Bab 3

Di sebuah ruangan kantor dengan dinding kaca tinggi, suasana siang itu terlihat sibuk. Puluhan karyawan duduk menghadap layar komputer masing-masing, mengetik cepat, sementara suara telepon bersahutan. Namun di salah satu meja pojok, terlihat seorang gadis dengan rambut panjang tergerai rapi, mengenakan blazer biru muda, sedang fokus pada layar laptopnya. Matanya jernih, gerak jarinya lincah, dan ekspresi wajahnya penuh semangat.

Dialah Tiwi Putri Wiranto, arsitek muda berusia 22 tahun yang belakangan sering jadi bahan pembicaraan karena kejeniusannya. Gadis cantik dengan senyum menawan itu bukan hanya sekadar pintar menggambar desain bangunan, tapi juga berani, ceplas-ceplos, dan selalu punya jawaban ketika ditantang.

Tiwi sebenarnya tidak perlu bersusah payah bekerja. Orang tuanya, Rani Kusuma dan Tian Wiranto, adalah pemilik jaringan restoran Nusantara yang sudah terkenal di seluruh Indonesia. Dari kecil Tiwi hidup dalam kelimpahan. Namun, sifat mandirinya membuat ia ingin menantang diri sendiri. Ia tidak ingin hanya disebut “anak orang kaya yang manja.”

“Mbak Tiwi, ini gambar konsep hotel resor sudah selesai?” tanya seorang rekan kerja dengan wajah panik.

Tiwi tersenyum lebar, lalu menggeser kursinya. “Tenang, bro. Kalau aku yang pegang, deadline itu bukan masalah. Nih, sudah kelar bahkan dengan alternatif desain cadangan. Bos kita kan suka berubah-ubah kayak cuaca, jadi aku siapkan plan B.”

“Wah, gokil! Kamu penyelamat kantor kita.”

Tiwi terkekeh, membalas dengan gaya santai. “Ya jelas dong. Kalau bukan aku, siapa lagi?”

Semua orang tahu Tiwi adalah bintang di kantor itu. Bahkan bos barunya, seorang pria paruh baya bernama Surya, terang-terangan sering memuji hasil kerjanya. Namun di balik pujian itu, tersimpan tabiat buruk yang baru saja membuat Tiwi naik darah.

Siang itu, ketika Tiwi hendak mengumpulkan laporan desain ke ruang Surya, kejadian tak menyenangkan pun terjadi.

“Pak, ini revisi terakhir. Kalau disetujui, kita bisa langsung kirim ke klien sore ini,” ucap Tiwi sopan, meletakkan map biru di meja.

Surya yang duduk santai sambil menyeruput kopi menatap Tiwi dengan senyum miring. “Kamu memang luar biasa, Tiwi. Cantik, pintar, dan… seksi.”

Alis Tiwi langsung terangkat. Ia tidak suka nada itu. “Pak, tolong fokus ke desainnya.”

Namun bukannya memperhatikan map, Surya malah bangkit mendekat. Dengan gerakan cepat, tangannya meraba bokong Tiwi.

BRUK!

Refleks, Tiwi menepis tangannya, lalu tanpa pikir panjang membanting tubuh sang bos ke sofa. “Kurang ajar!!!” teriaknya, matanya menyala penuh amarah.

Surya terkejut bukan main. “Hei! Kamu berani sama atasanmu?”

“Jangan sebut dirimu atasan kalau kelakuanmu kayak predator!” balas Tiwi, lalu menendang meja kerja hingga gelas kopi terjatuh dan pecah berantakan.

Keributan itu sontak membuat karyawan lain berhamburan ke ruangan. Mereka ternganga melihat Surya terkapar di sofa dengan wajah pucat, sementara Tiwi berdiri tegak dengan napas tersengal.

“Mulai hari ini, aku resign! Aku tidak sudi kerja di bawah orang yang otaknya lebih kotor dari tempat sampah!” ucap Tiwi lantang, membuat semua orang terdiam.

Ia meraih tasnya, lalu melangkah keluar dengan wajah berkobar. Sementara bisik-bisik segera menyebar.

“Gila, itu cewek berani banget!”

“Dia nendang bos, loh! Astaga…”

“Pantas aja nggak ada yang bisa ngalahin Tiwi. Dia bukan cuma pintar, tapi juga punya nyali baja.”

------

Keluar dari gedung kantor, Tiwi berjalan cepat sambil menggerutu. Sepatu hak tingginya berdetak keras di trotoar.

“Kurang ajar! Tangan kayak centong sayur, berani-beraninya nemplok bokong gue! Emangnya gue siapa? Tahu diri dikit napa, umur udah kepala empat, muka juga kayak wajan gosong, masih sok-sok genit!”

Orang-orang yang berpapasan menoleh, bingung mendengar ocehannya. Tapi Tiwi tidak peduli. Ia terus ngoceh panjang lebar, seakan dunia harus tahu kekesalannya.

“Udah gitu sok gaya bos besar. Huh! Kalau jago kerja, mungkin gue masih bisa respect. Lah, kerjaannya aja cuma muter-muter kursi, nunggu laporan anak buah. Dasar bos setan!”

Ia berhenti sebentar, menarik napas panjang, lalu mendengus. “Syukurin tuh kena bantinganku. Untung nggak gue kirim sekalian ke IGD!”

Tiwi lalu tertawa sinis sendiri, membuat orang yang baru lewat semakin heran.

