Pagi itu, Xera datang lebih awal dari biasanya. Belum pukul delapan, tapi dia sudah berada di lantai empat puluh satu, menyusun dokumen dan mengecek ulang jadwal Lucane sesuai catatan yang diberikan Juan kemarin sore.
“Ini hanya sementara,” kata Juan sebelumnya.
“Tuan Lucane sedang evaluasi asisten pribadinya, dan untuk minggu ini, kamu diminta langsung mendampingi.” jelas Juan
Sementara!! Tapi cukup untuk membuat ruangan ini terasa seperti ladang ranjau.
Tepat pukul 08.00, pintu lift terbuka. Langkah kaki khas itu terdengar tegas, mantap, dan nyaris tidak bersuara meski memakai sepatu kulit.
Lucane masuk tanpa banyak kata. Setelan sempurna seperti biasa, wajahnya bersih tanpa emosi. Dia melewati Xera tanpa menyapa, langsung masuk ke ruangannya.
Namun beberapa detik kemudian, interkom di meja Xera menyala.
“Masuk. Bawa laporan klien Davinci Group, jadwal presentasi minggu depan, dan salinan memo internal tim merger.”
Xera langsung berdiri dan masuk. Dia membawakan semua yang diminta dalam satu map rapi. Lucane menatapnya singkat lalu menerima dokumen.
“Duduk.” Ucap nya datar
Xera duduk, menjaga postur seprofesional mungkin. Dia bisa merasakan intensitas ruangan ini senyap, minimalis, dan tegang. Seperti Lucane sendiri.
“Kita akan bertemu investor dari Jepang Jumat nanti. Aku butuh kau menyiapkan ringkasan komparatif performa Smith Group dengan tiga kompetitor utama. Fokus pada dua tahun terakhir.”
“Baik, saya mengerti,” jawab Xera sambil mencatat cepat.
Lucane meliriknya. “Kau familiar dengan sistem data internal kami?”
“Belum sepenuhnya, tapi saya belajar sejak semalam.”
Lucane hanya mengangguk. Tidak ada pujian. Tidak ada komentar. Tapi sorot matanya sedikit berubah singkat, namun jelas: dia memperhatikan.
Beberapa Jam Kemudian…
Xera sedang bekerja di laptop saat dua staf perempuan lewat, berbicara agak keras di luar ruangannya.
“Dia sekretaris pribadi sekarang? Cepat banget, ya,” bisik salah satu, dengan nada getir.
“Pantesan aja liat aja cara jalannya. Tahu banget cara pikat atasan.”
Xera pura-pura tidak mendengar, tapi hatinya mencatat tiap kata. Dia menutup laptopnya sebentar, menarik napas panjang.
"Sabar Xera, kau tidak boleh emosi" gumam nya
Namun saat membuka emailnya, sebuah pesan masuk dari Lucane langsung. Singkat.
Subjek: Tugas Tambahan
“Kau akan menemaniku ke Davinci Group sore ini. Pastikan semua dokumen dan proyektor presentasi siap. Mobil menunggu pukul 16.00. – L.J.S”
Xera mengerjap. Ini lebih dari sekadar sekretaris. Ini pengujian. Tapi dia akan hadapi.
Apa pun yang dipikirkan orang lain itu urusan mereka. Tapi pekerjaannya? Itu kendali yang tidak akan dia lepas.
* * * *
Mobil hitam dengan logo Smith Group melaju tenang menuju kawasan perkantoran mewah di SCBD. Di kursi belakang, Xera duduk diam sambil membaca ulang dokumen presentasi.
Di sebelahnya, Lucane sibuk dengan ponsel serius, tapi tidak sepenuhnya tertutup seperti biasanya.
“Bagaimana prediksi tanggapan mereka terhadap proposal integrasi sistem?” tanya Lucane, tanpa menoleh.
Xera menoleh cepat, menjawab dengan mantap, “Mereka cenderung konservatif. Tapi dengan data efisiensi yang saya siapkan, kita bisa menunjukkan potensi penghematan 18% dalam 8 bulan. Itu bisa mengubah cara pandang mereka.”
Lucane menoleh perlahan. Sorot matanya menilai, lalu mengangguk tipis. “Bagus.”
Hanya satu kata. Tapi untuk seseorang seperti Lucane, itu sudah setara pujian panjang.
