4. Suami dengan banyak julukan

...0o0__0o0...

...“Kamu kenapa?” tanya Langit lirih saat ekor matanya menangkap wajah istri kecilnya yang sedang melamun di kursi penumpang....

...Pagi itu, jalanan di penuhi cahaya keemasan matahari yang hendak muncul. Mobil melaju stabil, tapi suasana di dalam terasa hening. Hanya suara mesin dan gesekan ban dengan aspal yang menemani kebisuan mereka....

...Jingga, yang sedari tadi memandangi keluar jendela, menggeleng pelan. Ia tidak menjawab, hanya menolak dengan lirikan singkat lalu kembali mengalihkan tatapan ke kaca mobil....

...“Apapun impian mu, aku akan dukung. Jangan pikirkan perkataan Nesya tadi,” ucap Langit dengan nada tenang. Tatapan matanya tetap lurus ke depan, fokus pada jalan, tapi suaranya penuh ketegasan. “Aku bukan tipe orang yang suka menghakimi masa lalu orang tanpa tahu alasan di baliknya.”...

...Kalimat itu membuat dada Jingga bergetar. Seakan beban yang sedari tadi menyesakkan perlahan terangkat. Ia menelan ludah, menahan air mata yang hampir jatuh. Ia tak pernah menyangka lelaki yang selama ini dingin padanya bisa mengucapkan kata sehangat itu....

...Langit sendiri paham apa yang membuat istrinya murung. Ia masih terkejut mengingat pengakuan Jingga: bahwa meskipun pernah bekerja di klub malam, ia masih menjaga kehormatannya. ...

...Itu membuat Langit terdiam lama tadi, sebelum akhirnya memilih untuk percaya....

...“Kak Langit cenayang, ya ?” tiba-tiba Jingga bersuara, suaranya terdengar kaget tapi juga ada nada kagum....

...“Itu kelebihan ku,” jawab Langit singkat, di akhiri dengan senyum hangat yang jarang sekali ia tunjukkan....

...Jingga langsung melongo. Matanya membesar, jantungnya berdegup cepat. Itu pertama kalinya ia melihat senyum hangat yang tulus dari suaminya, bukan senyum tipis dingin yang biasa....

...“Kakak tampan kalau lagi senyum,” celetuknya polos, “sayang sekali senyumnya harus terjadwal tak tentu.”...

...Glek..!...

...Langit refleks menelan ludah. Perkataan polos itu bagai anak panah yang langsung menghujam dadanya. Ia cepat-cepat berdeham, mencoba menutupi kegugupan....

...“Apanya yang terjadwal, hem ? Jangan aneh-aneh kamu, Dek.” Ia menggeleng, mencoba menepis rasa hangat yang tiba-tiba menjalari dirinya....

...“Loh, aneh gimana ? Aku bicara jujur, tauk. Kak Langit itu suka berubah-ubah kayak bunglon. Kadang dingin, kadang hangat, kadang datar, kadang tiba-tiba senyum kayak sekarang. Aku kan jadi bingung.” Jingga menjawab apa adanya, suaranya polos tanpa ada beban....

...Langit menghela napas. "Resiko punya istri bocil", batinnya. "Baru sebentar menikah sudah ngatain aku bunglon. Tadi pagi di kamar sempat dia panggil aku paman-paman. Entah besok julukan apa lagi yang bakal dia kasih."...

...“Terserah kamu saja, Dek,” ujarnya akhirnya sambil memijit kening, menahan senyum yang nyaris pecah....

...Di balik wajah datarnya, Langit sebenarnya merasa gemas. Namun ia memilih menyembunyikan-nya. Ia belum punya perasaan apapun untuk Jingga. ...

...Bahkan, hatinya masih rapat terkunci setelah pernikahan pertamanya. Ia belum siap membuka hati, apalagi untuk istri kedua yang datang tanpa ia rencanakan....

...“Kak,” suara Jingga memecah lamunan-nya. “Terima kasih sudah baik padaku, dan menerima aku apa adanya tanpa mempertanyakan siapa aku sebelumnya.”...

...Ucapan itu terdengar tulus, bahkan di iringi dengan tindakan yang membuat Langit nyaris kehilangan kendali. Jingga spontan menggenggam lengannya dan menyandarkan kepala di sana....

...Langit terkejut. Seakan ada aliran listrik yang menjalari tubuhnya, membuat refleks tangannya mengetat pada setir. Ia langsung menepikan mobil, menarik napas panjang di bahu jalan....

