Bab 4 Ibu Tiri Menyebalkan

Matahari sudah condong ke barat ketika Zhao Liyun pulang dari ladang. Tubuhnya terasa remuk—punggung sakit, tangan penuh lecet, bahu perih karena ember air. Setiap langkah di jalan tanah becek itu seperti menginjak bara.

Tapi bahkan rasa sakit tubuh tak seberapa dibanding rasa lapar yang mencekik. Ia hanya makan bubur jagung encer saat siang, itupun sedikit. Perutnya melilit, kepalanya berkunang.

Saat rumah bata reyot itu terlihat di kejauhan, hati Liyun terasa berat. Di sana ada iblis kecil yang menunggu…

Madam Zhao.

Ibu tiri tubuh ini. Wanita yang sepanjang ingatan tubuh asli hanya tahu memeras, memarahi, dan mengambil jatahnya.

Pintu rumah terbuka, asap kayu keluar dari dapur. Suara anak-anak terdengar riang—dua anak kandung Madam Zhao sedang berebut sesuatu. Begitu Liyun masuk, pemandangan yang menyambutnya membuat dadanya sesak.

Di meja kayu, ada semangkuk besar bubur jagung lebih kental dari siang tadi, ditambah sepotong kecil daging asin yang dimasak dengan kubis. Bau harum langsung menusuk hidung, membuat air liurnya menetes tanpa sadar.

Namun saat ia melangkah mendekat, Madam Zhao yang berdiri di dapur langsung menoleh. Wajah bulatnya masam, matanya menyipit penuh kebencian.

“Kau baru pulang sekarang?!” teriaknya. “Apa saja yang kau lakukan di ladang? Malas-malasan lagi, ya?!”

Liyun terdiam. Keringat dingin turun di pelipis. Kalau aku jawab jujur, dia akan marah. Kalau aku melawan, dia makin murka. Tapi kalau aku diam, aku akan terlihat lemah.

Ia menarik napas, mencoba bersuara tenang. “Aku bekerja, Bu. Tadi mengangkut air…”

“Angkut air?!” potong Madam Zhao dengan nada mengejek. “Dengan tubuh kurusmu? Jangan membuatku tertawa! Kau pasti hanya pura-pura kerja, biar orang lain kasihan!”

Anak-anaknya ikut tertawa, menunjuk Liyun. “Benar! Kakak Yun pemalas! Tidak bisa kerja apa-apa!”

Pipi Liyun panas. Rasa malu bercampur marah membakar dada. Tapi ia menahan diri. Aku tidak boleh terbawa emosi. Kalau aku ribut, aku yang rugi.

Matanya melirik bubur di meja. “Boleh aku makan?” tanyanya hati-hati.

Madam Zhao langsung mendengus. Ia mengambil mangkuk besar itu dan menyendok bubur ke mangkuk dua anak kandungnya, menambahkan kubis dan sedikit daging asin. Sementara mangkuk untuk Liyun hanya diberi bubur encer—lebih encer bahkan dari makan siang kolektif.

“Ini saja sudah cukup untukmu. Kau tidak bekerja keras, untuk apa makan banyak?”

Dada Liyun bergetar. Tangannya ingin merebut daging asin itu, ingin berteriak, aku juga manusia, aku juga lapar! Tapi akalnya cepat mengingatkan.

Kalau aku ribut, dia akan bilang aku serakah. Orang desa akan berpikir aku memang seperti peran pendukung dalam novel: iri, rakus, tak tahu malu. Tidak. Aku harus cerdik.

Ia menunduk, menerima bubur encer itu. “Terima kasih, Bu.”

Madam Zhao melotot. Mungkin ia tidak menyangka Liyun akan patuh. Biasanya tubuh asli akan mengeluh, lalu dipukul atau dipelototi.

Namun kali ini Liyun memilih diam.

Ia duduk di pojok, menyuap bubur hambar itu perlahan. Meski rasanya nyaris seperti air, ia tetap memakannya dengan tenang.

Di dalam hati, ia berjanji: Ini terakhir kalinya aku pasrah seperti ini. Aku akan cari cara untuk tidak tergantung pada mereka. Aku harus menyelamatkan jatah makananku sendiri.

Malam turun cepat di desa. Lampu minyak menyala redup, bayangan bergoyang di dinding bata. Suara jangkrik bercampur lolongan anjing terdengar dari luar.

Liyun duduk di dipannya, menatap langit-langit. Perutnya masih lapar, tapi hatinya penuh rencana.

Ia ingat isi novel: tubuh ini akan mati di musim dingin karena kecelakaan. Namun sebelum itu, kehidupannya selalu penuh kesengsaraan. Tidak pernah ada yang membelanya, tidak pernah ada yang memberinya kesempatan.

Kalau aku ingin bertahan, aku harus menyimpan sesuatu untuk diriku sendiri. Tidak peduli sekecil apapun. Aku tidak bisa terus dibiarkan hidup hanya dengan belas kasihan atau sisa makanan.

