Kejujuran Ibu

Suara pisau yang sedang mengiris sayur memecah keheningan antara ibu dan anak itu. Ira yang tak bisa menutupi rasa malunya, hanya bisa menunduk di hadapan sang anak. Sementara Alana tak tahu lagi harus bicara apa, dia kini memvalidasi sindiran tetangga yang selalu dilayangkan pada mereka berdua.

Dapur itu hanya bersuara kan alat masak yang sedang mengolah bahan makanan. Tak ada obrolan antara ibu dan anak yang biasanya terjadi setiap hari. Alana masih mencerna semua yang terjadi, yang dia lihat antara sang ibu dan Pak Joko, tetangga mereka yang merupakan supir pribadi Bara.

"Ibu akan di jelaskan di rumah, sekarang kita siapkan dulu makan malam. Lalu pulang," ucap ibunya sambil menyelesaikan pekerjaannya.

"Sudah berapa lama, bu?" Tanya Alana dengan nada getir. Suaranya nyaris hilang, tersendat karena sakit hati yang membuat dadanya sesak.

"Sudah kubilang akan kujelaskan di rumah!" Bentak Ira yang terdengar sampai ke luar rumah. Yuniar yang baru saja pulang, tanpa sengaja mendengar keributan antara ibu dan anak tersebut.

"Rumahku bukan tempat untuk bertengkar, aku harap kalian bisa profesional. Selesaikan masalah hanya di rumah kalian," jelas Yuniar yang tak nyaman dengan pertengkaran mereka. Walau penasaran dengan apa yang mereka ributkan, Yuniar tak ingin merusak image nya yang elegan menjadi wanita yang ikut campur urusan orang lain. Apalagi hanya sekedar pembantu.

Ira dan Alana pun menyelesaikan pekerjaan mereka. Walau kepala mereka diliputi keresahan dan pertanyaan yang belum terungkap, namun keduanya tetap profesional.

Mereka berdua sama pun pamit seusai memasak makan malam. Saat keluar rumah, cahaya jingga keemasan menyoroti langkah keduanya. Sinarnya yang indah, tak bisa menutupi kegundahan yang di rasakan keduanya.

Sepanjang jalan keduanya hanya membisu, jalanan menuju rumah kontrakan sepi walau kampung tersebut padat dengan penduduk. Namun, hal itu dianggap baik oleh ibu dan anak yang sedang berjalan agar tak di perhatikan oleh tetangga yang setiap hari menyindir dan menggosip kan mereka.

"Ibu mau mandi dulu, kamu taruh makanannya di atas meja itu."

Alana tak menjawab, hanya melakukan apa yang di perintahkan ibunya. Kilatan antara ibunya dan Pak Joko, mengganggu pikiran Alana. Tak menyangka jika sang ibu bisa melakukan hal yang melewati batas.

"Kamu gak mandi?" Tanya Ira yang baru keluar dari kamar mandi.

Alana tak menjawab, dia hanya masuk ke dalam kamar mandi sempit kontrakannya.

Tanpa raut wajah penyesalan, Ira hanya melakukan aktivitas biasanya. Namun, pikirannya kalut. Tak tahu harus menjelaskan mulai dari mana. Karena dia melakukannya demi melindungi Alana juga.

"Kalau ibu menjelaskan semuanya, apa kamu akan percaya?"

Alana yang baru selesai berpakaian, menatap sang ibu yang tengah duduk di atas tikar. Mendengar ucapannya, pastinya akan ada hal yang tak bisa dia percaya.

"Aku hanya ingin tahu, sudah berapa lama ibu dan Pak Joko melakukannya?" Tanya Alana masih dengan nada getir.

"Tiga tahun lalu, dua bulan setelah kematian ayahmu. Ibu menikah siri dengannya," jawab sang ibu dengan santai. Alana mendengar kejujuran pada ucapan ibunya, namun tak menyangka jika sang ibu akan mengambil langkah menjadi istri kedua seseorang.

"Baiklah, aku sudah paham."

"Tidak, kau belum paham. Kau tidak tahu alasan ibu menikah dengan pria itu. Ibu hanya ingin melindungimu Alana," ucap sang ibu sambil menitikan air mata. Wajahnya yang sudah tak muda dan menunjukan kerutan itu, terlihat lemah di hadapan putrinya. Ira tak bisa lagi menyembunyikan semua yang terjadi di belakang Alana.

•••

Kehilangan suami membuat Ira kehilangan arah. Setelah kepergian Farhan, suaminya, Ira berusaha sebisa mungkin mencari pekerjaan untuk biaya sekolah anak semata wayangnya.