...“Astagfirullah. Apa yang kamu lakukan, Dek ?” katanya dengan suara meninggi karena kaget....

...Jingga terperanjat menoleh, heran. “Kenapa, Kak ? Apa ada yang salah ?”...

...Jingga sungguh tidak mengerti. Baginya, itu hanya bentuk ungkapan syukur. Ia bahagia karena akhirnya ada orang yang mau mengerti tanpa mengorek masa lalu....

...“Ah, maaf. Aku salah sudah menyentuh kakak tanpa izin,” ucap Jingga buru-buru, baru sadar. Ia pun langsung menjauh, melepaskan lengan Langit....

...Sementara itu, Langit berusaha menetralkan degup jantungnya yang mendadak tak karuan. Sentuhan lembut tangan Jingga tadi membuat bulu kuduknya meremang. ...

...Ia menutup mata sejenak, menarik napas panjang sebelum kembali menginjak pedal gas....

...Keheningan kembali mengisi kabin mobil. Namun dalam hati masing-masing, justru ada percikan yang tidak bisa di padamkan begitu saja....

...“Lagian apa salahnya menyentuh suami sendiri ? Tidak dosa, kan ? Lagian aku menyentuh karena aku menganggap kakak bukan sebagai suami…” gumam Jingga pelan, lebih kepada dirinya sendiri....

...“Aku mendengarnya,” saut Langit tiba-tiba, memecah keheningan....

...“Baguslah. Biar kakak tahu, aku tidak melakukan itu dengan sengaja,” balas Jingga masih sebal, pipinya merona merah....

...“Sampai istigfar gitu lagi…” lanjutnya dengan nada menggerutu....

...Langit tersenyum tipis. “Bukan gitu, Dek. Aku tadi kaget, jadi gagal fokus.”...

...“Kenapa bisa begitu ? Atau jangan-jangan kakak sudah…” Jingga sengaja menggantung ucapannya, sambil melirik tajam dari samping....

...Langit mengerutkan kening. “Jangan-jangan apa, Dek ?”...

...Jingga menarik napas dalam, lalu berkata lirih namun jelas, “Kakak sudah mulai jatuh cinta padaku.”...

...Deg..!...

...Kalimat itu jatuh bagai bom ke dalam dada Langit. Jemarinya yang menggenggam setir tiba-tiba terasa kaku, dan sorot matanya memanas....

...Untuk pertama kalinya, Langit kehilangan kata-kata....

...Ia tidak tahu harus tertawa, marah, atau sekadar mengabaikan ucapan itu. Sungguh, ini pertama kalinya ada yang begitu berani menelanjangi pikirannya sendiri dengan kalimat sederhana, polos, tapi menusuk....

...Jingga, dengan wajah mungilnya, menatap dari samping. Matanya berbinar penuh keyakinan, seakan ucapan tadi bukan sekadar gurauan, melainkan sesuatu yang ia percayai....

...Langit terdiam lama. Napasnya naik turun, mencoba menenangkan debar jantung yang tak wajar....

..."Gadis ini… benar-benar berbeda." batinnya. "Kadang menyebalkan, kadang polos, tapi selalu berhasil membuatku kehilangan kendali."...

...Langit menoleh sekilas, hanya satu detik, menatap Jingga yang kini pura-pura menunduk. Ada semburat merah di pipinya, membuatnya tampak semakin lugu dan meng-gemaskan....

...Langit menghela napas panjang, lalu kembali menatap ke depan. Ia tidak membalas, tidak menolak, tapi juga tidak mengiyakan. ...

...Diamnya bukan berarti kosong—melainkan bingung, kagum, sekaligus tak tahu harus berbuat apa....

...Mobil kembali melaju, namun suasana dalam kabin berubah. Ada sesuatu yang berbeda—hangat, bergetar, dan sulit di definisikan....

...Jingga tersenyum kecil, meski tak berani menatap langsung. Ia tahu diamnya Langit bukan tanda buruk. Justru di situlah ia merasa punya sedikit harapan....

...Hening cukup lama menyelimuti mereka setelah percakapan terakhir. Hanya suara AC mobil yang mendesis pelan, menyatu dengan bunyi roda yang terus melahap aspal....

...“Oh iya, kalau nanti kakak ke rumah sakit… aku titip Ayah, ya. Tolong kabari kalau Ayah sudah sadar,” ucap Jingga akhirnya, memecah sunyi dengan nada hati-hati....