Ia menatap kantong kain kecil yang tergantung di dinding. Ingatan tubuh asli berbisik: itu tempat menyimpan kupon pangan. Tapi tentu saja, kupon miliknya hanya sedikit. Hampir semua dipegang Madam Zhao.

Matanya mengecil. Kalau aku tidak bisa menguasai kupon, aku harus mencari cara lain. Sesuatu yang bisa aku simpan diam-diam, tanpa ketahuan.

Tangannya mengepal. Sebuah tekad baru lahir malam itu: diam-diam menyimpan jatah pangan sendiri.

Bukan untuk serakah, tapi untuk bertahan hidup.

Keesokan paginya, kerja bakti berlanjut. Kali ini tugasnya mengumpulkan jerami. Punggungnya terasa patah saat mengikat bundelan besar.

Namun Liyun memutar otak. Di sela-sela pekerjaan, ia menyelipkan beberapa tangkai jagung yang tak terlihat orang lain, lalu memasukkannya ke dalam kain lusuh yang diikat di pinggang. Jumlahnya sedikit, tapi cukup untuk satu atau dua gigitan nanti.

Jantungnya berdebar kencang setiap kali menoleh, takut ketahuan. Namun anehnya, justru adrenalin itu membuatnya merasa… hidup.

Ini baru permulaan. Aku harus pintar. Kalau aku ketahuan, reputasiku makin hancur. Tapi kalau aku berhasil, aku bisa punya cadangan sendiri.

Saat pulang, ia pura-pura berjalan lebih lambat, menutupi ikatan kain di pinggang dengan tubuhnya. Sesampai di rumah, ia segera masuk kamar dan menyelipkan hasil curian kecil itu di bawah dipan.

Ia tahu itu berisiko. Kalau Madam Zhao tahu, bisa-bisa ia dipukuli. Tapi hati kecilnya berteriak lega.

Setidaknya… untuk pertama kalinya, aku punya sesuatu milikku sendiri.

Namun dunia tidak pernah membiarkan segalanya berjalan mulus.

Beberapa hari kemudian, saat makan malam, Madam Zhao tiba-tiba masuk ke kamar Liyun tanpa mengetuk.

“Apa yang kau sembunyikan di sini, hah?!”

Jantung Liyun melompat. Madam Zhao langsung membungkuk, menarik kain di bawah dipan. Jagung kering yang ia sembunyikan terlihat jelas.

“Dasar anak tak tahu malu! Berani-beraninya kau sembunyikan makanan dari keluarga sendiri!”

Suara itu menggelegar, membuat anak-anaknya datang berlari. Mereka ikut bersorak, “Kakak Yun mencuri! Kakak Yun mencuri!”

Liyun pucat. Sial. Aku ceroboh.

Tangannya mengepal, tapi ia menahan diri. Kalau ia membantah, Madam Zhao bisa menjadikannya kambing hitam di depan tetangga.

Namun sebelum teriakan itu makin menjadi-jadi, sebuah suara berat terdengar dari luar.

“Cukup.”

Pintu terbuka. Wu Shengli berdiri di ambang pintu, wajahnya serius. “Aku yang berikan jagung itu kemarin pada Zhao Liyun. Kau saja yang terlalu berisik, Madam Zhao.”

Semua orang terdiam.

Madam Zhao memerah. “Kau—kau berani membelanya?!”

Shengli menatap dingin. “Aku hanya bilang apa yang kutahu. Kalau kau menuduhnya mencuri, tunjukkan buktinya.”

Hening sejenak. Anak-anak tak berani bersuara.

Liyun tertegun. Dadanya hangat, matanya berkaca-kaca. Ia tidak menyangka ada orang yang mau berdiri membelanya.

Meski bukan alasan besar, bagi dirinya yang selalu diperlakukan seperti sampah, itu terasa… menyelamatkan.

Madam Zhao mendengus, lalu melempar jagung itu ke lantai. “Hmph! Kalau memang itu milikmu, biar saja dia makan! Jangan salahkan aku kalau perutnya sakit!”

Ia lalu pergi sambil mengomel.

Liyun terdiam, menatap Wu Shengli yang masih berdiri di sana.

“Kenapa… kau menolongku?” tanyanya pelan.

Shengli hanya mengangkat bahu. “Aku tidak suka melihat orang diperlakukan tidak adil. Itu saja.”

Kemudian ia pergi tanpa menoleh lagi.

Zhao Liyun menatap punggungnya yang menjauh, hatinya berdebar aneh.

Wu Shengli… figuran dalam novel. Dalam ingatan Zhao Liyun asli tidak ada ingatan kedekatan mereka berdua. Tapi kenapa aku merasa... dia tidak punya niat buruk padaku?

Malam itu, Liyun berbaring di dipan, menatap cermin retak. Wajahnya masih kurus, matanya lelah, tapi bibirnya tersenyum tipis.

Madam Zhao memang menyebalkan, selalu memerasnya. Tapi kali ini ia tidak merasa hancur.

Ada orang yang membelanya.

Dia bener-benar tidak sendirian.

Terpopuler

Comments

Dewiendahsetiowati

Dewiendahsetiowati

Zhao Liyun gak punya jari emas ya thor

2025-09-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!