikke.

“Harusnya aku yang nanya, kenapa kalian siksa Anin?” tanya Candra.

“Karena dia ngerebut kamu dari Delima!” tuduh Ikke.

“Ngerebut? Aku nggak pacaran sama Delima dan cuma Anin—perempuan yang aku cinta!” tegas Candra.

“Tapi Delima lebih cantik,” ucap Ikke.

“Cantik nggak ada artinya kalau hatinya busuk dan aku nggak akan diam aja lihat kalian siksa Anin!” tekan Candra.

Tanpa aba-aba, Candra menampar pipi Ikke. “Ini baru permulaan,” katanya.

Dia meraih sebatang kayu, mengangkatnya, hendak memukul Ikke.

“Cukup, Candra! Jangan jadi pembunuh hanya demi aku,” tutur Anin.

Candra menoleh, menatap wajah Anin yang penuh luka. “Tapi mereka—”

“Biar Allah yang balas,” ujar Anin.

Kayu itu terhempas. Candra berjongkok, menggendong Anin, lalu berjalan ke arah rumah Anin. Sesampainya di teras, ia menurunkan Anin, berjongkok di depannya, dan menempelkan plester di pipi Anin.

“Ndra ...” panggil Anin.

“Ya, Nin?”

“Kamu beneran cinta sama aku?”

Candra tersenyum tipis. “Iya. Aku udah cinta kamu dari lama tapi aku takut ngerusak persahabatan kita,” jawabnya.

Anin tertegun, jantungnya mendadak berdegup kencang, dan lehernya seolah tercekat, membuatnya sulit berbicara.

Candra menatap Anin, menggenggam tangannya, lalu menciumnya. “Aku tahu ini terlalu mendadak jadi aku bakal buktiin kalau aku cinta kamu.”

Dia tersenyum, lalu bangkit. “Aku pulang dulu ya. Assalamualaikum.”

Candra berbalik, dan melangkah pergi. Anin terpaku memandang Candra hingga menghilang perlahan.

“Siapa dia? Berani sekali cium tangan kamu.”

Suara berat dari arah belakang.

Anin menoleh, matanya membelalak, dan wajahnya pucat. “A—ayah ....”

“Jadi begini kelakuanmu di belakang saya? Untung saya tidak izinkan kamu lanjut sekolah. Kalau iya, rugi saya karena menyekolahkan perempuan murahan,” ucap ayahnya.

“Itu nggak seperti yang ayah pikir. Candra cuma—”

“Cukup! Saya nggak mau masuk neraka karena kamu berzina! Lebih baik saya nikahkan kamu!” tegas ayah.

Anin menggeleng cepat, ia bangkit, berusaha memegang tangan ayahnya. “Aku mau sekolah, Yah. Bukan nikah.”

Tak ada jawaban, ayahnya berjalan masuk ke dalam tanpa menoleh ke arah Anin sedikit pun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!