...Langit melirik sekilas, lalu kembali fokus ke jalan. Suaranya tenang, penuh keyakinan. “Tanpa kamu minta pun, aku pasti akan lakukan itu. Ayahmu berarti ayahku juga.”...

...Kalimat sederhana itu membuat mata Jingga terasa panas. Ia hampir menitikkan air mata, namun buru-buru mengerjap agar tak ketahuan. Bibirnya mencoba tersenyum tipis....

...“Terus… kapan kakak akan menganggap istri kedua kakak ini sebagai istri sepenuhnya ?” tanyanya pelan, hampir seperti bisikan, tapi cukup jelas untuk membuat Langit terdiam....

...Langit menarik napas dalam, lalu menjawab lirih, “Aku selalu menganggap mu istriku, Dek. Aku akan berusaha adil untukmu dan juga Nesya.”...

...Jingga menoleh, bibirnya tersungging senyum miris. “Tanpa cinta, pernikahan akan terasa hambar, Kak.”...

...Langit tercekat. Ucapan itu menohok tepat di dadanya. Ia tidak bisa membantah, tapi juga tak mampu memberikan jawaban. Diam adalah pilihan satu-satunya....

...Beberapa menit kemudian, mobil melambat dan berhenti di depan sebuah gedung fakultas megah. Pilar-pilarnya menjulang, bendera merah putih berkibar gagah di depannya....

...Langit menatap bangunan itu dengan sorot mata berbeda—nostalgia....

...“Kamu kuliah di sini ?” tanyanya terkejut, menoleh ke arah Jingga....

...“Iya,” jawab Jingga mantap. “Karena di sini aku bisa mengejar impianku jadi dokter. Suatu saat nanti, kedua tanganku ini akan membantu menyelamatkan banyak orang.”...

...Langit terpaku. Lagi, istrinya memberi kejutan. Ada semangat dalam tatapan Jingga yang membuat dadanya bergetar tak karuan....

...“Kenapa Kak Langit menatapku seperti itu ?” tanya Jingga, menoleh dengan alis terangkat....

...Langit cepat-cepat menggeleng, pura-pura biasa. “Tidak… cuma, dulu aku juga kuliah di sini.”...

...“Hah ?” Jingga langsung membelalak, matanya membulat penuh antusias. “Serius, kakak pernah kuliah di sini ?”...

...Langit hanya mengangguk sambil berdehem singkat, mencoba menutupi rasa canggung....

...“Baguslah kalau gitu!” Jingga langsung bersorak kecil. Senyumnya melebar, matanya berbinar-binar. “Jadi kakak bisa jadi dosen pembimbing ku nanti!”...

...Langit tercengang. Ia benar-benar tidak menyangka respons polos itu akan keluar. Kata-kata Jingga seakan jackpot yang di lemparkan tanpa ragu....

...“Ya, terserah kamu saja. Dasar bocil,” sahutnya akhirnya, pasrah tapi diam-diam merasa geli....

...Jingga semakin berseri-seri. Wajahnya tampak lebih cantik dan menggemaskan, meski hijab menutupi sebagian pesonanya. Semangatnya menular, membuat suasana mobil tak lagi sesunyi tadi....

...Namun tiba-tiba, Langit memicingkan mata ketika melihat tangan Jingga bergerak ke depan, seolah ingin menyentuh lagi. Refleks ia menegur spontan, “Eh, jangan coba-coba sentuh aku lagi tanpa aba-aba!”...

...Jingga langsung manyun, lalu menjawab dengan nada julid, “Dih, GR banget sih. Awas aja nanti kalau kakak nggak bisa lepas dari aku. Aku bakal menistakan kakak!”...

...Langit melongo, lalu menggeleng tak habis pikir. Dalam hati, ia tertawa kecil. "Istri kecilnya ini… selalu saja bisa membuatku gemas dan kagum."...

...0o0__0o0...

Terpopuler

Comments

Ita rahmawati

Ita rahmawati

kalo gk mencintai ya gk mungkin adil,,dn jelas udh gk adil yg 1 di cintai yg 1 nya gk kn udh gk adil itu 🤦‍♀️

2025-09-16

2

Baskom Majikom

Baskom Majikom

definisi suami adalah jelmaan kita, gak sih.... apa sih itu namanya? /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2025-09-28

1

Wiwit Widiarti

Wiwit Widiarti

pepet terus suamimu itu jingga biar makin klepek2 🤭🤭🤭🤭

2025-09-16

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!