Rencana ke Bandung lagi

Jam 22.05 Revan tiba di rumah, dan suasana rumah tampak gelap gulita, hanya lampu penerangan teras dan jalan yang masih menyala. Revan memarkirkan mobilnya dengan sangat hati-hati khawatir membangunkan seisi rumah, terutama putri bungsunya yang akhir-akhir ini mengalami kesulitan tidur.

Sebelun Revan membuka pintu utama dengan pelan, dia melepas alas kakinya agar tak menimbulkan suara gaduh. Namun usahanya sia-sia, tiba-tiba ponselnya berdering nyaring. Pria itu ikut terkejut dan berjalan tergesa memasuki ruang makan, dia segera merogoh saku celananya dan mengeluarkan gawai yang membuat kegaduhan di malam yang sunyi.

"Siapa sih malam-malam begini nelpon, kayak nggak ada kerjaan aja...." Gerutunya. 

Revan menarik kursi dan melihat siapa si penelpon, dia sedikit kesal, namun belum sempat dia mengangkat telepon sebuah suara mengagetkannya.

"Sayang ngapain kamu gelap-gelapan di situ!" Pekik Revan, dia mengusap dadanya untuk menetralkan detak jantungnya yang berdegup kencang. Revan mengurungkan menerima telepon.

"Ambil minum," jawab Melati singkat. Melati menatap Revan dengan tatapan dingin, lalu melangkah pergi. Revan sedikit keheranan tak biasanya Melati mengabaikannya.

"Sayang mau kemana?" Tanya Revan, mencekal pergelangan tangan istrinya.

"Tidur."

"Tumben nggak menemani mas."

"Aku capek, seharian mengurus anak-anak."

"Biasanya kamu tak melewatkan satu malam menemaniku, meski kadang mengeluh capek mengurus anak-anak."

Melati tak membalas pernyataan suaminya. Wanita itu memejamkan mata sejenak untuk mereda gejolak hati yang membuncah.

Melati malah melontarkan pertanyaan yang membuat Revan bingung menjawab.

"Kenapa nggak di angkat?" Tanyanya.

"Apanya?" Tanya Revan canggung, dia mengusap tengkuknya yang berkeringat berkali-kali.

"Telponnya." Jawab Melati gemas.

Revan mengibaskan tangan tak ambil peduli lalu mendekap tubuh istrinya dari belakang. 

"Telpon nggak penting, biarin aja."

"Ohh...."

Melati kembali memejamkan kedua matanya, menikmati pelukan hangat Revan, namun ketika mengingat struk pembelian susu ibu hamil, hatinya berdenyut nyeri. "Aku yakin kamu menyembunyikan sesuatu dariku mas," batinnya.

"Siapkan air ya, jangan lupa seperti biasa."

Melati melepas dengan kasar tangan Revan yang melingkar intim di pinggangnya.

"Aku nggak bisa."

"Kenapa? tidak biasanya kamu nolak, suamimu hafal betul tanggal  datang bulan kamu lho."

Melati mendengus dan menatap Revan intens, "sudah aku bilang kan, aku capek. Tolong ngertiin."

Melati melangkah pergi, tanpa memperdulikan Revan yang menatapnya keheranan.

"Istriku kenapa sih? Tidak biasanya dia seperti itu, padahal tiap aku pulang dia selalu setia menungguku, menghabiskan malam bersama."

Revan menatap layar ponsel di dalam genggamannya. "Telpon sialan! Seandainya peristiwa itu tak terjadi, hidupnya pasti tenang. Tapi kejadian itu begitu cepat."

Revan memutar tubuhnya menaiki anak tangga untuk menyusul istrinya. Diatas ranjang, Melati tidur dengan membelakangi pintu. Revan sangat yakin Melati belum sepenuhnya tidur.

"Sayang kamu belum tidur."

Melati membisu dan pura-pura memejamkan matanya. Dia merasakan ranjang bergerak  dan sebuah usapan lembut terasa di dahinya.

"Ya udah, kamu tidur. Mas ngerti kok, kamu capek seharian karena mengurus anak-anak kita. Jadi malam ini mas nggak minta jatah."

Revan tersenyum dan beringsut dari atas tempat tidur, beberapa detik kemudian terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi.

Melati membuka kelopak matanya, dan mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar, tatapannya tertuju pada ponsel suaminya yang tergeletak diatas nakas.

Dia menoleh ke pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Dengan tangan yang sedikit gemetar, dia mengambil ponsel itu. Dengan harapan mengungkap suatu kebenaran yang disembunyikan suaminya.

Melati menekan tombol power, terkesiap, ponsel yang dulu tanpa beri sandi kini menampilkan 6 titik yang mengharuskan dia memasukkan kode sandi, berulang kali dia memasukkan sandi dari tanggal pernikahan, ulang tahun dirinya dan Revan tapi tak ada satupun yang membuka kunci sandi ponsel di tangannya.

"Keterlaluan kamu mas ..."

Melati buru-buru meletakkan ponsel itu dengan posisi seperti semula, saat suara gemericik air dari dalam kamar mandi berhenti. Beberapa menit kemudian pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Revan keluar dengan rambut yang basah. Kedua mata Melati tak sepenuhnya terpejam menghadap ke pintu kamar mandi, dalam pandangan redup dia melihat rambut suaminya yang basah. Tiba-tiba timbul rasa jijik.