----

Ketika sampai di rumah besar keluarga Wiranto, Tiwi masih kesal. Ia membuka pintu dengan kasar, lalu langsung menjatuhkan tasnya ke sofa.

“Mama! Aku resign! Dunia kerja isinya orang gila semua!” teriaknya, membuat Rani Kusuma, sang mama, buru-buru keluar dari dapur.

“Ya ampun, Tiwi… kenapa lagi ini anak mama?”

“Mama! Bosku kurang ajar! Baru tadi dia coba-coba pegang aku. Mana mungkin aku diem aja? Ya aku banting lah! Habis itu aku resign!”

Rani menepuk dahi. “Astaga, Nak… kamu itu gimana sih? Bukannya salah kalau dia berbuat begitu, tapi kenapa harus sampai banting segala?”

“Kalau cuma ditampar, ma, itu bonus! Ini udah keterlaluan! Aku nggak sudi jadi korban pelecehan. Lagi pula, aku bisa cari kerja lain. Nggak ada ruginya juga!”

Rani hanya bisa menghela napas, meski dalam hati diam-diam bangga dengan keberanian putrinya.

Belum sempat percakapan berlanjut, suara batuk terdengar dari ruang tamu. Ternyata ada Anggun, tante Tiwi, yang sedang duduk dengan wajah lelah.

-----

“Tiwi… kamu pulang kok kayak badai gitu?” tanya Anggun, tersenyum miris.

Tiwi melangkah mendekat. “Eh, Tante Anggun. Lagi di sini toh. Kenapa mukanya lesu banget?”

Anggun menghela napas panjang, lalu mulai bercerita tentang misinya mencari ART untuk rumah Tristan Mahesa. Tentang bagaimana semua agen menolak, semua kandidat kabur, bahkan nama Tristan saja sudah bikin pekerja keringat dingin.

“Aduh, Tiwi… Tante sampai stres. Gimana ini? Bu Tina nggak tenang kalau Tristan sendirian. Tapi mana ada orang yang mau kerja buat dia? Rasanya mustahil.”

Rani ikut duduk di sebelah Anggun, mengangguk prihatin. “Memang susah. Aku juga dengar cerita tentang Tuan Muda itu. Katanya perfeksionisnya kebangetan. Orang salah taruh sendok aja bisa jadi masalah.”

Tiwi menatap keduanya, lalu tiba-tiba tersenyum lebar. “Hmm… jadi masalahnya butuh orang yang tahan banting, nggak gampang kabur, berani, dan… bisa masak sehat?”

Anggun mengangguk cepat. “Iya, persis! Tapi di mana kita bisa cari orang kayak gitu?”

Tiwi mendongak, matanya berbinar nakal. “Ya jelas ada dong… di depan Tante sekarang.”

Rani dan Anggun terperangah bersamaan. “HAH?! Maksudmu… kamu???”

Tiwi mengangguk mantap. “Kenapa tidak? Aku lagi nggak ada kerjaan setelah resign. Aku bisa masak Mama tahu betul itu. Aku juga tahan banting. Lagian, kalau sifatnya dingin, malah cocok buat aku. Biar aku cairin es batunya itu.”

Rani menepuk meja keras. “Tiwi! Kamu ini waras nggak sih? Dari arsitek jadi ART? Itu namanya gila!”

“Gila? Justru jenius! Tante Anggun butuh solusi, kan? Aku lah solusinya. Lagian, kerja di rumah dokter dingin itu kan bisa jadi pengalaman baru buatku. Siapa tahu seru.” jawab Tiwi enteng

Anggun hampir tersedak teh. “Astaga, Tiwi! Kamu bercanda atau serius? Itu Tristan Mahesa, loh! Dia nggak pernah tahan sama satu ART lebih dari sebulan. Kamu bisa kapok nanti!”

Tiwi malah tertawa keras. “Justru itu tantangannya, Tante. Aku kan suka tantangan. Kalau aku berhasil bertahan, berarti aku lebih hebat dari semua ART elit yang pernah ada!”

Rani mengusap wajah, hampir putus asa menghadapi anaknya. “Ya Allah, ini anakku beneran gila…”

Namun, di sudut hati kecilnya, Rani tahu Tiwi memang berbeda. Selalu punya cara aneh untuk melawan arus, dan entah bagaimana, sering kali justru berhasil.

Anggun menatap keponakannya lama, lalu bergumam lirih. “Apa mungkin… ini jawaban dari ucapan kakakku tadi? Orang yang tak pernah kusangka bisa jadi solusi…”

Tiwi tersenyum nakal, lalu menjawab penuh percaya diri, “Siap-siap saja, Tante. Aku akan jadi ART paling kece untuk si dokter dingin itu.”

Dan saat itulah, seakan semesta tertawa. Kata-kata Anggun hari itu benar-benar mulai dimainkan oleh Sang Pencipta.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

🔴≛⃝⃕|ℙ$Fahira Eunxie💎

🔴≛⃝⃕|ℙ$Fahira Eunxie💎

bagus Tiwi, hajar aja tuh bos cabul kayak begitu mah...

semngat cairin es batu nya Tiwi/Joyful//Joyful/

2025-09-21

0

Dewi Nafiah

Dewi Nafiah

semangat selalu,ayo untuk mengalahkan kulkas 2 pintu 👍👍👍💪

2025-09-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!