"Hm, jadi ini calon kakak ipar yang selama ini diagung-agungkan itu?" ujar Vergil, sebuah senyum sinis mengukir di bibirnya.
"Aku dengar dia sangat setia pada satu pria. Tapi melihat betapa seringnya Felix berganti 'mainan' di istana ini, aku mulai ragu."
"Sepertinya kakakku punya selera yang sangat... dinamis."
"Apa aku harus mencicipimu dulu, calon kakak ipar, sebelum kau menjadi salah satu mainan yang dilempar dan dibuangnya?" katanya, suaranya dipenuhi nada mengejek yang menusuk, membuat Fiona merinding.
"Jangan khawatir, kau bukan yang pertama, dan aku yakin, kau tidak akan menjadi yang terakhir."
"Tidak! Tidak mungkin!" Fiona tiba-tiba terisak, menenggelamkan wajahnya ke dada Vergil seolah mencari perlindungan.
"Ini tidak mungkin benar. Felix tidak akan... dia mencintaiku. Dia bilang aku adalah satu-satunya..." kata-katanya terputus oleh tangisan yang dipalsukan, tangannya mencengkeram jubah Vergil erat-erat.
Ia membiarkan air mata mengalir dari sudut matanya, berharap Vergil tidak menyadari betapa dingin dan liciknya pandangan yang ia sembunyikan.
"Satu-satunya?" Vergil mendengus pelan, menertawakan kebodohan yang berusaha Fiona tunjukkan.
"Apa yang membuatmu berpikir kau akan jadi Ratu? Tidakkah kau tahu? Dia tidak pernah berencana untuk memiliki ratu, hanya boneka yang bisa ia buang kapan saja," ucap Vergil, suaranya kini terdengar serius, tetapi masih dengan nada meremehkan.
Ia merasakan tubuh Fiona yang bergetar di dekapannya, tapi ia tahu itu hanyalah sebuah sandiwara.
"Tinggalkan dia dan jadilah milikku. Aku bisa memberimu kekuatan untuk membalas dendam padanya."
Tanpa ragu, Fiona mengangkat kepalanya, air mata palsunya telah mengering.
Sebuah senyum licik terukir di bibirnya. "Baiklah, kalau begitu. Aku akan menjadi wanitamu," katanya, suaranya penuh tekad dan amarah yang tersembunyi.
"Bagus," bisik Vergil, kini sentuhan tangannya beralih menelusuri punggung telanjang Fiona, menyebabkan gadis itu mengerang pelan.
"Tapi kau akan tetap berada di sisi Felix. Jadilah mataku, berikan aku semua informasi tentangnya, semua gerak-geriknya, dan setiap rencana busuknya."
"Kau akan terus berpura-pura menjadi kekasih yang rapuh, sementara di balik layar, kau adalah bidak terpentingku," perintah Vergil, seringainya melebar.
"Anggap saja ini sebagai pelajaran pertamamu untuk berkhianat. Dan jangan khawatir, kita akan sering 'berlatih' bersama. Aku akan memastikan kau tidak akan merindukan sentuhan 'manis' Felix lagi," imbuhnya, suaranya terdengar serak, dan ia sengaja memberi penekanan pada kata terakhir, membuat erangan Fiona semakin dalam.
Tangan Vergil bergerak semakin cepat, menguasai Fiona sepenuhnya, membuat seluruh tubuh gadis itu diliputi sensasi asing yang memabukkan, jauh lebih intens dari apa pun yang pernah ia rasakan bersama Felix.
Gerakan Vergil begitu kuat, tak terduga, dan menggairahkan, hingga Fiona hanya bisa mengerang dan melengkungkan punggungnya, membiarkan dirinya sepenuhnya dikuasai.
Dia merasakan setiap sentuhan Vergil, setiap tarikan, setiap gerakan, seolah-olah Vergil bukan lagi sekadar pria, melainkan manifestasi dari kegelapan yang menjanjikan kekuatan tak terbatas.
Erangan yang keluar dari bibirnya semakin tak terkendali, bercampur dengan bisikan-bisikan serak Vergil yang penuh janji dan racun.
Perlahan, kesadaran Fiona memudar, tubuhnya yang lelah dan diliputi sensasi kenikmatan akhirnya menyerah, hingga kegelapan merenggutnya dalam pelukan lelap.
Ketika cahaya matahari pagi menerobos celah tirai, Fiona terbangun dengan perasaan nyeri di sekujur tubuhnya.
Ia merasakan kehangatan di sampingnya dan mengira Vergil masih berada di sana, namun saat ia menoleh, yang ia temukan hanyalah kekosongan dan kehangatan yang memudar.
Dengan napas yang masih tersengal, ia meraih pakaiannya yang berserakan, buru-buru memakainya, lalu berjalan tertatih-tatih menuju jendela.
Di halaman istana, Vergil sedang berlatih, pedangnya berkelebat dalam gerakan yang sangat cepat.
Pedang itu bagaikan perpanjangan dari lengannya, berputar dan menusuk dengan presisi yang sempurna.
Setiap gerakan menunjukkan kekuatan dan akurasi yang menakjubkan, sebuah bakat yang jauh melampaui Felix.
Fiona mengingat kembali kehidupan pertamanya, di mana Vergil menjadi lawan yang sangat tangguh yang hampir mengalahkan semua rencana busuknya dan Felix.
Sekarang, Fiona mendapati dirinya bekerja sama dengan musuh terburuknya, seseorang yang ia ingin bunuh di masa lalu.
Dunia ini memang penuh ironi.
Saat Fiona membuka pintu dan melangkah keluar menuju Vergil, pria itu menghentikan latihannya, tatapan tajamnya menyambut langkah Fiona dengan nada yang dingin dan penuh peringatan.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya, suaranya terdengar tajam bagai kilatan pedang, tanpa jejak kehangatan dari malam sebelumnya.
"Aku sudah bilang padamu untuk tidak mendekatiku kecuali aku yang memanggil. Kau pikir kau siapa, datang kemari tanpa izin?" cecarnya, matanya menyipit tidak senang.
"Bagaimana kalau ada pelayan yang melihatmu? Bukankah itu akan menimbulkan kecurigaan, calon mata-mata yang ceroboh? Ingat, kau ada di sini untuk menjadi senjataku, dan senjata itu harus tetap tersembunyi. Jadi, kembalilah ke kamarmu dan tunggu sampai aku memberimu perintah. Jika aku melihatmu lagi sebelum aku yang memanggil, kau akan dihukum. Dan aku jamin, kau tidak akan menyukainya."
Fiona membalas tatapan Vergil, lalu berbalik dan kembali ke kamarnya, menutup pintu dengan pelan.
Ia bersandar di pintu, membiarkan tubuhnya meluncur ke lantai yang dingin, tatapannya kosong.
Vergil benar. Kali ini, sekutunya bukanlah Felix, seorang pangeran yang naif dan mudah ditebak, melainkan Vergil, seorang pria yang cerdas, kuat, dan kejam, sama seperti dirinya sekarang.
Ia harus lebih berhati-hati dan lebih licik, tidak boleh melakukan kesalahan sedikit pun.
Fiona menyadari bahwa bekerja sama dengan Vergil adalah jalan yang berbahaya, tetapi jalan itu juga yang paling efektif untuk mencapai tujuannya.
Rencana balas dendamnya kali ini harus sempurna, tanpa cela, dan Vergil adalah kepingan puzzle terpenting yang ia butuhkan untuk menghancurkan Felix dan semua yang dicintainya.
Tiba-tiba, sebuah ketukan terdengar di pintu kamarnya, diikuti suara riang yang sangat dikenalnya.
"Fiona, ayo kita jalan-jalan di taman! Cuaca hari ini sangat cerah!" seru Felix.
Fiona menghela napas, sebuah senyum tipis terukir di bibirnya, sambil bangkit dan berjalan menuju pintu, memasang ekspresi ceria yang mematikan.
Felix mengajak Fiona menyusuri taman istana, tangannya melingkari pinggang Fiona dengan posesif.
Dia terus berbicara dengan nada ramah dan penuh perhatian, sesekali tertawa renyah seolah tak ada beban.
Fiona hanya membalasnya dengan senyum manis yang dipaksakan, dalam hati merasa jijik dengan setiap sentuhan Felix.
Ia memikirkan betapa munafiknya pangeran itu.
Di kejauhan, tersembunyi di balik pohon cedar tua, Vergil memperhatikan mereka.
Senyum tipis yang penuh perhitungan muncul di wajahnya.
Dia tidak merasakan amarah atau kecemburuan, melainkan kepuasan yang dingin.
Baginya, pemandangan itu seperti melihat seekor mangsa yang tidak menyadari bahwa ia sudah terjebak dalam perangkap.
Ya, Felix mungkin berpikir ia sedang menggenggam hati Fiona, tapi Vergil tahu, ia sudah berhasil menanam 'jarum di dalam tumpukan jerami', yang bernama Fiona.
Jarum yang siap menusuk dan merusak segalanya dari dalam, di saat yang paling tidak terduga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Cha Sumuk
kurang menarik krna mc ceweknya lemah,, biasa' nya klo setelah kelahiran jd kuat tp ini mlh lemah hemmm
2025-09-16
0