Alana yang baru menginjak usia 16 tahun, membuat Ira memutar otak untuk bisa membiayai kebutuhan sang anak. Wanita yang berusia 35 tahun itu berjalan, ke tempat yang di rasa bisa memberinya pekerjaan halal.

"Tabungan sisa sedikit, sedangkan Alana baru kelas X.Aku harus segera mendapat pekerjaan. Juga menutupi hutang yang masih banyak," ucapnya terus menyemangati diri sendiri.

Namun, semakin jauh dia berjalan, semakin banyak penolakan yang dia dapat. Usianya yang sudah tak muda lagi menjadi kendala.

Saat jalan pulang, sebuah mobil berhenti di sampingnya. Terbukalah kaca, dan di lihatnya Pak Joko yang tersenyum menawarkan tumpangan.

"Bu Ira, saya lihat dari jauh kaya kebingungan. Mau kemana?" Tanya pria itu basa basi.

"Saya lagi cari kerja, tapi seusia saya ternyata tak di butuhkan."

"Ah, kebetulan rumah di tempat saya kerja sedang butuh pembantu. Bagaimana kalau Bu Ira coba ke sana, saya antar."

Hari itu, awal dimana Joko dan Ira saling terikat. Walau niat baik di awalnya, namun Ira tak menyangka jika ada semua tawaran itu harus ada imbalannya.

Satu bulan bekerja, Ira nampak senang menerima upah. Namun setelah di hitung, tak cukup untuk bisa membayar SPP sekolah Alana yang cukup besar.

"Bu Ira, kenapa melamun? Ada yang sedang di pikirkan?" Tanya Pak Joko yang melihat keresahan di wajah Ira.

"Saya bingung, setelah di hitung-hitung upah saya belum bisa menutup untuk bayar SPPnya Alana."

"Oh neng Alana ya, kalau begitu ambil dulu ini. Nanti ganti lagi upah bulan depan. Kalau masih kurang, boleh pinjam lagi dari saya," ucap Pak Joko sambil menyerahkan beberapa lembar uang kertas berwarna merah.

Ira yang selalu tak percaya pada orang, menaruh curiga pada Joko yang dengan mudahnya membantu. Apalagi perihal uang yang pastinya sensitif.

"Saya pasti akan menggantinya saat gajian bulan depan," ucap Ira meyakinkan sembari menerima uang tersebut.

Sebulan berlalu, Ira yang telah menerima upah segera menemui Joko di halaman belakang yang sedang menemani tuannya.

Sambil memisahkan beberapa lembar uang, wanita itu segera menghampiri supir yang sudah membantunya.

"Pak Joko, maaf kalau saya mengganggu. Saya mau membayar hutang bulan kemarin. Terima kasih sudah membantu."

Tiba-tiba Joko menarik tangan Ira menjauh dari Bara. Lalu membawanya ke dalam dapur.

"Sebenarnya saya tulus membantu Ira dan neng Alana. Jadi kamu tak perlu ganti, dan saya siap bantu kamu bayar uang sekolah Alana. Asalkan... "

Mulut Joko mendekat pada telinga Ira, membisikan ucapan yang membuat wanita itu naik pitam.

Plak!

Tamparan keras melayang pada pipi Joko, sambil gemetar jari telunjuk Ira menunjuk wajah Joko dengan amarah.

"Aku lelah bekerja dan menyekolahkan Alana, bukan untuk ku serahkan pada pria sepertimu. Aku tak akan pernah meridhoi jika putriku harus menjadi istri kedua siapapun. Apalagi jadi istrimu," kesal Ira yang tak segan-segan melontarkan kata kasar pada pria mesum itu.

"Kalau begitu, bayar dengan yang lain. Karena nantinya kau akan terus berhutang terus padaku, tuan Bara dan nyonya Yuniar belum tentu bisa membantumu."

"Apa maksudmu Joko? Aku akan membayar ini dengan uang nominal yang sama. Bukan dengan hal lain," jawab Ira sambil melempar uang pada wajah Joko.

"Dasar janda sombong, aku yakin sebentar lagi kau akan merengek minta tolong padaku. Jika kau sok jual mahal seperti ini, maka lihat saja apa yang akan terjadi pada anakmu."

Ancaman Joko membuat Ira kebingungan, Alana putri semata wayangnya sedang dalam bahaya dari incaran pria yang dia anggap penyelamat.

Terpopuler

Comments

partini

partini

waduh waduh imbalannya tempik

2025-09-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!