"Dia pasti habis bergumul dengan wanita lain," batinnya perih. "Cinta yang selama ini kamu tunjukkan padaku semuanya palsu mas."

Setelah memakai piyama tidurnya, Revan naik ke atas tempat tidur. Dia memandang istrinya penuh cinta, sebelum memberikan kecupan lembut di kening.

"Selamat tidur sayang, moga mimpi indah ya. Sebenarnya sangat disayangkan malam ini kita melewatkan malam-malam indah seperti sebelumnya. Tapi nggak apa-apa aku ngerti kok kamu capek."

Revan membawa tubuh Melati ke dalam dekapannya membisikkan kata-kata cinta yang membuat Melati terbuai. Tak lama kemudian dengkuran halus terdengar.

Sementara itu Melati mencoba menepis semua kecurigaannya,saat mendengar kata-kata cinta yang suaminya ungkapkan.

"Aku ingin percaya kamu tak mengkhianatiku mas, tapi dua bukti yang mengarah ke sebuah perselingkuhan sudah aku pegang, struk pembelian susu ibu hamil, ponsel yang sekarang dikunci."

Susah payah Melati memejamkan mata, akhirnya dia bisa tertidur pulas dalam dekapan Revan.

Melati meraba kasur di sebelahnya, tapi tak menemukan suaminya. Seketika itu juga matanya terbuka dan mengedarkan pandangan ke penjuru kamar.

"Kemana mas Revan kok nggak ada?"

Wanita itu menyibak selimut dan menurunkan kakinya, dia berjalan ke arah balkon yang terbuka mencari keberadaan suaminya. Namun dia tak menemukan Revan. Dahinya mengernyit berpikir dimana keberadaan Revan.

Perlahan dia membuka pintu kamar dan menuruni anak tangga, sayup-sayup dia mendengar suara yang sangat dia kenali tengah berbicara, entah dengan siapa.

"Aku sudah bilang kan Dewi, jangan pernah meneleponku saat aku sedang di rumah, kamu ngerti nggak sih?"

"Iya, tapi aku udah nggak sabar menunggu aa. Kapan kamu ke Bandung lagi. Aku kangen tau nggak?" Rengek perempuan bernama Dewi di seberang telepon.

Revan menggertakkan giginya. "Denger ya Wi, aku hanya bertanggung jawab atas masa depan anak itu, jangan meminta hal yang lebih. Apalagi kamu berusaha menjadi bagian dari hidupku, mustahil! Aku hanya mencintai istriku!"

"Tapi a aku menyukaimu saat pertama kali melihatmu, nggak ada salahnya kan seandainya kita menikah. Toh kamu mampu menafkahi istri-istrimu."

Revan menggeram. "Jangan mimpi Dewi!" Bentaknya dengan suara lirih.

"Siapa Dewi mas?"

Revan terperanjat dan menoleh ke belakang. "Sayang?"

"Siapa Dewi mas?" Melati kembali mengulang kalimatnya dengan tatapan dingin menusuk. Pandangan Melati mulai mengabur.

"Bukan siapa-siapa sayang, dia hanya kolegaku. Dia ingin membatalkan kerja sama yang tadi siang baru kita sepakati."

"Ohhh... Kolega macam apa mas, nelpon jam 2 dini hari begini, perempuan lagi? Nggak mungkin Dewi itu nama laki-laki?" gumamnya tapi cukup di dalam hati.

"Kamu pasti terbangun karena Ayana kan? Dia itu persis kayak ayahnya, suka ganggu kamu malam-malam tanpa tau kondisi kamu," ucap Revan sambil merangkul bahu istrinya. "Kita ke kamar yuk, aku pijitin sampai kamu pulas."

Melati meneguk ludahnya yang terasa nyangkut di tenggorokan, kemudian mengangguk mengikuti ajakan suaminya.

Melati trus menatap wajah suaminya yang tengah memijit kakinya.

"Kenapa melihatku seperti itu sayang?"

Melati menggeleng. "Nggak apa-apa."

"Oh iya sayang besok mas mau ke Bandung lagi, cuma dua hari kok."

Melati tersentak. "Ke Bandung lagi mas, mau ngapain baru seminggu yang lalu mas dari sana."

Revan menarik nafas dalam. "Ada masalah lagi di perusahaan cabang, dan mas harus menanganinya langsung."

"Sebenarnya ada masalah apa sih mas, perusahaan yang bermasalah atau kamu yang bermasalah mas?"

Revan tersentak pertanyaan Melati membuatnya tersudut.

"Maksud kamu apa sayang?"

"Nggak apa-apa mas, aku ngantuk mau tidur."

Melati berbalik memunggungi suaminya, sedangkan Revan hanya mematung, di kepalanya dipenuhi banyak pertanyaan.

"Apa istriku mulai curiga ya?"

Terpopuler

Comments

NH..8537

NH..8537

seharusnya km jujur sj Van..itu lebih baik daripada istri..mu tau sdri malah lebih sakit..ingat perjuangan..mu mendapatkan melati🥹 lanjuttt kak Raina💪🙏

2025-10-03

1

siti maesaroh

siti maesaroh

melati udah curiga van,,hatiku hancur rasanya kenapa lukanya melati sampai kehatiku kk sakit bngt yakin😭

2025-10-02

0

Mamahnya Rayhan

Mamahnya Rayhan

semangat 💪 Thor

2025-10-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!