* * * *
Beberapa saat kemudian mereka pun sampai di Kantor Davinci Group
Pertemuan berlangsung di ruang rapat besar yang didominasi kaca dan logam. Perwakilan Davinci para pria matang bersetelan gelap tampak skeptis saat diskusi dimulai.
Lucane membuka pertemuan dengan tenang, namun ketika presentasi beralih ke segmen analisis data, dia mempersilakan Xera maju.
“Miss Xera akan memaparkan proyeksi efisiensi integrasi sistem,” ujarnya, singkat.
Beberapa pasang alis terangkat. Tapi Xera tetap tenang. Dia melangkah ke depan, suara lembutnya penuh kepercayaan.
“Terima kasih. Berikut adalah proyeksi 12 bulan berbasis data internal kami, disandingkan dengan standar industri regional…”
Slide demi slide mengalir. Beberapa delegasi mulai mencatat, yang lain mulai mengangguk.
Saat Xera selesai, ruangan hening sejenak sebelum salah satu direksi Davinci menoleh ke Lucane.
“Presentasi yang solid. Saya harus akui tim Anda cukup mengesankan.”
Lucane hanya menjawab, “Saya setuju.”
Xera menunduk kecil, menyembunyikan senyum kecil yang nyaris muncul.
Lucane sebenarnya cukup bangga kepada Xera, karena yang dia tahu wanita ini belum memiliki pengalaman bekerja sama sekali namun dalam beberapa hari dia bisa sedikit menguasai semua nya. Dan ini merupakan langkah yang bagus.
Mereka pun kembali menuju kantor dengan suasana yang tenang, tidak ada interaksi lain, dan begitu juga dengan Lucane dia tahu wanita ini tidak mengenali nya jadi dia berusaha untuk tetap profesional.
* * * *
Namun pujian itu tidak dibagikan semua orang. Kembali ke kantor, Xera langsung disambut dengan bisik-bisik dan pandangan tajam.
Sore harinya, dia diminta hadir dalam rapat kecil internal tim merger. Dia masuk membawa catatan, tapi ruangan itu dingin bukan karena AC.
Darren, salah satu analis senior, bersuara lebih dulu.
“Maaf, hanya ingin klarifikasi. Sejak kapan staf baru langsung dilibatkan dalam pembahasan strategis tingkat eksekutif?”
Xera menatapnya dengan sopan. “Saya hanya diminta membantu menyusun analisis dan mendampingi Mr. Lucane secara administratif.”
Wanita lain menimpali, nadanya tajam, “Tapi yang kami lihat, kau justru berdiri di depan klien dan mempresentasikan data kami. Itu bukan peran sekretaris.”
Xera menahan napas. Sebelum dia sempat menjawab, pintu ruangan terbuka.Lucane dan juan masuk kedalam dan Semua langsung diam.
Matanya menyapu ruangan lalu menatap Darren.
“Jika kalian merasa posisinya terancam karena seorang staf baru menjalankan tugas dengan baik, maka mungkin masalahnya bukan pada dia.”
Hening.
Lucane menatap Xera. “Xera, ikut saya.”
Xera pun keluar sedangkan Juan pun menatap para karyawan itu dengan tajam.
Mereka berjalan berdua di lorong tanpa suara.
“Terima kasih, Pak,” ucap Xera pelan. “Tapi Anda tidak perlu”
Lucane menoleh padanya. “Aku tidak membelamu. Aku membela sistem kerja yang adil. Kau pantas berdiri di sana kemarin karena hasil kerjamu. Bukan karena posisimu.”
Xera mengangguk, perlahan.
Lucane melangkah pergi, tapi sempat berhenti sejenak, menoleh sekali lagi.
“Dan... satu lagi.” ucap Lucane lalu Xera menatapnya.
“Kalau orang-orang mulai membicarakanmu karena kau berbeda, itu berarti kau sedang berada di jalur yang tepat.”
Mendengar itu Xera langsung menunduk dan senyum, pasal nya baru kali itu dia mendengar bos nya berbicara panjang.
Lalu Xera di kejutkan dengan juan yang nongol dari belakang.
"Aku hampir tidak percaya" ucap Juan
Xera pun menoleh kearah Juan.
"Ah maksudnya tuan" tanya Xera
"Dia berbicara seperti itu kepada mu" kekeh Juan
Xera pun bersyukur karena hal itu dia merasa tidak sendiri.
Setelah mengatakan itu Juan pun langsung menyusul Lucane.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments